Mohon tunggu...
Petrus Danggalimu Pemula
Petrus Danggalimu Pemula Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Gollu Manila, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kecamatan Wewewa Timur, Desa Wee Limbu pada tanggal, 07-02-1983. Pernah tinggal di pedalaman Kabupaten Rote Ndao, Kecamatan Lobalain Desa Kuli, Dusun Talilipa. Sebagai pelayan anak-anak usia dini melalui dunia pendidikan dengan Visi: pendidikan berkualitas dan karakter mulia dalam diri siswa, sebagai kepala TK-SD. Kemudian pindah ke Kupang dan melayani anak remaja di Rumah Belajar Tefila - Oebufu - Kupang. Sekarang tinggal di Kota Kupang-Oebufu dan pekerjaan terakhir sebagai petani sayur organik-Oebufu-Kupang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisahku, Kesedihan Terdalamku

19 Oktober 2019   09:58 Diperbarui: 3 Juli 2020   14:39 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beta kepingin dengar dari BAPA sendiri:  "JANGAN TAKUT DAN GELISAH PETRUS, MARTEN HANYA TIDUR SEBENTAR".

Marten anakku. Engkau bukan sekedar beta punya ponaan (anak dari kakak perempuannya beta yang memiliki keterbelakangan mental, yang bernama Monika). Umur kita hanya selisih 6 tahun saja, Marten hanya sedikit lebih muda 6 tahun. 

Selama mama (neneknya Marten) masih ada, Marten telah kami anggap sebagai adik kandungku sendiri, lebih tepatnya sebagai anak bungsu dari mama. 

Lebih dari status sebagai bungsu, hubungan antara beta dan Marten adalah sahabat karib sejak masa kecil. Berbagai suka dan duka, tawa dan canda serta menangis, kita alami bersama. Ada banyak hal lain yang kita alami semasa kecil yang sulit dilupakan dan beta merasa bahwa kita punya ikatan emosional yang kuat. Selalu makan bersama dan kadang sepiring, kita bermain bersama dan kadang juga kita saling marah. Intinya bahwa kita sangat akrab dan keakraban ini tidak dapat dinilai dengan uang atau barang berharga apa pun.

Hal yang paling berkesan dan membuat beta cukup kesulitan dan rasa berat adalah ketika suatu saat beta harus ke Kupang untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh karena kita harus berpisah dalam waktu yang lama. 

Yang paling membuatku lebih berat lagi adalah ketika Marten mau mengantar beta jauh-jauh ke pelabuhan Waingapu namun Marten tidak mau turun dari atas kapal ketika kapal akan berlayar saat itu. Mau tidak mau Marten menghantar beta sampai di Kupang. Ini semata-mata karena kita terlampau akrab sebagai sahabat Marten.

Di Kupang kita sempat menikmati waktu bersama walau tidak berlangsung lama. Kita sempat masak-masak bersama, timba air bersama di rumah kaka Paulus di Sikumana dan jualan bersama di beberapa pasar desa di sekitar kota Kupang seperti pasar Baun, Oesao dan juga Camplong. Betapa nikmatnya persahabatan itu. Masih ingat kan?

Lalu pada saatnya Marten pulang Sumba karena masih terikat dengan Sekolah, maka tidak ada pilihan. Marten harus pulang demi cita-cita. Waktu itu beta hanya bisa mengantarmu di Dermaga Bolog, beta tidak mungkin mengantarmu seperti Marten mengantar beta ke Kupang, sedihnya bila mengingat hal itu. Beta dikuatkan bahwa Marten ditemani Maryana Letemajatana dalam perjalanan pulang ke Sumba.

Masih teringat dengan jelas dikala kita saling melambai tangan penuh rindu dari kejauhan kapal berlayar. Sungguh hati ini sangat pilu dan berderai air mata, yang tentunya Marten alami juga, beta cukup mengenalmu sahabat. 

Kepingin memelukmu erat pada saat itu tapi tangan hanya bisa terus melambai sampai wajahmu tidak tampak lagi. 

Senja ini, di terminal Tedis Kupang, beta sementara duduk seorang diri. Bukan tanpa alasan, tetapi karena Marten pergi mendahului beta selamanya. Saat duduk di tepi pantai ini, seolah melihat dirimu lagi sedang melambaikan tangan diantara kapal-kapal yang berjejeran di lautan. 

Sungguh beta berharap bahwa Marten benar-benar ada diantara orang-orang di kapal tersebut. Beta tau bahwa Marten merindukan hal yang sama, Benar, kan? Bt seperti orang gila yg bicara sendiri, sudahlah turunlah dari kapal itu. Beta kepingin mendekapmu erat.

Beta lanjut cerita kita ya Lelu (ini panggilan akrab kita kan Marten) Beberapa tahun kemudian saat bapa meninggal dan juga waktu beta turun penelitian berhubungan dengan tugas akhir perkuliahan, kita berjumpa lagi dan semua masih berjalan dengan baik. Mama juga masih terlihat sangat sehat. Lalu pada saat beta pung  kuliah hampir selesai, beta mengalami kecelakaan motor di Kupang. Kecelakaan ini membuat beta benar-benar tidak bisa jalan dan asli 2 bulan di tempat tidur. Beta dibantu oleh kakak Paulus dan anak-anaknya dalam masa pemulihan. Dalam kondisi beta yang seperti itu Marten rela-rela datang bersama mama untuk melihat dan turut merawat beta. Sungguh betapa Marten masih sangat mengasihi beta.  

Terima kasih banyak untuk semuanya itu Marten.  Cintamu begitu luar biasa. Beta tidak bisa membalasnya. Sambil merawat beta,  Marten dan mama juga menunggu beta hingga diwisuda walau menggunakan tongkat. Waktu menunggu yang lama ini membuat beta sempat memperkenalkan mama dan Marten pada pemimpin rohaninya beta (Kak Elis). 

Marten masih sempat ikut kelas pengajaran dan sempat kerja di toko d'Best milik kemuridan saat itu menangani fotocopi. Tetapi pada saat beta selesai wisuda dan saatnya mama pulang Sumba, mala beta keberatan bila Marten di Kupang karena beta tau persis tidak ada yang akan merawat mama. Akhirnya Marten pulang Sumba bersama mama.

Beta sangat tau bahwa waktu itu Marten dan mama punya kerinduan besar agar beta ikut pulang ke Sumba karena kuliah telah selesai. Tetapi agar tidak mengecewakan mama dan Marten, beta sengaja pakcing pakaian dan kirim dahulu sebagai bukti bahwa beta juga akan susul pulang Sumba. Tetapi beta tidak benar-benar pulang. Apa yang menjadi harapan mama dan Marten pun tidak terjadi. 

Alasan beta yang sangat kuat hingga pada akhirnya Mama dan Marten meninggal adalah karena beta mendapat panggilan Tuhan untuk melayani anak-anak Tuhan di belahan bumi lain di NTT, yakni Rote Ndao Desa Kuli. 

Beta tau bahwa waktu itu Marten dan mama sangat kecewa dengan keputusan beta. Tetapi beta juga tahu bahwa tidak ada pilihan untuk tidak melayani Tuhan. Beta hanya berharap TUHAN yang beta sembah dapat berbicara dengan cara-Nya sendiri kepada Marten dan mama.

Demikianlah kita kembali menjalani kehidupan kekeluargaan jarak jauh. Saat beta telah berada di Rote, tidak pernah lupa Marten memberi kabar ketika mama dalam kondisi sakit. Hatimu sungguh mulia Marten. 

Marten seringkali menelpon beta walau tidak selalu terhubung karena tempat beta melayani tidak memiliki jaringan seluler. Kita baru bisa saling kontak ketika berada di tempat yang ada signal, lalu saling tanya kabar dan selalu ditutup dengan berdoa bersama terlebih untuk kondisi mama yang sakit.

Maafkan beta karena waktu itu bahkan hingga sekarang tidak selalu punya uang untuk beta kirim, sekali pun sekedar biaya pengobatan mama. Dan bila bertepatan dengan beta pegang uang maka  beta berusaha kirim walau tidak seberapa. 

Beta juga tahu bahwa Marten sering kali marah dan emosi dengan beta, dan beta hanya berusaha menenangkan diri serta mengabaikan semua marah dan emosi Marten. Hal ini Marten lakukan karena beta tidak kunjung pulang, sementara mama dalam kondisi sakit dan seringkali menyebut nama beta supaya segera pulang.

Marten, beta masih berharap Marten dapat membaca tulisan ini, dan walau tidak pernah bisa lagi, tidak apa-apa. Beta berharap malaikat kecilmu akan membacakannya pada rohmu. Jujur Marten, bahwa selama mama sakit, beta hanya benar-benar menaruh harapan pada Tuhan sekaligus kepada Marten untuk merawat mama. 

Tidak lebih dari itu. Mungkin beta jahat, maafkan beta. Tuhan ampuni Petrus. Dan ketika satu kali mengetahui bahwa kak Lina pulang dari Surabaya, betapa senangnya beta punya hati, karena akan ada penambahan orang yang membantu merawat mama.

Tetapi bagaimana pun keberadaan kak Lina di sana, beta tahu bahwa hal itu tidak merubah keadaan mama. Selain penyakit yang mama deritai, usia mama pun berbicara. Saya dengar bagaimana keadaan mama yang semakin hari mama semakin parah.

Kemudian Marten tahu bahwa tiba juga waktu untuk ke Sumba. Beta tahu bahwa walau kesempatan itu tiba, tidak murni untuk berkunjung ke rumah. Perkunjungan saat itu bertepatan juga dengan urusannya beta dengan Deby untuk menikah. Beta akhirnya benar-benar melihat keadaan mama yang sudah menggunakan tongkat. 

Beta peluk mama dan menangis bersama dan tak lupa beta beri kesaksian tentang pelayanan di pulau Rote. Pertemuan ini pun tidak berlangsung lama. Hanya seminggu lebih dan pisah lagi.

Akhir dari cerita mama adalah ketika satu waktu setelah beta menikah (Waktu itu beta menikah di Kupang karena cukup ribetnya masalah adat dan mama tidak sempat menyaksikan pernikahan beta dan Deby, termasuk Marten kan dan selama urusan di Sumba Martenlah yang paling banyak berkorban juga untuk urusan beta) sekitar Nopember 2017, kak Lina menelpon dan menyampaikan dengan tegas seperti ini "jika masih ingin bertemu mama pada hari-hari terakhirnya, maka segeralah datang". 

Kata-kata itu begitu meyakinkan akan keberadaan mama dan langsung saja saat itu tanpa menunda, beta bersiap-siap untuk ke Kupang lalu esoknya langsung Sumba. Saat beta sampai di Sumba, beta telah dapati napas napas terakhir mama. 

Beta coba berteriak memanggil mama sambil menangis dan mama pun masih sadar dan sempat menjawab saat beta bertanya "apakah mama mengenali beta?" Mama bilang "woudona Petu anagu" yang artinya engkau Petrus anakku. Mama masih mengenali beta dan  beta ajak mama untuk benar-benar percaya pada Tuhan dan melepaskan pengampunan bagi siapapun yang dibencinya termasuk  beta. 

Mama berkata bahwa dia percaya Yesus dan tidak membenci siapapun. Beta coba membantu mama mengingatkan orang-orang yang sering membuat mama sakit hati. Dari sekian orang yang beta sebut hanya ada satu orang yang benar-benar sulit untuk mama lepaskan pengampunan. 

Beta coba panggil orang tersebut untuk bicara dengan mama tetapi waktu mama lihat wajahnya, mama menggeleng kepala pertanda tidak mau melepaskan pengampunan. Beta ajak mama berdoa dan beberapa saat kemudian mama meninggal. 

Betapa waktu itu beta, kak Lina, kak Tina (sudah berkeluarga) dan Marten sama-sama menangis penuh duka yang mendalam mengingat semua jasa dan pengorbanan mama bagi kami. Kematian mama menjadi hari terakhir pula pertemuan dengan Marten.

Beberapa hari setelah mama meninggal, beta pun kembali ke tempat pelayanan seperti biasa. Walau beta punya hati tidak tega meninggalkan kak Lina dan Marten serta kak Monika (mamanya Marten). Beta tetap pergi dengan menyerahkan segala perasaan pada TUHAN. 

Beta percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Terkadang kita saling kontak satu sama lainnya (kita bertiga: beta, kak Lina, dan Marten) saling menanyakan keadaan. Kadang Marten selalu di tempat kerja pada saat telponan. Wajar karena Marten harus bekerja sebagai Polisi Pamong Praja di Waitabula yang merupakan ibukota dari kabupaten Sumba Barat Daya. Setiap komunikasi lewat telpon, tidak lupa kita selalu selingi dengan canda seperti dulu, masa-masa bersama saat masih kecil hingga usia SMA.

Beta masih ingat pesan mama buat  Marten semasa mama masih sehat. Nak Marten harus sekolah baik-baik supaya bisa merawat mamanya Marten sendiri yang memiliki keterbelakangan mental. Marten dengan semangatnya berkata gampang. Mengingat hal ini sungguh buat beta benar-benar sedih dan mengalami duka yang mendalam.

Satu tahun kemarin (tahun 2018) beta masih mendengar bahwa Marten tetap semangat dalam bekerja dan menjalani hidup. Beberapa kali juga mendengar cerita dari kak Lina tentang perbedaan cara berpikir yang berujung pertengkaran antara Marten dan kak Lina. Tapi beta anggap itu sebagai hal yang biasa dalam rumah tangga asalkan diresponi dan diselesaikan dengan baik.

Tetapi 6 bulan terakhir (masuk tahun 2019) beta dengar bahwa Marten sakit-sakitan dan sering opname di rumah sakit. Awalnya beta berpikir itu mungkin sakit yang tidak terlalu mengkwatirkan. Ketika kemudian mendengar bahwa Marten masuk RS lagi dan lagi hingga 2 kali masuk ruang ICU, beta benar-benar mulai kwatir. 

Kondisi ini membuat beta kadang menyendiri dan menangis. Beta sadar bahwa beta tidak bisa buat apa-apa dengan Marten.  Kondisi kami di Kupang yang tidak selalu berkecukupan secara finansial, membuat beta kadang panik dan penuh dengan kekuatiran. Beta  benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa, selain berdoa kepada BAPA yang empunya segalanya.

Jujur, sejak pindah di Kupang Desember 2018 bukanlah perkara yang mudah buat beta. Beta dapat mengalami dengan jelas perbedaannya  waktu beta masih di Rote (desa) dan ketika beta di kota. Kebutuhan keluarga saja kadang tidak tercukupi dalam sebulan. 

Kadang beta melihat istri jalan kaki dari tempat pelayanan ke rumah yang cukup jauh, belum lagi kendaraan yang simpang siur, karena tidak ada biaya transportasi. 

Hal ini semakin menambah beban pemikiran. Yang dapat beta lakukan adalah beta berdoa pada BAPA agar Marten sembuh. Maafkan beta karena beta tidak bersamamu pada masa-masa sukarmu Marten, padahal Marten selalu ada atau selalu meluangkan waktu dalam beta punya masa sukar.

Hari-hari terakhir menjelang kematian Marten, beta hanya bisa sarankan untuk dirujuk ke RS Siloam Kupang tanpa beta beri sesuatu yang sifatnya materi, karena memang beta tidak punya. Hal ini sudah beberapa kali beta sarankan agar Marten dirujuk ke Kupang, sebab beta tahu Marten adalah pasien BPJS.

Terakhir tanggal 11 Oktober kemarin ketika telponan lagi dengan kak Lina, lagi-lagi Marten kembali masuk RS untuk ke-7 kalinya dan hal yang sama beta belum memiliki sesuatu yang dapat beta berikan selain meminta kepada BAPA yang empunya hidup agar Marten dipulihkan. 

Beta berusaha meyakinkan kak Lina agar Marten benar-benar di rujuk ke Kupang, dan kali ini kak Lina berusaha tapi apa mau dikata, dokter marah karena sebelum-sebelumnya mereka telah sarankan untuk dirujuk ke Bali atau ke Kupang tapi karena keadaan tidak memungkinkan, maka pasrah dengan keadaan.  Saat kak Lina memohon rujukan, kondisi Marten sudah tidak memungkinkan lagi untuk dirujuk ke Kupang karena jantung dan paru-paru sudah rusak menurut dokter. Terakhir beta hanya dengar Marten meraung-raung kesakitan. 

Beta masih dengar suara Marten pada menit-menit terakhir Marten memohon pada kak Lina agar di bawa ke Waingapu untuk di rawat di sana dan juga meminta untuk pulang rumah dengan jasa transportasi bus. Apa daya, kak Lina harus mengikuti kata dokter, Marten tidak bisa di bawa ke mana-mana lagi. Terpaksa beta matikan HP dan berencana untuk telpon lagi.

Sebelum waktunya untuk beta telpon lagi, tiba-tiba beta melihat di akun FBnya Esty Kaka yang adalah anak dari bapa saudara yang memuat foto Marten yang terbaring lemah di rumah sakit disertai tulisan "GWS bro" tapi beta tak berkuasa memberi komentar. 

Akhirnya tepat jam 4, beta lihat lagi status di akun FB yang sama mengucapkan "selamat jalan kk Marten". Istrinya beta juga kaget dan beta memintanya untuk menelpon kak Lina karena beta tidak sanggup untuk bicara

Tuhannnnn kenapa secepat ini terjadi. Kenapa secepat ini Marten pergi. Beta seperti anak kecil yang tidak paham apa-apa, beta seperti menyalahkan TUHAN Marten. Beta berdoa agar Tuhan mampukan beta untuk hadapi semua ini. Beta tidak punya apa-apa yang sifatnya materi. Beta juga tidak punya uang. Beta juga tidak bisa berangkat walau hanya sekedar menggali lubang dan menggotong mayatmu Marten. Keadaan beta memang seperti ini, beta tidak mau seolah-olah beta punya uang. 

Beta sudah sampaikan ke kak Lina bahwa tidak memungkinkan untuk beta pergi. Beta tidak mau bila hanya menjadi beban buat teman-teman dalam komunitas, yang mana beta tahu persis mereka juga tidak punya uang, walau beta dengar dari istri dan beberapa teman bertanya: ada rencana  ke Sumba?

Beta hanya masih berharap untuk yang terakhir kalinya, BAPA dapat membangkitkan dia dari kematian. Beta kepingin dengar BAPA berkata: "JANGAN TAKUT DAN GELISAH PETRUS, MARTEN HANYA TIDUR SEBENTAR". Beta kepingin dengar BAPA hari ini. 

Paling lambat esok ya BAPA. Hari ini hari kedua, biasanya upacara penguburan dilakukan pada hari ketiga. BAPA please, MARTEN masih sangat muda. Tolong ya BAPA. Petrus yang berdosa ini penuh harap pada-Mu. 

Bila Engkau membangkitkan-Nya ya BAPA, Petrus percaya bahwa akan ada banyak orang Sumba yang percaya kepada-Mu ditengah-tengah kehidupan yang sangat duniawi. MARTEN akan menjadi alat kesaksian-Mu. Aku bersedia mendampinginya dalam setiap kesaksian-Nya ya BAPA. Ini permohonanku ya ALLAH TRITUNGGAL. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun