Mohon tunggu...
Daniel Hermawan
Daniel Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Blogger yang berusaha memberikan inspirasi di setiap tulisannya bagi pencerahan paradigma dan kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Silih Asih, Asah, dan Asuh dalam Membina Kerukunan, Membinasakan Perpecahan

16 Oktober 2018   14:48 Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:43 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kearifan Lokal Sunda (Sumber: KajianPustaka.com)

Mengingat kapasitas pemerintah, aparat keamanan, serta lembaga berwajib dalam melakukan penanganan aksi radikalisme dan terorisme sangat terbatas, maka upaya preventif harus lahir dari masyarakat melalui proses observasi terhadap lingkungan sekitar. Ketika ada pendatang baru yang menutup diri dari masyarakat dan melakukan aktivitas yang mencurigakan, maka peran masyarakat, khususnya tetangga yang ada di sekelilingnya menjadi sangat vital untuk mencegah terjadinya aksi radikalisme dan terorisme. Tentu bantuan pemerintah biasanya terjadi ketika aksi radikalisme dan terorisme sudah terjadi di lapangan.

Dalam penerapan kearifan lokal Sunda ini, kita tidak dapat melupakan prinsip Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh yang mencakup semua nilai yang dikandung secara turun temurun, yakni dalam melakukan pemulihan harus didasari oleh rasa cinta terhadap sesama, alam, dan Tuhan, yang diwujudkan dalam mengasah kepekaan dengan terus belajar, sehingga menentukan bagaimana kita menempatkan diri dalam sesama, alam, dan hubungan dengan Tuhan.

Kerukunan dan Perdamaian: Sebuah Harapan dan Tantangan

Kerukunan dan Perdamaian (Sumber: sehatunikmat.blogspot.com)
Kerukunan dan Perdamaian (Sumber: sehatunikmat.blogspot.com)
Arus informasi yang luas dan tersebar dengan cepat tentu menjadi sebuah tantangan dalam mewujudkan kerukunan dan perdamaian di era modern. Interaksi yang intens dengan gawai dibandingkan interaksi tatap muka menciptakan alienasi dalam kehidupan sosial antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Keberadaan sosial media di dunia digital menjadi substitusi yang destruktif jika tidak ditanggapi secara dewasa oleh penggunanya.

Tentu benteng utama dan terutama dalam menangkal dampak radikalisme dan terorisme dan menciptakan kerukunan dan perdamaian adalah memahami kearifan secara lokal secara utuh. Ketika kita menerima pesan berantai yang bernada provokatif dan memecah belah kesatuan, maka kita harus berpedoman pada prinsip Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh. Apa yang kita lakukan hendaknya memperhatikan dampak dan akibat terhadap sesama, alam, dan Tuhan.

Filter individu menjadi aksi aktif dan proaktif yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak negatif dari radikalisme dan terorisme. Selain itu, membangkitkan kembali budaya gotong royong juga akan meningkatkan modal sosial dan sense of belonging antarmasyarakat. Masyarakat akan dilatih untuk mempunyai rasa saling percaya dan menciptakan persatuan dalam kebhinnekaan yang ada.

Apalagi jika memahami fakta bahwa Indonesia diperjuangkan oleh pahlawan bangsa yang tidak memandang suku, agama, ras, dan antargolongan, maka seyogianya semangat itu harus kembali dihidupkan dengan konten yang positif. Memang kita tidak dapat membendung penetrasi internet dan konten dalam media sosial yang kita gunakan, baik Whatsapp, Line, Instagram, Facebook, Twitter, dan berbagai media sosial lainnya, namun kedewasaan kita dalam menentukan konten yang positif dan membangun akan menjadi sebuah katalis untuk membangun kebhinekaan yang utuh.

Menciptakan kerukunan dan perdamaian bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk diciptakan, dilakukan, dan digemakan selama kita mempunyai pandangan yang sama dalam memajukan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Selain itu, sikap untuk tidak menonjolkan diri dengan kekayaan yang berlimpah, bersikap sederhana, serta mempunyai empati dalam kehidupan sosial juga harus lahir dalam diri setiap individu agar kecemburuan sosial tidak menjadi bahan bakar yang destruktif untuk merusak kerukunan dan perdamaian yang sudah terjalin dengan baik setelah kemerdekaan Indonesia.

Semoga kearifan lokal yang dirumuskan oleh nenek moyang bangsa kita tidak hanya sekadar menjadi sebuah tulisan sejarah dan falsafah hidup tanpa makna, melainkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Rasa saling percaya, saling memiliki, dan saling menjaga menjadi sebuah kearifan lokal yang patut kita lestarikan dalam membinasakan perpecahan yang digaungkan oleh golongan tertentu.

Ketika setiap masyarakat mampu menjalankan perannya sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Sunda yang ada, maka kerukunan dan perdamaian tidak lagi menjadi utopia belaka, melainkan sebuah keniscayaan yang menjadi kekhasan dari bangsa Indonesia! Mari bersama kita lawan radikalisme dan terorisme!

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun