Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Kali Maut Mengintai Saya

29 Oktober 2015   08:52 Diperbarui: 29 Oktober 2015   09:18 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Selama hidup ini, saya sempat nyaris mengalami kecelakaan yang sangat fatal, yang bukan tak mungkin menyebabkan maut datang menjemput.

Kejadian pertama, waktu saya masih kecil, ketika masih di Sekolah Dasar. Suatu hari saya ikut mobil pick-up Mitsubishi Colt T120 yang dikemudikan sopir kami. Saya duduk di depan, di samping sopir, bersandar di pintu. Ketika melewati jalan yang berbatu-batu dan bergelombang, mobil tetap melaju cukup kencang. Tiba-tiba saja pintu mobil terbuka, dan saya terlempar keluar. Secara refleks saya langsung bergelantungan di pintu yang terbuka itu. Selama beberapa detik mobil melaju dengan saya tetap bergelantungan di pintu yang berayun-ayun, sebelum sopir menghentikan mobil itu. Karena mobil tidak ber-AC, kaca jendelanya terbuka, jadi saya bisa bergelantungan di jendela itu.

Seandainya waktu itu kaca jendela mobil dalam keadaan tertutup, tentu saya tidak punya tempat untuk bergelantungan di pintu mobil itu, dan sudah pasti saya jatuh terjerambab ke jalanan. Kemungkinan besar menderita luka serius, dan lebih mengerikan lagi, risikonya, saya bisa saja masuk ke kolong mobil yang sedang melaju itu.

Kejadian kedua, di Surabaya. Beberapa tahun yang lalu. Di depan rumah adik saya. Siang, waktu itu ada acara makan-makan. Setelah acara selesai, saya membawa barang hendak dimasukkan ke dalam bagasi mobil sedan saya yang sedang diparkir. Saya sedang menuju ke belakang sedan saya itu untuk membuka bagasinya. Saat saya sudah sampai di samping bagasi, sesaat hanya sekitar 3 detik saya akan tiba di belakang mobil saya itu, tiba-tiba “brak!”, mobil Kijang yang berada persis di belakang sedan saya itu “meloncat” ke depan, menabrak bagian belakang sedan saya itu. Saking kerasnya, sampai mobil saya terdorong ke depan.

Rupanya ada keponakan saya yang menstarter Kijang itu, sedangkan posisi persnelingnya dalam posisi gigi satu. Sehingga ketika distarter mobil itu langsung meloncat ke depan, dan karena jaraknya dekat, langsung menabrak bagian belakang mobil saya itu, persis hanya sekitar 3 detik lagi saya sudah tiba di antara kedua mobil itu.

Seandainya saja ketika itu saya sudah berada di belakang mobil sedan saya itu untuk membuka bagasinya, pasti saya sudah tertabrak dan terjepit di antara kedua mobil tersebut. Bagian yang paling mungkin tertabrak dan terjepit adalah bagian lutut sampai paha saya. Sungguh ngeri membayangkan jika itu sampai terjadi. Hanya ada dua kemungkinan, maut datang menjemput saya, atau saya cacat seumur hidup karena kedua kaki remuk.

Kejadian yang ketiga, Minggu siang, 12 Juni 2011. Selesai ibadah Minggu di gereja, kami sekeluarga berkunjung ke rumah nenek istri saya. Dua pembantu saya ikut. Rumah kosong. Setelah dari rumah nenek istri saya, saya sendiri pulang ke rumah, sedangkan istri dan anak-anak bersama pembantu ke tempat lain.

Waktu tiba di depan rumah sekitar pukul 14:30, suasana jalan sangat sepi. Tidak ada orang lain selain saya. Saya terkejut melihat pintu pagar rumah terbuka. Saya pikir pembantu lupa menguncinya. Sebab beberapa hari sebelumnya, dia sempat lupa menutup pintu pagar ketika kami semua hendak pergi. Untuk ketika itu ada anak saya yang melihatnya, dan mengingatkannya.

Waktu itu saya sama sekali tidak curiga apa-apa, sebab mobil kami yang lain masih terparkir di car port seperti ketika kami tinggalkan rumah. Saya mulai was-was saat mendapati pintu utama rumah juga dalam keadaan terbuka. Tetapi pintunya sendiri utuh, tidak rusak. Belakangan baru diketahui ternyata yang rusak adalah kusen pintunya. Sedangkan gembok pintu pagar meskipun tetap kelihatan baik, ternyata juga sudah dirusak. Kata orang jenis gembok yang saya pakai itu bisa dibuka paksa dengan cara dibakar bagian bawahnya (dengan korek api). Mungkin itulah cara perampok rumah saya membuka gembok itu.

Saya melangkah masuk ke dalam rumah. Semua lampu menyala. Saya menghentikan langkah saya di ruang keluarga, lalu berbalik ke arah kamar utama. Saya langsung terkejut bukan main. Pintu kamar itu terbuka lebar, padahal tadi dikunci. Pintu yang terbuat dari kayu jati itu dalam keadaan rusak berat, terutama di bagian kuncinya. Tanda dibuka paksa dengan linggis atau alat sejenisnya. Sedangkan di dalam kamar, tampak barang-barang yang berantakan. Laci meja tergelatak di lantai, semua barang-barang di dalamnya berserakan.

Seketika itu saya langsung sadar, rumah kami baru saja kemasukan penjahat, perampok spesialis rumah kosong. Saya mulai panik, tetapi berusaha tetap tenang. Saya langsung berlari keluar rumah, hendak minta pertolongan, tetapi tidak ada orang sama sekali, sepanjang jalan di depan rumah sangat sepi. Padahal hanya sekitar 70 meter dari rumah saya itu ada pos satpam-nya. Pos itu juga kosong. Lalu, saya cepat-cepat telepon polisi. Sekitar 10 menit kemudian sejumlah polisi dengan beberapa sepeda motor tiba di rumah saya. (Mengenai kedatangan polisi-polisi itu, saya punya cerita tersendiri lagi, yang cukup “seru”).

Setelah itu, setelah pikiran bisa lebih tenang, barulah saya merenung, bagaimana jika ketika saya tadi masuk rumah itu penjahat-penjahat itu masih ada? Penjahat itu pasti tidak sendirian, pasti lebih dari satu orang , dan pasti juga membawa senjata, entah senjata tajam dan/atau senjata api. Seandainya saja ketika saya masuk dan memergoki mereka, hampir pasti saya akan dihabisi.

Kisah rumah saya yang kemasukan maling ini, pernah saya tulis di Kompasiana.

Sekitar tiga bulan kemudian, saya membaca berita, di Bandung ada orang yang ketika pulang ke rumahnya, memergoki ada beberapa penjahat yang sedang beraksi merampok barang-barang berharga di rumahnya. Baik pemilik rumah, maupun para penjahat itu terkejut. Lalu, si pemilik rumah itu berlari ke luar rumahnya, dikejar penjahat-penjahat itu. Ketika jarak antara mereka sudah dekat, penjahat yang mengejar pemilik rumah itu menebas senjata tajamnya ke tubuh pemilik rumah itu, sampai dia terjatuh, lalu ditebas lagi sampai meninggal dunia.

Dalam kejadian kemalingan di rumah saya itu, kehilangan banyak barang berharga, seperti 2 buah laptop, 2 buah handy cam, jam tangan, dan ponsel. Nilai totalnya mencapai ratusan juta rupiah. Tetapi, saya tetap bersyukur karena saya tidak sampai celaka. Harta masih bisa dicari, tidak demikian dengan nyawa.

Saya merenung, dengan kejadian-kejadian yang menimpa saya itu, berarti Tuhan sayang saya, Dia tak menghendaki celaka-celaka itu sampai menimpa saya. Terima kasih, Tuhan. Amin. *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun