Mohon tunggu...
Dhanny Artu
Dhanny Artu Mohon Tunggu... Penulis - Masyarakat

Hanya warga masyarakat biasa yang sedang mengupayakan diri untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

'Bocor Alus' Indonesia Emas 2045: Brain Drain & Gentrifikasi

27 November 2023   14:37 Diperbarui: 27 November 2023   14:45 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://indonesiabaik.id/infografis/4-pilar-visi-indonesia-2045

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/

Asal mula terjadinya fenomena ini tak jauh berbeda dengan urbanisasi, yaitu kehadiran para perantau dari berbagai daerah untuk mendapat kesempatan berkarir di kota berisi berbagai industri barang dan jasa yang menawarkan upah atau gaji tenaga kerja yang layak bahkan tinggi. 

Jauh berbeda dengan medio 2000an, perantau di kota-kota besar sekarang sebagian besar terdiri dari kaum profesional, berlatar pendidikan tinggi seperti sarjana ke atas atau minimal jenjang SMA/SMK namun memiliki kompetensi bersertifikasi dan pengalaman kerja yang mumpuni.

Gentrifikasi mudah ditemui di kota-kota metropolitan di Indonesia, selain karena merupakan kawasan di mana lokasi industri itu berada juga karena faktor kemudahan aksesibilitas dan tersedianya infrastruktur publik yang memadai. Faktor-faktor ini turut menunjang kota tersebut tetap layak huni, tapi karena faktor inilah perantau terus berdatangan.

Apabila hal ini tidak dikendalikan dengan strategi yang baik maka persebaran pusat ekonomi dalam negeri menjadi timpang alias tidak proporsional karena hanya berpusat pada kantong-kantong perkotaan. Lalu bagaimana solusi jangka panjang agar siklus ini dapat dikendalikan? Salah satu cara dengan pengendalian dari sumbernya.

Brain Drain

Berbeda dengan gentrifikasi yang berfokus di hilir yaitu daerah tujuan, Brain Drain atau Pelarian modal manusia berfokus di hulu yaitu daerah asal. Fenomena ini umumnya diperbincangkan dengan konteks kalangan profesional asal Indonesia memilih hijrah dan menetap di luar negeri dibanding tinggal dan memajukan negeri sendiri karena kesempatan yang lebih luas serta pendapatan yang lebih tinggi.

Lalu bagaimana dalam skala nasional? tentu terjadi. Kemana perginya? ke kantong-kantong ekonomi perkotaan dan menjadi pelaku gentrifikasi seperti yang dijelaskan di atas. Apa yang menyebabkan hal ini dapat terjadi?

Berbeda dengan pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah kota-kota metropolitan bernaung, daerah-daerah stagnan kebanyakan tidak memiliki mindset dan cetak biru perekonomian yang ambisius. Kebanyakan mentok dalam pre existing paradigm di mana hanya bergantung kepada industri lama seperti sawit, tambang, migas, tekstil dan jasa yang sudah ada sejak puluhan tahun dan hanya menunggu 'jatah' dari pusat untuk urusan mencari investasi baru.

Mau menawari skema Foreign Direct Investment ragu-ragu, mau mencari Domestic Direct Investment nanti dulu, soal mencari pendapatan untuk daerah mentok dari samsat, retribusi pajak reklame dan parkir.

Selain itu jarang ada upaya ambisius lainnya yang sebenarnya dapat diupayakan jika ada niat untuk memajukan daerah. Adapun klise yang menjadi bahan apologis selama ini adalah pemerintah daerah sedang fokus membenahi dan membangun infrastruktur, kekurangan sumber daya, hingga bukan menjadi prioritas utama. Akibatnya daerah tak kunjung maju.

Hal ini berdampak kepada ketersediaan kesempatan dan lapangan pekerjaan kepada anak-anak daerah utamanya kalangan profesional untuk berkarir dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah, dan bila terus diabaikan maka daerah akan kehilangan momentum memberdayakan dan diberdayakan oleh putera-puterinya sendiri atau bahkan mengalami defisit tenaga profesional hingga harus 'mengimpor' tenaga profesional dari daerah lain yang mana datang bukan karena keinginan sendiri tapi karena memenuhi kewajiban kontrak kerja yang tertulis "siap ditempatkan di mana saja" dan saat ini sudah banyak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun