Dewan Redaksi mengrekomendasikan kepada Andy agar sahabatnya itu dijatuhi sanksi peringatan keras atau diskorsing saja, mengingat jumlah yang dimanipulasi juga tidak besar. Tetapi, Andy memutuskan lebih dari itu, sahabatnya itu pun dia pecat hari itu juga. Di hadapan Andy, temannya itu menangis tersengguk-sengguk, menyesali perbuatannya itu. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sahabat baiknya itu tetap dipecat.
Sebulan kemudian, temannya itu menelepon Andy, mengatakan bahwa dia sudah mendapat pekerjan baru di sebuah perusahaan, dan mengharapkan pertemannya dengan Andy tetap berjalan baik. Sampai skearang orang itu masih berteman dengan Andy.
Seperti Ahok
Pada 13 Agustus lalu, Ahok juga memecat Syamsuddin Noor dari jabatannya sebagai Walikota Jakarta Selatan. Alasannya, meskipun Syamsuddin termasuk pejabat yang baik, tetapi tidak bisa tegas terhadap bawahannya, terutama mengenai masalah PKL liar, dan kebersihan di wilayah Jakarta Selatan, sesuai dengan yang sudah diperintahkan Ahok beberapakali kepadanya. Syamsuddin didemosi menjadi staf di bawah kendali Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta.
Setelah pemecatan itu, hubungan Ahok dengan Syamsuddin Noor tetap baik. Bahkan dia dipilih Ahok untuk menjadi salah seorang anggota Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) tahun 2015. Dengan demikian Syamsuddin pun ikut naik haji, yang diberangkatakan pada medio Agustus 2015 lalu (Kompas.com).
Memecat “Anak Emas” Surya Paloh
Kisah lain tentang “kekejaman” Andy Noya dalam hal pecat-memecat bawahannya itu seolah mencapai puncaknya ketika seorang karyawan senior sekaligus “anak emas” Surya Paloh pun menjadi korban “kekejamannya” itu.
Peristiwa itu berawal dari informasi yang diperolah Andy bahwa ada lima orang wartawan Metro TV yang pergi ke sebuah kota di Sumatera sampai beberapa hari lamanya, padahal di sana tidak ada peristiwa apapun yang perlu diliput. Setelah dicek, mereka ternyata berada di sana untuk membantu gubernurnya mempersiapkan pendirian sebuah televisi lokal di kota itu. Apalagi gubernur itu adalah sahabat baik Surya Paloh. Andy bisa menerima alasan itu, tetapi yang membuatnya marah adalah kepergian mereka itu tanpa sepengetahuan koordinator liputan dan pemimpin redaksi, alias sembunyi-sembunyi.
Andy memutuskan pada hari itu juga memecat lima orang karyawan Metro TV itu, salah satu dari mereka memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Bahkan, dulu Andy sendiri yang mengajaknya pindah ke Metro TV dari sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Orangnya baik, kemampuannya pun di atas rata-rata. Selama ini Andy sangat mengandalkannya. Hubungan mereka juga sangat dekat. Surya Paloh juga sangat suka dengan orang itu, bahkan menjadi “anak emasnya”. Tetapi, apa yang dilakukan bersama empat orang pegawai Metro TV lainnya itu yang membuat Andy memutuskan memecatnya pada hari itu juga.
Ketika hal itu Andy sampaikan kepada Surya Paloh, dia marah besar. “Kamu sudah gila? Orang sebaik itu kamu pecat?” Suaranya makin meninggi, “Yang lain boleh kamu pecat, tapi dia tidak. Dia itu anak baik! Segera anulir keputusanmu!”
Tapi Andy bersikukuh dengan keputusannya itu, dia menolak perintah Surya Paloh. Andy memberi alasan dasar keputusannya itu yakni demi menjaga kewibawaan perusahaan, dan harus adil terhadap semua orang. Surya Paloh tetap tidak mau tahu alasan Andy itu, saking marahnya dia mengeluarkan kata-kata yang membuat Andy tersinggung, “Dia itu telah teruji kesetiaannya pada kita. Jangan-jangan kalau Metro TV tenggelam, kamu yang lebih dulu pindah ke televisi lain sementara dia akan loyal dan siap tenggelam bersama Metro TV!”