Mohon tunggu...
Daniar Asyari
Daniar Asyari Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

@daniarasyarii

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Payung Hitam

2 Maret 2020   10:27 Diperbarui: 2 Maret 2020   15:43 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku heran cuaca akhir-akhir ini cerah sekali. Padahal sekarang sudah memasuki bulan penghujan , aku sedang rindu hujan kali ini.
 
Bahkan orang-orang mulai heran melihatku, seorang gadis di tengah teriknya matahari membawa Payung hitam.
Belakangan ini hampir setiap hari aku membawa payung Devin, takut kalau ketemu dijalan bisa langsung mengembalikan payungnya

Aku berhenti di depan sebuah toko buku. Persis tempat dimana  aku dan Devin berpisah. Aku berharap Devin ada di dalam.
Nihil. Aku berputar berkali-kali mengelilingi rak-rak buku tapi tidak ada Devin sama sekali.

Sampai akhirnya sebuah buku menarik perhatianku. Rindu hujan, judul yang tertera dibuku bersampul biru itu. Aku sedikit tertawa, bagaimana bisa kebetulan dengan situasiku saat ini. Tapi aku bukan rindu hujannya, aku rindu dia yang hadir saat hujan turun, Devin Azzam.
Aku memutuskan membeli buku Rindu Hujan, lalu kembali menyusuri jalan yang kulalui bersama Devin waktu itu. Hari masih siang dan banyak toko yang masih buka. Aku mencari toko tempatku berteduh saat hujan minggu lalu.
Toko itu masih tutup seperti terakhir kali aku kemari. Seperti tak ada yang berubah. Aku berdiri di emperan toko, mengamati orang-orang yang sibuk berlalu lalang. Berharap Devin salah satunya.

"Hei!"
Aku yang sudah merasa putus asa dan hendak pergi mengurungkan niat. Begitu mendengar seruan itu. Aku berbalik namun yang kudapati hanya rasa kecewa, itu bukan Devin.
"Manggil aku?"
"Iyalah siapa lagi? Ngapain disini? " tanya Fina padaku.
"Mau jalan pulang, kamu sendiri ngapain disini?" ujarku bohong, aku tidak ingin Fina tahu

Bukannya menjawab pertanyaanku, Fina malah menarikku pergi. Awalnya aku ingin menolak namun rasanya Devin tidak akan datang dalam waktu dekat.
"Sebenarnya ada yang inginku bicarakan padamu" ujar Fina sembari menoleh kanan kiri
"Apa?" tanyaku penasaran
"Ini tentang Devin"

Aku menghentikan langkahku. Untung saja sudah sampai di seberang jalan, jadi tidak mengganggu lalu lintas.
"Aku ingin kau bertemu dengan seseorang" Ujar Fina tiba-tiba.

Hanya sebuah kalimat namun bisa membuat perasaanku senang. Harapan yang awalnya pupus kini kembali terlihat
Ternyata Fina mengajakku ke sebuah kafe yang berada di seberang toko buku. Kami memasuki kafe diiringi dengan suara lonceng yang terpasang di atas pintu. Kami menuju meja yang menghadap jendela. Disana sudah ada seseorang yang menunggu kami.
Kini aku duduk di hadapan dua perempuan yang mengaku kenal dengan Devin. Canggung, tidak ada yang memulai obrolan.
Elia  mengeluarkan sesuatu yang ada di tasnya. Sebuah payung hitam, yang sangat persis seperti payung yang kubawa. Aku pikir ini hanya kebetulan ternyata tidak.
"Aku Elia. Ini payung milik Devin"
Aku kaget, payung yang kubawa juga milik Devin
"Sepertinya kita memiliki nasib yang sama, sejak sebulan yang lalu aku mencari Devin Azzam" ujar Elia
"Tunggu, apa ini? Aku tidak mengerti" ucapku
"Aku tahu ini sangat sulit di mengerti tapi Devin tidak nyata. Dia berbeda dengan kita" Fina menyodorkan sebuah koran lama kepadaku.
Berita di halaman utama membuatku terdiam, berusaha meyakinkan bahwa ini bohong. Foto Devin terpampang disana. Jelas tertulis  Devin adalah korban tabrak lari 1 tahun silam. Yang terjadi tepat di depan toko tempatku dan Devin pertama kali bertemu .
Itu artinya aku tidak akan bertemu lagi Devin. Pencarianku selama ini sia-sia. Devin dan aku berbeda. Dan selama ini aku jatuh hati padanya. Sekeras apa pun aku menyangkal ini kenyataannya

"Terima kasih" Hanya kata itu yang bisa kuucap.
Aku mengalih pandanganku, menatap gerai toko yang sudah tutup di seberang jalan. Entah kenapa ada rasa sakit saat mendengar penuturan Fina dan Elia.
Apa aku telah jatuh hati lada Devin? Tidak mungkin. Kami baru bertemu untuk pertama kalinya, tapi tetap saja rasanya sakit.
Aku beranjak dati kafe meninggalkan Fina dan Elia. Langkahku menuju toko itu, menatap lama toko itu.
"Terima kasih, Dev" Ucapku
Aku meletakkan payung hitam milik Devin di depan toko. Segera beranjak dari sana, meninggalkan begitu saja. Aku tidak ingin bayang-bayang Devin mengikutiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun