Beberapa hari setelah mama meninggal, beta pun kembali ke tempat pelayanan seperti biasa. Walau beta punya hati tidak tega meninggalkan kak Lina dan Marten serta kak Monika (mamanya Marten). Beta tetap pergi dengan menyerahkan segala perasaan pada TUHAN.Â
Beta percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Terkadang kita saling kontak satu sama lainnya (kita bertiga: beta, kak Lina, dan Marten) saling menanyakan keadaan. Kadang Marten selalu di tempat kerja pada saat telponan. Wajar karena Marten harus bekerja sebagai Polisi Pamong Praja di Waitabula yang merupakan ibukota dari kabupaten Sumba Barat Daya. Setiap komunikasi lewat telpon, tidak lupa kita selalu selingi dengan canda seperti dulu, masa-masa bersama saat masih kecil hingga usia SMA.
Beta masih ingat pesan mama buat  Marten semasa mama masih sehat. Nak Marten harus sekolah baik-baik supaya bisa merawat mamanya Marten sendiri yang memiliki keterbelakangan mental. Marten dengan semangatnya berkata gampang. Mengingat hal ini sungguh buat beta benar-benar sedih dan mengalami duka yang mendalam.
Satu tahun kemarin (tahun 2018) beta masih mendengar bahwa Marten tetap semangat dalam bekerja dan menjalani hidup. Beberapa kali juga mendengar cerita dari kak Lina tentang perbedaan cara berpikir yang berujung pertengkaran antara Marten dan kak Lina. Tapi beta anggap itu sebagai hal yang biasa dalam rumah tangga asalkan diresponi dan diselesaikan dengan baik.
Tetapi 6 bulan terakhir (masuk tahun 2019) beta dengar bahwa Marten sakit-sakitan dan sering opname di rumah sakit. Awalnya beta berpikir itu mungkin sakit yang tidak terlalu mengkwatirkan. Ketika kemudian mendengar bahwa Marten masuk RS lagi dan lagi hingga 2 kali masuk ruang ICU, beta benar-benar mulai kwatir.Â
Kondisi ini membuat beta kadang menyendiri dan menangis. Beta sadar bahwa beta tidak bisa buat apa-apa dengan Marten.  Kondisi kami di Kupang yang tidak selalu berkecukupan secara finansial, membuat beta kadang panik dan penuh dengan kekuatiran. Beta  benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa, selain berdoa kepada BAPA yang empunya segalanya.
Jujur, sejak pindah di Kupang Desember 2018 bukanlah perkara yang mudah buat beta. Beta dapat mengalami dengan jelas perbedaannya  waktu beta masih di Rote (desa) dan ketika beta di kota. Kebutuhan keluarga saja kadang tidak tercukupi dalam sebulan.Â
Kadang beta melihat istri jalan kaki dari tempat pelayanan ke rumah yang cukup jauh, belum lagi kendaraan yang simpang siur, karena tidak ada biaya transportasi.Â
Hal ini semakin menambah beban pemikiran. Yang dapat beta lakukan adalah beta berdoa pada BAPA agar Marten sembuh. Maafkan beta karena beta tidak bersamamu pada masa-masa sukarmu Marten, padahal Marten selalu ada atau selalu meluangkan waktu dalam beta punya masa sukar.
Hari-hari terakhir menjelang kematian Marten, beta hanya bisa sarankan untuk dirujuk ke RS Siloam Kupang tanpa beta beri sesuatu yang sifatnya materi, karena memang beta tidak punya. Hal ini sudah beberapa kali beta sarankan agar Marten dirujuk ke Kupang, sebab beta tahu Marten adalah pasien BPJS.
Terakhir tanggal 11 Oktober kemarin ketika telponan lagi dengan kak Lina, lagi-lagi Marten kembali masuk RS untuk ke-7 kalinya dan hal yang sama beta belum memiliki sesuatu yang dapat beta berikan selain meminta kepada BAPA yang empunya hidup agar Marten dipulihkan.Â