Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penelusuran Rekam Jejak Calon Pimpinan KPK Tak Menjamin Tak Bakal Ada Lagi Kriminalisasi terhadap KPK

30 Juli 2015   23:42 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:07 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kelak ada lagi pemimpin KPK yang seberani Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, mengusik  oknum perwira tinggi Polri yang diduga melakukan perbuatan korupsi, maka berpotensi terjadi lagi perseteruan KPK vs Polri. Polri akan melakukan serangan balik lagi terhadap pemimpin KPK dengan senjata “tersangka” itu dikombinasikan dengan ketentuan Pasal 32 ayat 2 dan 3 Undang Undang KPK tersebut (baca: “Tersangka”, Senjata Ampuh Melumpuhkan Lawan)

Pasal 32 ayat 2 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan: Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya. Ayat 3:(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Oleh karena itu, sesungguhnya untuk mencegah terjadinya lagi kriminalisasi terhadap pemimpin KPK di kemudian hari, maka langkah yang paling efektif adalah mencabut ketentuan pasal tersebut, dan/atau diganti dengan ketentuan yang memberi hak imunitas hukum tertentu kepada para pemimpin KPK. Mereka tidak akan disidik sebagai tersangka atas tindak pidana tertentu (ringan) yang baru diketahui setelah mereka menjabat. Proses hukum baru akan dijalankan setelah masa jabatan mereka selesai. Hak imunitas itu dikecualikan terhadap tindak pidana berat seperti korupsi, narkoba, terorisme, pembunuhan, perampokan, dan sebagainya (baca: Kenapa Wacana Hak Imunitas kepada KPK Bisa Diterima).

Momen untuk mencabut ketentuan yang ada di Undang Undang KPK tersebut kini terbuka sangat lebar, yakni dengan adanya permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 32 ayat 2 dan 3 tersebut oleh Bambang Widjojanto di Mahkamah Konstitusi. Jika MK benar-benar aspiratif dan pro terhadap pemberantasan korupsi seharusnya mereka mengabulkan permohonan uji materi dari Bambang Widjojanto tersebut.

Namun sekarang, kelihatannya MK juga mulai suka yang “aneh-aneh”, misalnya dengan melalui keputusannya melegalkan sistem dinasti kepala daerah, dan memberi hak kepada mantan narapidana koruptor untuk menjadi kepala daerah melalui Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada Desember 2015. Melalui keputusannya pada 9 Juli 2015, MK menyatakan mantan narapidana koruptor pun punya hak untuk ikut Pilkada begitu ia selesai menjalani masa hukumannya. Syaratnya, ia cukup harus bersikap jujur dengan mengemukakan statusnya tersebut kepada publik.

Maka segera saja, para mantan narapidana koruptor di sejumlah daerah, seperti di Semarang, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara memanfaatkan berkah bagi mereka ini dengan telah mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah di daerahnya masing-masing.

Jadi, apakah harapan kita bahwa MK akan mengabulkan permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 32 ayat 2 Undang Undang KPK itu akan sia-sia, mengingat sekarang ini banyak sekali keputusan hukum yang bernuansa pro kepada koruptor.

Jangan sampai di era pemerintahan sekarang, justru menjadi era kebangkitan kembali para koruptor. *****

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun