"Saya ingin menjelaskan, dalil pemohon kaitannya dengan isu Papua Merdeka. Di situ dikatakan bahwa timses nomor 2 menyebarkan isu Papua Merdeka dan itu menyebabkan pasangan nomor 2 menjadi pemenang. Padahal, itu Gubernur Papua Barat yang juga Ketua DPD Gerindra dan Ketua Tim Pemenangan yang menyebarkan," kata Jimmy.
Penyebaran isu Papua Merdeka oleh Abraham, lanjut Jimmy, merupakan sesuatu yang sudah diketahui mayoritas masyarakat karena dimuat oleh berbagai media lokal. "Itu kaitannya dengan isu agama. Kami menyatakan penyesalan. Kerukunan kami sangat baik dan tidak pernah dibawa isu seperti ini. Kami mohon tim pasangan nomor 1 belajar sejarah dengan baik!”
Respon dari Tim Hukum Prabowo-Hatta itu adalah, “Kami hanya menerima laporan seperti itu” (Kompas.com).
Situasi Fakfak di Masa Pilpres 2014
Dalam diskusi saya dengan beberapa orang teman dan kerabat di Fakfak mengenai tudingan tersebut, mereka memberi keterangan yang pada intinya sama dengan apa yang disampaikan oleh Filep Wamafma dan Jimmy Demianus Iji. Padahal, sebelumnya mereka belum tahu tentang pernyataan keberatan dari Filep dan Jimmy itu.
Dari diskusi itu saya diberitahu bahwa justru isu-isu mengenai kemerdekaan itu bersumber dari Bupati Fakfak, Muhammad Uswanas, yang juga adalah kader Golkar, dan ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta di Fakfak.
Menjelang pelaksanaan Pilpres, Bupati Fakfak menyelenggarakan pencanangan tim sukses Prabowo-Hatta dengan mengundang kepala-kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Desa) di halaman parkir Hotel Grand Papua, Fakfak.
Hasil pemungutan suara di beberapa wilayah yang mayoritas pendatang (terutama dari Makassar dan Jawa) dan beragama Islam, seperti Torea dan Tambaruni, Kampung Sipatnanam, Waserat, Jokowi-JK memperoleh suara 100 persen, dan Prabowo-Hatta, nol persen. Menurut sumber saya di fakfak itu, semua proses pemungutan suara berjalan normal, tidak tampak rekayasa dan kecurangan. Murni masyarakat di wilayah-wilayah itu memang menyalurkan suaranya ke pasangan nomor urut dua. Meskipun di beberapa daerah lainnya ada juga Prabowo-Hatta yang mempeoleh suara 100 persen, tetapi secara total se-Fakfak, Jokowi-JK menang mutlak. Hasil rekapitulasi suara di Kabupaten Fakfak adalah Prabowo-Hatta mendapat 15.055 suara, dan Jokowi-JK mendapat 21.129 suara.
Kesuksesan pasangan Jokowi-JK memperoleh kemenangan mutlak di Fakfak – dan juga di Papua Barat dan Papua, adalah dampak dari kedatangan Jokowi sampai dua kali ke Papua. Mereka merasa adanya perhatian yang sungguh-sungguh dari Jokowi kepada masyarakat Papua. Sedangkan Prabowo sama sekali tidak melirik Papua, dia dianggap hanya mau suaranya orang Papua. Lebih dari itu, tidak.
Selain itu faktor latar belakang tentara yang disandang oleh Prabowo juga ikut mempengaruh tingkat keterpilihannya oleh masyarakat asli Papua, yang sebagian mempunyai pengalaman buruk dengan “tentara Jawa”, atau "tentara Indonesia" baik yang dialaminya sendiri, maupun dari cerita-cerita pengalaman-pengalaman kerabatnya.
Ketika Prabowo memimpin operasi pembebasan sandera di Mapenduma (1996), juga menyisakan kisah-kisah menyeramkan di masyarakat Papua di kawasan di sekitar Mapenduma, Timika, dan Wamena. Meskipun belum dilkarifikasikan mengenai kebenarannya.
*
Dalih tim hukum Prabowo-Hatta yang mengisyaratkan kekalahan Prabowo-Hatta di Fakfak karena pemilih Nasrani (Kristen) diberi janji kemerdekan, atau kemudahan dialog, maka mereka memilih Jokowi-JK, sedangkan yang Muslim memilih Prabowo-Hatta, bertentangan dengan fakta sebenarnya.
Di Fakfak, Islam adalah Mayoritas
Faktanya, di Fakfak penduduk beragama Islam merupakan mayoritas, dengan komposisi sekitar 63 persen Muslim, 36 persen Kristen (Protestan dan Katholik), 1 persen Hindu dan lain-lain. Sejak dahulu kala, tingkat asimiliasi dan toleransi beragama di Fakfak sangat tinggi. Selama ini tidak pernah terjadi bentrokan sekecil apa pun yang menyangkut agama.
Saya sendiri, lahir dan besar di Fakfak, selama itu sampai sekarang tidak pernah mendengar adanya konflik yang berkaitan dengan agama. Dulu, yang sering terjadi adalah bentrokan antara suku asli dengan suku pendatang.
Di Fakfak terdapat banyak masjid, dua di antaranya adalah masjid besar. Salah satunya ada di Jalan Izak Telussa, yang sangat mencolok di antara bangunan-bangunan sekitarnya. Dari laut masjid ini juga kelihatan paling menonjol di antara kepadatan bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Jalan Izak Telussa adalah pusat bisnis dan daerah pecinan di Fakfak yang penduduknya menganut agama Kristen Katholik dan Protestan. Sedangkan di sekitar masjid besar itu bercampur rumah-rumah etnis Tionghoa dan Arab. Sejak dahulu sampai sekarang mereka semua bergaul dengan sangat baik, tidak ada masalah.
[caption id="attachment_320118" align="aligncenter" width="553" caption="Pemandangan Fakfak dilihat dari laut. Tampak bangunan masjid di Jalan Izak Telussa yang paling menonjol. Di sebelah atasnya, tampak bangunan Gereja Protestan (sumber: dmitrytelnov / www.panoramio.com) "]
[caption id="attachment_320304" align="aligncenter" width="448" caption="Masjid di Jalan Izak Telussa, di sekitarnya adalah rumah-rumah etnis Tionghoa dan Arab (sumber: dmitrytelnov / www.panoramio.com)"]
Fakfak juga dikenal sebagai pusat Islam di Papua, hal ini dapat dilihat dari terdapat banyak masjid-masjid tua peninggalan zaman dahulu, yang menunjukkan bahwa Islam sudah ada di Fakfak sejak beberapa abad lampau. Beberapa ahli sejarah Fakfak mengatakan, Islam sudah masuk di Fakfak sekitar abad ke-15-17. Salah satu buktinya adalah Masjid Patimburak yang berada di Kecamatan Kokas. Masjid ini merupakan masjid tertua di Fakfak, didirikan pada 1870.
Keunikan bangunan masjid kuno ini adalah bentuknya yang ada kemiripan dengan bangunan gereja abad pertengahan di Eropa. Menurut penjaga Masjid Patimburak, Ahmad Kudah, memang benar masjid itu ada kemiripannya dengan bangunan gereja, karena menurut sejarahnya masjid itu dibangun atas kerjasama Raja Wertuar dengan umat Kristen Protestan di Kokas.
Marga Ihab, Patiran Kabes, yang merupakan penganut agama Islam dan Protestan, yang ketika itu gotong-royong membangun masjid itu, diabadikan di dalam ruang ibadahnya. Di dekat mimbar masjid itu juga terdapat lambang kerukunan beragama: Islam, Protetstan dan Katholik.
[caption id="attachment_320120" align="aligncenter" width="336" caption="Foto Masjid Parimburak di zaman dulu, dan sekarang. Masjid tertua di Fakafk, didirikan pada 1870 oleh umat Islam dan Protestan (sumber: jalankemasjid.blogspot.com)"]
[caption id="attachment_320122" align="aligncenter" width="448" caption="Bagian dalam Masjid Patimburak, dekat mimar ada lambang kerukunan agama Islam dan Kristen (sumber: Papua Insight, Metro TV)"]
“Satu Tungku Tiga Batu”
Sudah sejak dahulu kala, masyarakat Fakfak terkenal dengan kehidupan antarumat beragamanya yang sangat rukun dan harmonis. Kerukunan itu didasarkan pada prinsip yang disimbolkan dengan prinsip “satu tungku tiga batu.” Tiga batu melambangkan tiga agama besar di Fakfak, yaitu Islam, Katholik, dan Protestan. Sedangkan satu tungku melambangkan semangat persatuan di antara tiga agama itu. Dengan tiga batu dibentuklah satu tungku, yang dipakai bersama-sama. Kalau hanya satu batu, atau hanya dua batu, tidak bisa dijadikan tungku yang baik. Hanya dalam keseimbangan dan kebersamaan itu, kehidupan bisa berjalan dengan penuh ketentraman dan kedamnaian untuk semua. Itulah dasar prinsip keseimbangan (harmoni), toleransi, dan persatuan antar umat beragama di Fakfak.
Meskipun agama lain, seperti Hindu di Fakfak hanya sekitar satu persen, dan tidak termasuk di dalam filosofi “tiga batu, satu tungku” itu, mereka juga bisa merasakan adanya harmoni dan persatuan di antara umat beragama itu.
Saya masih ingat, ketika masih tinggal di Fakfak, di setiap hari raya Natal, kenalan-kenalan keluarga saya yang Muslim pasti datang ke rumah untuk memberi ucapan selamat Natal, sambil menikati hidangan minuman dan makanan ringan. Demikian juga sebaliknya, ketika tiba hari raya Idul Fitri, keluarga saya pasti akan memberi ucapan selamat Lebaran kepada mereka. Kalau kenalannya sangat akrab, biasanya juga dikirimkan parsel berupa kue-kue bikinan sendiri ke rumahnya.
Kebiasaan lain di Fakfak adalah saling membantu, gotong-royong dalam pembangunan rumah ibadah. Ketika rumah ibadah itu sudah selesai dibangun dan diresmikan, umat beragama lain yang bertetangga dengan rumah ibadah itu juga diundang, dan ikut merayakannya. Kebiasaan itu sudah ada sejak berabad-abad lampau, salah satu buktinya adalah keberadaan masjid tertua di Fakfak, mungkin juga di Papua, Masjid Patimburak di Kokas, yang saya singgung di atas.
Waktu saya mudik baru-baru ini ke Fakfak, Desember 2013, kebetulan saya melihat ada peresmian sebuah gereja Katholik yang baru dibangun di Kampung Manamur, Distrik Kramamongga, dekat Kokas. Penduduk sekitar yang beragama Islam turut membantu persiapan peresmian gereja itu, malamnya waktu gereja itu diresmikan dengan kebaktian, mereka datang ikut merayakannya.