Mohon tunggu...
Petrus Danggalimu Pemula
Petrus Danggalimu Pemula Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Pelli - Gollu Manila, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kecamatan Wewewa Timur, Desa Wee Limbu pada tanggal 7 Februari 1983. Pernah tinggal di pedalaman Kabupaten Rote Ndao, Kecamatan Lobalain, Desa Kuli, Dusun Talilipa, sebagai pelayan anak usia dini melalui bidang pendidikan dengan visi: pendidikan berkualitas dan karakter mulia dalam diri siswa. Menjabat sebagai kepala TK-SD dari tahun 2008 hingga 2018. Kemudian, pindah ke Kupang dengan tujuan yang sama dan terlibat dalam beberapa unit pendidikan seperti Rumah Belajar Tefila di Oebufu - Kupang, Rumah Belajar Matani, dan Rumah KITA TK&SD. Saat ini, tinggal di Kota Kupang, Oebufu, sambil bertani secara organik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cinta dan Ketegasan

2 Februari 2025   14:06 Diperbarui: 2 Februari 2025   14:06 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Teman-teman, saya menuliskan lagi satu diary ini. Saya merasa cerita ini penting dan berharga. Siapa tahu ada cerita dari teman-teman yang walau kasusnya berbeda, kita bisa sama-sama belajar prinsipnya.

Ini tentang seorang anak di salah satu unit belajar setara TK. Usianya sudah 5 tahun. Hingga saat ini, ia belum bisa mengucapkan sesuatu dengan jelas, walaupun hanya satu atau dua kata, padahal ia sudah berproses di TK hampir 2 tahun. Namun, poin yang ingin saya ceritakan di sini bukan tentang bisa bicaranya atau tidak.

Dalam pengamatan saya sebelumnya, anak ini sudah bertumbuh dalam banyak hal lain. Misalnya, ia bisa melakukan perintah sederhana seperti membuka sepatu, mencuci tangan, dan mengambil snack dari tasnya. Dari sini, saya melihat bahwa tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan selain belum bisa bicara yang belum ditemukan penyebabnya.

Yang membuat saya rela mengambil waktu untuk menulis tentang ini adalah anak ini sangat sulit diarahkan untuk sekadar melihat buku, simbol huruf dan angka, tracing, mewarnai gambar sederhana, menggunting, dan lain-lain. Ia tidak mau melakukan hal itu. Ia terlihat seperti anak yang bingung dan terkesan tidak bisa melakukan hal-hal yang sebenarnya lebih enteng dari membuka sepatu dan lain-lain. Dia tidak mau diarahkan agar bisa memegang pencil dan crayon dengan benar.

Untuk itu, pada hari Kamis, 09 Maret 2023, ketika saya berkesempatan masuk dan mendampingi proses belajar di kelas mereka, saya menyaksikan bahwa masih belum ada perkembangan pada bagian yang saya sebutkan di atas. Saya mulai berpikir keras, ada apa dengan anak ini? Kalau cuci tangan bisa, buka sepatu bisa, ambil snack sendiri dalam tas bisa, lalu kenapa untuk hal sederhana seperti tracing dan mewarnai gambar tidak bisa?

Saya langsung diingatkan lagi tentang Hellen Keller. Kalau teman-teman masih ingat, Hellen Keller adalah anak yang buta dan tuli sehingga ia pun tidak bisa bicara dan dianggap juga sebagai anak yang bisu. Anak yang tidak mendengar apa-apa tidak akan bisa bicara apa pun juga. Karena apa yang dibicarakan biasanya dipengaruhi oleh apa yang didengar.

Dengan mengingat Hellen Keller itu, saya langsung tegas dengan anak ini. Saya panggil namanya dan memintanya untuk duduk di kursinya. Anak ini mendengarkan dan duduk di kursinya. Artinya, dia bisa memahami perintah. Dalam hati saya berkata: good and thank you, God.

Selanjutnya, saya minta dia untuk tracing. Apakah dia lakukan? Tidak! Dia tetap terlihat seperti anak yang bingung dan seperti biasa dia menatap tembok sambil tersenyum sendiri. Saya kembali memanggil namanya dan menatap matanya sambil berkata: kamu bisa melakukan sesuatu, buktinya kamu bisa buka sepatu, kamu bisa cuci tangan, kamu bisa ambil snack sendiri, dan sekarang ayo lakukan hal yang sama seperti yang teman-temanmu lakukan. Apakah dia lakukan? Tidak!

Sekali lagi bayangan Hellen Keller ada di depan saya. Lalu saya pegang tangannya dan membantu dia memegang pencil dengan cara yang benar sambil menuntunnya untuk tracing. Apakah mudah? Tidak! Sebab tangannya kuat dan ia berusaha untuk melepaskan tangannya.

Dalam hati saya sungguh marah, bukan karena saya benci tapi karena sulitnya untuk diarahkan. Tiba-tiba saya berkata: Tuhan tolong anak ini. Saya mengasihi anak ini Tuhan dan saya tidak mau membiarkan dia seperti ini. Saya tarik napas dalam-dalam dan kembali bicara dengan tegas sambil membayangkan bagaimana Tuhan mencurahkan kasih-Nya melalui ibu Sullivan, guru privat dari Hellen Keller.

Saya kembali memegang tangan anak ini dengan kuat, mengajarinya cara memegang pencil dengan benar, dan menuntun tangannya untuk tracing. Lalu saya juga dengan tegas mengajari cara memegang crayon dengan benar dan menuntun tangannya untuk mewarnai gambar sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun