Tetapi kenyataannya, kelihatannya itu hanya basa-basi saja. Karena fenomena sosial tersebut masih terjadi sampai sekarang.
Bukan hanya ketika bekerja saja, bahkan ketika SBY dan keluarganya berlibur pun, sistem pengawalan tersebut sama saja.
Seperti yang pernah terjadi pada hari Minggu, 6 Maret 2011, di jalur Puncak, Bogor. Dalam keadan normal saja kemacetan parah biasa terjadi, tetapi pada hari itu kemacetan tersebut menjadi jauh lebih parah lagi karena sampai mencapai seharian!
Lalu-lintas baik yang menuju Puncak, maupun Ciawi dari Jakarta tidak bisa bergerak sama sekali. Titik kemacetan antara lain terdapat di Cisarua, Gadog, dan Ciawi. Kemacetan terjadi sejak Sabtu (5/3/2011) pukul 17.00 WIB sampai keesokan harinya, Minggu (6/3/2011), pukul 01.00 dini hari (detik.com)
Ternyata, penyebab kemacetan adalah ada rombongan Presiden SBY dan keluarganya yang berliburan ke Puncak. Tepatnya, ke kawasan Taman Safari, Cisarua. Setelah itu, rombongan Presiden SBY ke Istana Kepresidenan Cipanas, untuk menginap. Tiba di sana pukul 18.30 WIB. Membiarkan rakyatnya terperangkap dalam kemacetan sangat parah sampai pukul 01.00 WIB dini hari. Ketika SBY dan keluarganya sudah tidur nyenyak di Istana Kepresidenan di Cipanas itu, rakyatnya yang dipaksa harus mengalah memberi jalan kepada Presidennya masih berjuang menahan kesengsaran dalam kemacetan sampai dini hari.
Salah seorang yang terjebak kemacetan sampai 12 jam di Puncak itu berseru kepada SBY, seperti yang kutip detik.com: "Pak SBY, lain kali kalau ke Puncak naik helikopter saja. Kasihan rakyat mengeluh 12 jam macet hanya karena ngurus iring-iringan anda. Pejabat sama Jenderal Anda juga seenaknya pakai pengawal. Mohon, ya, Pak!”
Mengapa, ya, para pejabat negara kita ini tabiatnya rata-rata seperti ini? Seolah-olah tidak punya rasa empati sama sekali. “Persetan dengan rakyat, yang penting saya bisa nyaman. Dan, sebagai pejabat negara, Anda harus mengalah dan melayani saya!” Mungkin begitu prinsip mereka.
Kita juga masih ingat pada 24 Oktober 2011, di Nusa Dua, Bali, bagaimana perlakuan yang diterima oleh seorang tukang kebun miskin yang sudah kakek-kakek, Nyoman Minta, ketika dengan sepeda pancal buntutnya pulang melewati rute sehari-harinya. Tanpa sadar bahwa ada acara kenegaraan dan Presiden SBY di situ. Dia mengalami shock dan trauma karena harus diinterogasi seharian penuh oleh Paspampres. Padahal karena kecerobohan merekalah yang membuat si kakek yang lugu itu bisa lolos begitu saja lewat di depan Presiden.
[caption id="attachment_150168" align="aligncenter" width="600" caption="Kakek tukang kebun Nyoman Minta, tanpa sengaja melintas di depan podium Presiden SBY akibat kecerobohan Paspampres, harus menjalani interogasi dari Paspampres yang membuatnya shock (antaranews.com)"][/caption]
Juga bagaimana perlakuan tidak manusiawi yang diterima seorang mahasiswa yang bernama Iqbal Sabarudin dari beberapa orang anggota Paspamwapres di Bandung pada 28 Oktober 2011. Karena dia nekad menerobos masuk ke tengah lapangan di depan podium Wapres Boediono sambil membawa spanduk aspirasinya. Kalau dia kemudian ditangkap untuk kemudian diinterogasi merupakan hal yang wajar dan seharusnya begitu. Tetapi apa yang dia dapatkan lebih daripada itu. Iqbal dikeroyok, dipukul, terjatuh, dan diinjak-injak di depan publik.
[caption id="attachment_150167" align="aligncenter" width="604" caption="Iqbal Sabarudin, mahasiswa yang menerobos sampai di depan podium Wapres Budiono untuk menyampaikan aspirasinya. Dikeroyok dan dianiaya secara brutal oleh anggota Paspamwapres di depan publik. Apakah tidak cukup dia ditangkap dan diinterogasi saja?"][/caption]