Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sejak Kecil Saya Sudah Cinta Kompas

26 Juni 2015   17:15 Diperbarui: 27 Juni 2015   01:35 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain koran Kompas, ketika itu saya juga berlangganan majalah Bobo dan Album Walt Disney, dan majalah Remaja Hai , yang semuanya merupakan “spin-off” dari koran Kompas.

Dari media-media ini pula, meskipun ketika itu belum pernah keluar dari Fakfak, apalagi ke Jakarta, nama jalan alamat kantor Redaksi dan Tata Usaha Kompas dan majalah Bobo, Album Walt Disney di Jakarta sudah sangat akrab bagi saya, yaitu Jalan Palmerah Selatan dan Jalan Gajah Mada. 

Setelah tamat SMP di Fakfak, saya pindah ke Sorong kemudian ke Ujung Pandang (Makassar). Di Makassar, saya melanjutkan langganan koran Kompas. Di kota inilah untuk pertama kali saya merasakan koran Kompas yang datang sesuai dengan hari terbitnya, meskipun datangnya siang hari.

Dari Ujung Pandang saya melanjutkan kuliah di Bandung, setelah itu ke Surabaya, sampai sekarang. Dari masa-masa itu, sampai sekarang pula saya masih tetap berlangganan Kompas.

Di Surabaya, dengan mengandalkan teknologi cetak jarak jauh yang baru diizinkan setelah era Orde Baru tumbang, Kompas pernah berjuang bersaing dengan koran Jawa Pos. Dengan berbagai triknya Kompas berusaha menyaingi Jawa Pos di kandangnya. Misalnya, dengan menerbitkan koran Kompas edisi Jawa Timur.  Namun, semua upaya itu tidak berhasil. Jawa Pos tetap dominan di Surabaya dan Jawa Timur, dengan gaya pemberitaannya yang khas masyarakat Jawa Timur.

Pengalaman yang sama dialami Jawa Pos ketika berambisi memasuki Jakarta dengan Harian Indo Pos-nya, bersaing dengan Kompas, mengalami kegagalan yang lebih parah daripada Kompas di Surabaya. 

 

Akhirnya Kompas memutuskan kembali ke “fitrahnya”, dengan ciri khasnya sebagai koran berskala nasional. Untuk Surabaya dan Jawa Timur hanya ada lembaran “Klasika Jawa Timur”, yang berisi iklan-iklan usaha di Jawa Timur.

Keputusannya ini merupakan keputusan yang tepat, karena dengan demikian eksistensi Kompas justru lebih baik di Surabaya, meskipun tetap tidak bisa mengalahkan Jawa Pos di kandangnya.

Di rumah, saya berlangganan dua koran sekaligus, yaitu Kompas dan Jawa Pos. Hal yang tidak bisa disangkal, untuk bisa mengetahui perkembangan kota Surabaya dan sekitarnya secara komprehensif melalui media cetak, tidak ada media yang selengkap Harian Jawa Pos. Inilah salah satu faktor utama, Kompas dengan predikat nasionalnya sulit mengalahkan Jawa Pos di Surabaya dan Jawa Timur.

Keuntungan dari berlangganan Harian Kompas adalah sudah termasuk langganan gratis Harian Kompas edisi internetnya, yaitu Kompas E-paper dan Kompas-print.com, sehingga dari mana saja dan kapan saja kita bisa membaca Kompas dengan menggunakan berbagai gawai (gadget). Tidak demikian dengan  Harian Jawa Pos, yang bagi saya lebih “mata duitan”, karena meskipun kita sudah berlangganan korannya, untuk mengakses edisi internetnya, kita harus bayar lagi uang langganannya. *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun