Menonton siaran langsung sidang perdana kasus rekaman percakapan Ketua DPR RI Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menghadirkan pengadu Menteri ESDM Sudirman Said, hari Rabu sore ini (2/12), sungguh membuat saya terus-menerus menggeleng-geleng kepala, melihat perilaku “para hakim” MKD itu.
Seharusnya mereka mendengar keterangan Sudirman Said untuk lebih memperjelas materi dan substansi apa yang dilaporkan itu, tetapi yang terjadi sebaliknya, hakim-hakim dari Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Partai Gerindra yang mendapat giliran bertanya kepada Sudirman, malah ramai-ramai mencecar, dan menyudutkan Sudirman dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih tepat disebut interogasi. Seolah-olah Sudirman Said-lah terdakwanya.
Hampir semua pertanyaan yang diajukan sangat tidak relevan dengan substansi pengaduan.
Mereka malah berkali-kali mempermasalahkan kembali legal standing Sudirman Said, yang sudah selesai diputuskan di rapat pleno MKD kemarin. Juga mempermasalahkan lagi legal-tidak legalnya perekaman tersebut, seolah-olah tidak rela sidang itu akhirnya dibuka dikarenakan kedua hal tersebut sudah disepakati bisa diterima MKD.
Pertanyaan-pertanyaan atau lebih tepatnnya interogasi-interogasi itu lalu melebar ke hal-hal lain di luar substansi masalah, seperti mempermasalhakan integritas Sudirman Said sendiri terkait dengan kasus Freeport yang lain, seperti soal pembuangan limbah Freeport.
Sebaliknya, mereka lebih terkesan membela Setya Novanto.
Misalnya, anggota MKD dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir, yang malah mempermasalahkan Sudirman Said, yang menilai pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan pengusaha Reza Chalid dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin itu adalah peristiwa yag tidak patut. Adies mengatakan anggota DPR berhak melakukan pertemuan seperti itu, karena dilindungi Undang-Undang.
"Jadi menurut anda tidak patut seperti itu. Padahal kami anggota DPR dilindungi UU untuk memanggil dan menemui di luar DPR," kata Adies membela Setya Novanto.
Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir dari dari Fraksi Partai Golkar yang sudah sepuh itu, berkali-kali mengajukan pertanyaan kepada Sudirman Said diawali dengan kalimat, “Apakah benar Saudara, ...”, “Apakah benar Saudara, ...”
Dia juga melebarkan pertanyaan-pertanyannya keluar dari substansi masalah, antaralain masalah pembuangan limbah beracun oleh Freeport, yang katanya diizinkan oleh Sudirman Said. Ia juga mengatakan Sudirman Said-lah yang telah menjanjikan kepada Freeport tentang perpanjangan kontrak melalui perubahan Peraturan Pemrintah.
Bukan hanya itu, Kahar Muzakir sampai mengatakan Sudirman Said telah melakukan pelanggaran hukum. Sudirman Said terlihat emosi, tidak terima dituding demikian. Beberapakali dia berkata kepada Kahar, “Yang Mulia telah menuding saya telah melanggar hukum!” Sudirman mengatakan dia tak bisa menerima tudingan itu, dan tudingan itu sudah direkam.
Sebelum Kahar Muzakir, giliran Supratman, anggota MKD dari Fraksi Partai Gerindra yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan gaya interogasi untuk menyudutkan Sudirman Said. Intinya dia mau bilang kepada Sudirman, Anda sendiri juga pejabat yang tidak benar.
Beberapakali Supratman mencoba mengkonfirmasikan, yang terkesan dengan maksud semakin menyudutkan Sudirman Said, artikel yang berisi tudingan miring terhadap Sudirman Said yang berjudul “Buka Dulu Topengmu, Sudriman Said” , yang diasebut ada di “Kompasmania”. Yang dimaksud adalah Kompasiana.
Supratman yang terkesan lebih percaya sebuah tulisan anomim karena menyudutkan Sudirman Said itu berkata kepada Sudirman Said, “Di Kompasmania juga sudah menyatakan, ini relevansi dengan pertanyaan saya yang pertama, soal perkenalan, -- saya tidak tau benar atau tidaknya, -- tapi dalam hubungan yang terjadi, itu kelihatannya, hubungan antara Reza Chalid dengan Saudara Pengadu, tulisan yang ada di Kompasmania itu, memperlihatkan, ada hubungan. Nah, saya mau dapatkan, mana yang benar?”
Sudirman Said, yang rupanya sudah membaca artikel yang terdiri dari tiga jilid itu (jilid pertama sudah dihapus Admin), bahkan sudah mencetaknya, buktinya dia bilang artiel itu terdiri dari delapan belas halaman, menjawab Supratman. Lebih dulu, dia mengklarifikasikan nama “Kompasmania” oleh Supratman itu dengan “Kompasiana”.
Sudirman membantah semua yang ditulis tentang dirinya di Kompasiana itu. Dengan suara tegas, Sudirman mengatakan dia tidak pernah mengenakan topeng. Justru penulis artikel di Kompasiana itulah yang mengenakan topeng, dengan tidak berani menunjukkan identitas aslinya.
Sudirman menantang penulis artikel yang menggunakan nama “manusia transparan indonesia” itu jika berani membuka topeng di persidangan itu, di depannya.
Sebuah tantangan yang tak mungkin dilakukan si “manusia transparan indonesia” yang sangat tidak transparan, yang mengenakan topeng di balik nama samaran, sembari menuding secara pengecut orang lain yang mengenakan topeng.
Jika ia benar-benar seorang manusia transparan yang tidak mengenakan topeng, tentu apa yang ditulis di Kompasiana itu, seharusnya dialaporkan saja ke Mabes Polri atau ke KPK.
Selengkapnya inilah jawaban Sudirman Said atas pertanyaan Supratman tentang tulisan anonim di Kompasiana itu, “Saya ingin mengklarifikasikan, di Kompasiana, delapan belas halaman, dengan judul ‘Bukalah Topengmu, Sudirman Said’. Komentar saya sederhana, yang menulis tidak menyebutkan nama, kalau dia yakin dengan apa yang diatulis, bukalah, topengmu, hai penulis! Inilah, saya seperti ini, saya tidak punya topeng. Yang ditulis adalah fiksi dan kebohongan. Dan, marilah, kita duduk, yang menulis itu datang ke sini, hadapi saya! Yang menulis adalah orang yang pakai topeng, yang menyembunyikan tangannya, yang menyembunyikan identitasnya, tapi tangannya ada di mana-mana. Karena itu, suatu ketika, saya akan perkarakan!”
Apa yang dilakukan penulis artikel “Bukalah Dulu Topengmu, Sudirman Said” di Kompasiana itu, tampaknya ingin meniru kesuksesan yang sama dari penulis anonim (“Sawito Kartowibowo”) di Kompasiana tempo hari, ketika antara lain dengan artikel itu, berhasil melengserkan Abraham Samad dari Ketua KPK.
Lepas dari substansi kasus Sudirman Said vs Setya Novanto + MKD itu, dengan adanya penyebutan nama Kompasiana di sidang pembuka MKD itu, dan sangkalan Sudirman Said terhadap artikel itu, sekali lagi membuktikan eksistensi Kompasiana semakin diperhitungkan di jagad Nusantara ini. Sampai kepada kasus-kasus hukum dan politik tingkat tinggi, nama Kompasiana sudah kerap disebutkan. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H