Selain koran Kompas, ketika itu saya juga berlangganan majalah Bobo dan Album Walt Disney, dan majalah Remaja Hai , yang semuanya merupakan “spin-off” dari koran Kompas.
Dari media-media ini pula, meskipun ketika itu belum pernah keluar dari Fakfak, apalagi ke Jakarta, nama jalan alamat kantor Redaksi dan Tata Usaha Kompas dan majalah Bobo, Album Walt Disney di Jakarta sudah sangat akrab bagi saya, yaitu Jalan Palmerah Selatan dan Jalan Gajah Mada.
Setelah tamat SMP di Fakfak, saya pindah ke Sorong kemudian ke Ujung Pandang (Makassar). Di Makassar, saya melanjutkan langganan koran Kompas. Di kota inilah untuk pertama kali saya merasakan koran Kompas yang datang sesuai dengan hari terbitnya, meskipun datangnya siang hari.
Dari Ujung Pandang saya melanjutkan kuliah di Bandung, setelah itu ke Surabaya, sampai sekarang. Dari masa-masa itu, sampai sekarang pula saya masih tetap berlangganan Kompas.
Di Surabaya, dengan mengandalkan teknologi cetak jarak jauh yang baru diizinkan setelah era Orde Baru tumbang, Kompas pernah berjuang bersaing dengan koran Jawa Pos. Dengan berbagai triknya Kompas berusaha menyaingi Jawa Pos di kandangnya. Misalnya, dengan menerbitkan koran Kompas edisi Jawa Timur. Namun, semua upaya itu tidak berhasil. Jawa Pos tetap dominan di Surabaya dan Jawa Timur, dengan gaya pemberitaannya yang khas masyarakat Jawa Timur.
Pengalaman yang sama dialami Jawa Pos ketika berambisi memasuki Jakarta dengan Harian Indo Pos-nya, bersaing dengan Kompas, mengalami kegagalan yang lebih parah daripada Kompas di Surabaya.
Akhirnya Kompas memutuskan kembali ke “fitrahnya”, dengan ciri khasnya sebagai koran berskala nasional. Untuk Surabaya dan Jawa Timur hanya ada lembaran “Klasika Jawa Timur”, yang berisi iklan-iklan usaha di Jawa Timur.
Keputusannya ini merupakan keputusan yang tepat, karena dengan demikian eksistensi Kompas justru lebih baik di Surabaya, meskipun tetap tidak bisa mengalahkan Jawa Pos di kandangnya.
Di rumah, saya berlangganan dua koran sekaligus, yaitu Kompas dan Jawa Pos. Hal yang tidak bisa disangkal, untuk bisa mengetahui perkembangan kota Surabaya dan sekitarnya secara komprehensif melalui media cetak, tidak ada media yang selengkap Harian Jawa Pos. Inilah salah satu faktor utama, Kompas dengan predikat nasionalnya sulit mengalahkan Jawa Pos di Surabaya dan Jawa Timur.
Keuntungan dari berlangganan Harian Kompas adalah sudah termasuk langganan gratis Harian Kompas edisi internetnya, yaitu Kompas E-paper dan Kompas-print.com, sehingga dari mana saja dan kapan saja kita bisa membaca Kompas dengan menggunakan berbagai gawai (gadget). Tidak demikian dengan Harian Jawa Pos, yang bagi saya lebih “mata duitan”, karena meskipun kita sudah berlangganan korannya, untuk mengakses edisi internetnya, kita harus bayar lagi uang langganannya. *****