Mohon tunggu...
Daniel Hermawan
Daniel Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Blogger yang berusaha memberikan inspirasi di setiap tulisannya bagi pencerahan paradigma dan kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Silih Asih, Asah, dan Asuh dalam Membina Kerukunan, Membinasakan Perpecahan

16 Oktober 2018   14:48 Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:43 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kearifan Lokal Sunda (Sumber: KajianPustaka.com)

Masih segar di ingatan kita kasus teror bom Surabaya yang terjadi pada hari Minggu, 13 Mei 2018 di tiga rumah ibadah, yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (STMB), Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro Surabaya, dan Gereja Pentakosta di Jalan Arjuno Surabaya. Teror bom yang menewaskan 11 orang ini menimbulkan ketakutan, keresahan, serta kekhawatiran bagi masyarakat Surabaya lewat aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok radikal tertentu.

Belum lagi bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya pada 13 -- 14 Mei 2018 yang seolah melengkapi rangkaian aksi teror yang dilakukan oleh kelompok separatis berbasis agama tertentu. Maraknya kasus teror bom ini menjadi alarm tersendiri bagi kita selaku masyarakat Indonesia dalam mempertanyakan fenomena yang ada. Apakah radikalisme dan terorisme ini terjadi secara spontan ataukah teror bom yang terjadi merupakan puncak dari gunung es yang belum kita ketahui dasarnya? Semua menjadi sebuah tanda tanya besar dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia.

Menurut Elina Vuola, Profesor Fakultas Teologi di University of Helsinki mengatakan ada dua faktor besar yang mempengaruhi terorisme, yakni radikalisme agama dan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya pemahaman terhadap dasar agama mendorong rentannya propaganda dan radikalisasi. Kemiskinan dan pendidikan menjadi faktor pendorong yang melatarbelakangi terjadinya aksi teror yang ada.

Mengingat bangsa Indonesia mempunyai kekayaan kearifan lokal yang beragam, maka radikalisme dan terorisme menjadi persoalan masyarakat yang harus disikapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda berdasarkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Diharapkan melalui penerapan kearifan lokal mampu meredupkan api radikalisme dan terorisme secara aktif dan berkesinambungan.

Kearifan Lokal Sunda: Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh

Kearifan Lokal Sunda (Sumber: KajianPustaka.com)
Kearifan Lokal Sunda (Sumber: KajianPustaka.com)
Mengingat penulis lahir dan dibesarkan di tataran Sunda, maka falsafah Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh menjadi sebuah pedoman hidup yang diterapkan oleh masyarakat sehari-hari. Kearifan lokal atau local wisdom merupakan gagasan, nilai, dan pandangan yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diimplementasikan oleh anggota masyarakat yang ada didalamnya.

Kearifan lokal Sunda sendiri terdiri dari 3 prinsip utama, yakni terdapat dalam penggalan kata Sunda yang berasal dari kata Sun Da Ha. Sun bermakna diri, Da bermakna alam, serta Ha bermakna Tuhan. Sehingga dalam prinsipnya kearifan lokal mencoba membangun hubungan yang berkesinambungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhan.

Dalam kaitan dengan radikalisme dan terorisme, terdapat beberapa prinsip kearifan lokal Sunda yang dapat diterapkan. Hade ku omong, goreng ku omong (segala hal sebaiknya dibicarakan). Terkadang banyak sekali masalah sosial yang terjadi karena kurangnya komunikasi yang terjalin antarmasyarakat. Konflik yang terjadi antara kelompok A dengan kelompok B terjadi karena mereka lebih mempercayai hoax dibandingkan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan kejujuran, empati, serta komunikasi yang baik, maka radikalisme dan terorisme dapat dibendung karena adanya rasa percaya dari anggota masyarakat untuk saling melindungi satu dengan yang lainnya.

Tentu hal tersebut tidaklah mudah ketika jemari lebih mudah menekan tombol Forward atau Send mengenai sebuah berita yang bombastis dibandingkan melakukan rembug terlebih dahulu mengenai apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Sebagai pribadi, jemari kita harus melakukan filter terhadap apa berita yang harus disebarluaskan dan berita yang sebaiknya tidak disebarluaskan guna meredam dampak radikalisme dan terorisme yang ada untuk menciptakan ketakutan dalam masyarakat, seperti foto korban, kondisi bangunan yang rusak parah, dan lain sebagainya.

Kearifan lokal lainnya yang dapat diterapkan adalah undur katingali punduk datang katingali tarang (pergi tampak tengkuk datang tampak pelipis). Dengan kata lain, setiap orang hendaknya mengenal satu dengan yang lain layaknya keluarga sendiri. Jangan sampai ketika kita hidup bermasyarakat, justru kita tidak mengenal siapa yang menjadi tetangga, ketua RT, ketua RW, dan tokoh masyarakat setempat. Melalui pengenalan yang baik antar anggota masyarakat, maka paham radikalisme dan terorisme dapat diredam dengan cepat oleh masyarakat.

Selain itu, prinsip Mun aya angin bula bali ulah muntang kana kiara, muntang mah ka sadagori (kalau ada angin puting beliung, jangan berpegang kepada pohon beringin tetapi pada rumput sadagori). Rumput sadagori adalah gambaran dari rakyat kecil yang mempunyai akar yang sangat kuat. Adanya kasus radikalisme dan terorisme menegaskan bahwa peran masyarakat menjadi sangat krusial dalam menjaga keamanan dan ketertiban yang ada di wilayah masing-masing.

Mengingat kapasitas pemerintah, aparat keamanan, serta lembaga berwajib dalam melakukan penanganan aksi radikalisme dan terorisme sangat terbatas, maka upaya preventif harus lahir dari masyarakat melalui proses observasi terhadap lingkungan sekitar. Ketika ada pendatang baru yang menutup diri dari masyarakat dan melakukan aktivitas yang mencurigakan, maka peran masyarakat, khususnya tetangga yang ada di sekelilingnya menjadi sangat vital untuk mencegah terjadinya aksi radikalisme dan terorisme. Tentu bantuan pemerintah biasanya terjadi ketika aksi radikalisme dan terorisme sudah terjadi di lapangan.

Dalam penerapan kearifan lokal Sunda ini, kita tidak dapat melupakan prinsip Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh yang mencakup semua nilai yang dikandung secara turun temurun, yakni dalam melakukan pemulihan harus didasari oleh rasa cinta terhadap sesama, alam, dan Tuhan, yang diwujudkan dalam mengasah kepekaan dengan terus belajar, sehingga menentukan bagaimana kita menempatkan diri dalam sesama, alam, dan hubungan dengan Tuhan.

Kerukunan dan Perdamaian: Sebuah Harapan dan Tantangan

Kerukunan dan Perdamaian (Sumber: sehatunikmat.blogspot.com)
Kerukunan dan Perdamaian (Sumber: sehatunikmat.blogspot.com)
Arus informasi yang luas dan tersebar dengan cepat tentu menjadi sebuah tantangan dalam mewujudkan kerukunan dan perdamaian di era modern. Interaksi yang intens dengan gawai dibandingkan interaksi tatap muka menciptakan alienasi dalam kehidupan sosial antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Keberadaan sosial media di dunia digital menjadi substitusi yang destruktif jika tidak ditanggapi secara dewasa oleh penggunanya.

Tentu benteng utama dan terutama dalam menangkal dampak radikalisme dan terorisme dan menciptakan kerukunan dan perdamaian adalah memahami kearifan secara lokal secara utuh. Ketika kita menerima pesan berantai yang bernada provokatif dan memecah belah kesatuan, maka kita harus berpedoman pada prinsip Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh. Apa yang kita lakukan hendaknya memperhatikan dampak dan akibat terhadap sesama, alam, dan Tuhan.

Filter individu menjadi aksi aktif dan proaktif yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak negatif dari radikalisme dan terorisme. Selain itu, membangkitkan kembali budaya gotong royong juga akan meningkatkan modal sosial dan sense of belonging antarmasyarakat. Masyarakat akan dilatih untuk mempunyai rasa saling percaya dan menciptakan persatuan dalam kebhinnekaan yang ada.

Apalagi jika memahami fakta bahwa Indonesia diperjuangkan oleh pahlawan bangsa yang tidak memandang suku, agama, ras, dan antargolongan, maka seyogianya semangat itu harus kembali dihidupkan dengan konten yang positif. Memang kita tidak dapat membendung penetrasi internet dan konten dalam media sosial yang kita gunakan, baik Whatsapp, Line, Instagram, Facebook, Twitter, dan berbagai media sosial lainnya, namun kedewasaan kita dalam menentukan konten yang positif dan membangun akan menjadi sebuah katalis untuk membangun kebhinekaan yang utuh.

Menciptakan kerukunan dan perdamaian bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk diciptakan, dilakukan, dan digemakan selama kita mempunyai pandangan yang sama dalam memajukan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Selain itu, sikap untuk tidak menonjolkan diri dengan kekayaan yang berlimpah, bersikap sederhana, serta mempunyai empati dalam kehidupan sosial juga harus lahir dalam diri setiap individu agar kecemburuan sosial tidak menjadi bahan bakar yang destruktif untuk merusak kerukunan dan perdamaian yang sudah terjalin dengan baik setelah kemerdekaan Indonesia.

Semoga kearifan lokal yang dirumuskan oleh nenek moyang bangsa kita tidak hanya sekadar menjadi sebuah tulisan sejarah dan falsafah hidup tanpa makna, melainkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Rasa saling percaya, saling memiliki, dan saling menjaga menjadi sebuah kearifan lokal yang patut kita lestarikan dalam membinasakan perpecahan yang digaungkan oleh golongan tertentu.

Ketika setiap masyarakat mampu menjalankan perannya sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Sunda yang ada, maka kerukunan dan perdamaian tidak lagi menjadi utopia belaka, melainkan sebuah keniscayaan yang menjadi kekhasan dari bangsa Indonesia! Mari bersama kita lawan radikalisme dan terorisme!

Referensi:

- http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/05/13/bom-surabaya-korban-jiwa-jadi-11-orang-424283

- https://tirto.id/terorisme-indonesia-dari-separatisme-hingga-teror-atas-nama-agama-cKUK

- https://ucoksakitkepala.wordpress.com/2012/04/01/kearifan-lokal-suku-sunda/

- https://id.wikipedia.org/wiki/Alienasi

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Jurnalistik Anugerah Indonesia Damai 2018 dengan tema: "Kearifan Lokal sebagai penangkal radikalisme dan terorisme" dan Sub Tema: "Kerukunan dan Perdamaian"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun