Tidak mengejutkan, bahkan sudah diduga, bahwa MKD akan memperlakukan Ketua DPR Setya Novanto, “terdakwanya” secara begitu super istimewa. Perlakuan super istimewa itu sudah terjadi bahkan sejak Setya belum datang memenuhi panggilan MKD untuk mengikuti sidangnya itu.
Perlakuan yang sangat berbeda, bak bumi dengan langit, didapat oleh pengadu Sudirman Said dan saksi Maroef Sjamsoeddin, yang menjadi bulan-bulanan para anggota “gila hormat” Mahkamah Kehormatan Dewan yang ingin selalu disebut “Yang Mulia” itu.
Sudirman dan Maroef diperlakukan nyaris tak ada bedanya dengan terdakwa di sidang pengadilan tindak pidana, dengan buas bak serigala-serigala berjubah kehormatan, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan menyerang yang bisa dikatakan semuanya tidak substantif dan tidak relevan dengan substansi kasus etika yang sedang diperiksa itu. Pertanyaan-pertanyan tak substantif yang sama sengaja diulang-ulang oleh anggota-anggota yang berbeda, mempermasalahkan motif, tanya harga saham Freeport, dan sebagainya, sampai menuding Sudirman dan Maroef-lah yang bersalah dan melanggar hukum!
Tujuannya jelas, sengaja semakin menjauhkan sidang dari substansi kasus. Tak heran waktu sidang pun bertele-tele, dari pagi sampai tengah malam, tak kurang dari 11 jam! Semuanya mubazir, percuma, tak ada gunanya.
Tetapi, begitu giliran Setya Novanto, “sang pujaan” MKD yang akan disidang, Setya-lah yang menentukan semuanya, sejak belum datang ke ruang sidang MKD, sampai dengan selesai sidangnya, atau lebih tepat “sidang-sidangannya”.
Waktu sidang seharusnya dimulai pukul 09:00 WIB, tetapi Setya Novanto hanya cukup dengan melayangkan sepucuk surat ke MKD di pagi harinya, memberitahu dia tak bisa datang di jam itu, karena ada acara lain (tanpa menyebutkan secara spesifik acara apa itu), dan baru bisa datang pada pukul satu siang, para anggota MKD pun mangut-mangut. “Beliau baru bisa datang pukul satu siang,” kata salah satu anggota MKD itu.
MKD memang menyebut idolanya itu dengan “beliau”, beda dengan ketika mereka menyebut Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin. Pengadu dan saksi kasus itu, disebut MKD dengan sebutan “Saudara Pengadu” dan “Saudara Saksi”.
Sementara untuk mereka sendiri, harus dipanggil dengan sebutan “Yang Mulia”. Sebutan ini memang ada di Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015, tetapi rupanya karena takut pengadu dan saksi lupa menyebutkan mereka dengan “Yang Mulia” itu, maka MKD yang kreatif, menempelkan secarik kertas di meja pengadu dan saksi. Tulisan yang terdapat di secarik kertas itu adalah pengingat: "Perhatian!!!! Bapak/Ibu/Sdr Peserta Sidang Yang Kami Hormati. Jangan Lupa untuk Penyebutan Anggota MKD dengan Sebutan Yang Mulia Pimpinan/Anggota MKD."
Namun, ketika sampai pukul satu siang lewat, Setya Novanto belum tiba juga, para anggota MKD pun menunggu dengan setianya. “Pak Ketua” baru tiba sekitar pukul 13:50, atas keterlambatan itu, tidak ada satu pun dari anggota MKD itu yang mempersoalkannya, bahkan sejak dari turun mobilnya, dia sudah diperlakukan dengan sangat istimewa, sejumlah petugas keamanan Gedung DPR pun dikerahkan secara maksimal untuk mengawalnya sampai masuk masuk ke ruangan tunggu sidang. Para sersonil keamanan Gedung DPR itu diperintahkan memasang pagar betis kiri-kanan untuk mengamankan lewatnya Setya Novanto.