Keesokan harinya, Andy menemui Surya Paloh di ruang kerjanya untuk membicarakan masalah pemecatan “anak emas” Surya Paloh itu. Sambil menatap tajam mata Andy, dia bertanya, “Sekarang saya tanya kembali apakah sampai pagi ini kamu tetap yakin pada keputusanmu itu?”
Andy membenarkan, “Sampai detik ini saya tetap yakin pada keputusan saya.”
Surya Paloh terdiam sejenak, kemudian berkata kepada Andy, “Kalau begitu, kamu pegang teguh keputusanmu itu. Cuma satu permintaan saya, beri dia pesangon yang terbaik.” Pernyataan atasannya itu membuat Andy lega. Dia setuju. Termasuk ketika Surya Paloh mengajukan kemungkinan untuk merekrut sahabatnya itu untuk proyek pendirian stasiun televisi di Jayapura dan Batam.
Kemudian Andy menemui sahabatnya yang baru dipecat itu, menyampaikan tawaran Surya Paloh untuk bergabung di proyek televisi di Jayapura dan Batam itu. Beberapa hari setelahnya, sahabatnya itu bilang, istrinya tidak setuju kalau dia harus bekerja di luar Jakarta. Setelah itu hubungan Andy dengan sahabatnya itu tetap baik. Bahkan beberapa tahun kemudian, setelah Andy mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi di Metro TV, mereka berdua bekerja sama dalam sebuah proyek televisi.
Seperti Ahok
Pemecatan yang dilakukan Andy Noya terhadap “anak emas” Surya Paloh beserta empat orang karyawan Metro TV lainnya tersebut di atas (tanpa sepengetahuan koordinator liputan, diam-diam ke sebuah kota di Sumatera untuk memberi pelatihan pembangunan stasiun televisi di sana) sesungguhnya “hanya” menyangkut kedisplinan dan tanggung jawab mereka terhadap jabatan mereka di Metro TV. Tetapi, bagi Andy Noya, soal kedisiplinan itu juga sama sekali bukan hal yang bisa dikompromikan atau ditoleransi.
Kasus ini mirip juga dengan pemecatan yang pernah dilakukan Ahok melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta terhadap Retno Lisyarti dari jabatannya sebagai Kepala SMA Negeri 3 Jakarta. Retno dipecat karena dinilai tidak disiplin dan kurang punya tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah itu. Pada 14 April 2015, saat waktu pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Retno malah tidak berada di sekolah yang dipimpinnya itu. Dia lebih memilih menghadiri sebuah acara talk show di sebuah stasiun televisi yang berbicara mengenai kecurangan dalam Ujian Nasional.
"Bu Retno kalau menurut saya, guru ya harus mengajar tugasnya. Tugas utama guru kan mengajar dan kepala sekolah tugas tambahan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan," kata Ahok, sedikit memberi alasan pemecatan Retno tersebut.
Ahok mengaku cukup akrab dengan Retno. Namun, dia mempertanyakan tanggung jawab Retno sebagai kepala sekolah saat Ujian Nasional berlangsung di sekolahnya dan memilih meladeni wawancara dengan salah satu televisi swasta.
Sebaliknya, Retno merasa tidak melakukan kesalahan karena saat itu ia sedang diwawancarai sebuah stasiun televisi dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal FSGI. Menurut dia, tugasnya di FSGI diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Lagi pula, kata dia membela dirinya, dia meninggalkan sekolahnya itu cuma satu jam. Setelah itu kembali lagi, sesaat sebelum UN selesai.
"Saat itu saya hanya keluar satu jam dan itupun untuk memenuhi permintaan salah satu stasiun televisi swasta yang mau wawancara tentang kecurangan UN. Setelahnya, saya kembali ke SMAN 3 dan telah sampai sesaat sebelum UN," kata Retno.