Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kerusuhan di Tolikara, Bercermin pada Konsep "Satu Tungku Tiga Batu" di Fakfak

25 Juli 2015   17:26 Diperbarui: 25 Juli 2015   17:26 1999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intisari dari konsep “satu tungku tiga batu” tersebut berdasarkan adanya tiga agama besar di Fakfak, yaitu Islam, Kristen Protestan, dan Katholik.

Achmad Hindom menuturkan bahwa pandangan satu tungku tiga batu merupakan penjabaran dari idu-idu, sebuah konsep orang Papua yang berarti baku sayang atau saling mengasihi. “Itu semua merupakan pemikiran leluhur yang harus kami hormati. Kami percaya, jika tidak melakukannya, akan kena kutuk.” (Jawa Pos, 15/07/2015).

Sapaan “assalamualaikum” dari warga Kristen kepada saudara atau tamunya yang muslim merupakan hal yang sudah biasa di Fakfak.

Konsep adat masyarakat Fakfak menyangkut toleransi beragama memang terbilang unik bahkan radikal. Disebut demikian karena di sana berlaku kebiasaan di dalam keluarga-keluarga besarnya (marga/pertuanan), jika dalam satu keluarga besar itu sudah “terlalu banyak” anggota keluarga yang menganut Islam, maka anggota keluarga lainnya didorong untuk memeluk agama Kristen/Katholik. Begitu juga sebaliknya.

Di keluarga Kristen Fakfak bahkan mempunyai dua alat masak dan piring. Yang satu untuk sehari-hari dan satu lagi khusus untuk menjamu saudara mereka yang Muslim. Hal itu ditujukan untuk melindungi tamu agar tetap menyantap makanan dari piring dan gelas yang tidak pernah dipakai menghidangkan masakan yang tidak halal.

Adalah hal biasa bagi masyarakat Papua di Fakfak, jika ada warga Muslim ikut menghadiri misa Natal, dan warga Kristen mengikuti khotbah Idul Fitri. Juga jika warga Kristen menjadi ketua panitia pembangunan masjid, dan sebaliknya, warga muslim ikut dalam panitia pembangunan gereja.

“Memang sulit dipercaya. Tetapi, itu betul-betul saya temui dan saya lihat sendiri selama liputan sepanjang Ramadan lalu (di sana),” tulis Kardono Setyorakhmadi di tulisannya yang kedua di Jawa Pos, Minggu, 19 Juli 2015.

“Coba bandingkan dengan di Jawa. Jangankan untuk mengucapkan selamat Natal, wacana Islam Nusantara saja sudah menjadi kontroversi hebat. Dalam konteks toleransi dan kerukunan umat beragama, Jawa jauh tertinggal dari Indonesia Timur,” tambah Kardono di tulisannya itu.

Kardono kembali melakukan liputan di Fakfak untuk mengetahui reaksi masyarakat Fakfak pasca kerusuhan di Tolikara itu.

Menurut Sekretaris Lembaga Masyarakat Adat Fakfak, Papua Barat, Falentinus Kabes, sampai saat ini imbas kerusuhan di Tolikara tidak terasa sama sekali di Fakfak, padahal mayoritas penduduk Fakfak adalah Muslim. Di artikelnya itu Kardono menulis bahwa dari 100.000-an warga Fakfak, 80 persennya Muslim. Sedangkan menurut Wikipedia di Kabupaten Fakfak yang memeluk Islam (63,2 %), Kristen (25,1 %), Katholik (11,4 %), lain-lain (0,30 %).

Antarwarga yang berbeda agam itu justru sudah saling berkomunikasi. "Kami sudah saling menjaga. Salat Ied dan tradisi Lebaran muslim di sini justru dijaga orang Nasrani. Begitu pula misa. Nanti  dan besok  giliran misa yang dijaga saudara kami yang Muslim," jelas Kabes, Sabtu, 18 Juli 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun