Ada anekdot di antara wibu Semarang: "Acara apa saja jika mau ramai, kasih saja sesi cosplay". Ramai peminatnya, tetapi beberapa orang lebih suka memakai kostum daripada membuatnya. Maka di situlah ada prospek pekerja desain: jasa sewa dan jualan kostum!
Di Semarang, apapun acaranya, kasih saja acara main kostum (cosplay). Apapun yang menjadi acara utama, entah bagaimana hal ini bisa disematkan dalam acara. Lomba pelajaran, reuni, acara bank, hingga memberikan penghargaan pada mahasiswa berprestasi. Acaranya bisa di mal, gedung sekolah, hingga ikon bersejarah. Ingin acara ramai? Tambahkan saja pengumuman bahwa ada acara cosplay. Acara yang senggang bisa tiba-tiba berubah menjadi ramai dengan berbagai kostum.
Keramaian ini juga berarti kebutuhan akan kostum. Kostum dalam dunia cosplay profesional tidak bisa dibilang murah. Penyewaaan kostumlah jawabannya.
Hal inilah yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja desain. Baik dari lulusan SMK dan perguruan tinggi berbasis fesyen maupun otodidak dapat berbisnis di sini. Selain mahir menjahit, syaratnya tambah satu: tahu tren wibu.
Budaya Cosplay di Semarang
Cosplay berakar dari kata costum playing atau yang dalam bahasa Indonesia main kostum. Pelakunya biasa memakai kostum yang menyerupai tokoh fiksi atau non-fiksi tertentu.
Kegiatan ini merupakan bentuk ekspresi dari pengagum tokoh dari budaya populer, bisa dari film, meme, atau bahkan referensi sejarah.
Karakter dari animasi budaya populer khususnya Jepang, Amerika Serikat, dan belakangan ini Cina menjadi yang paling populer. Baik tokoh film, gim, atau lainnya diperankan oleh para "cosplayer", sebutan pelaku cosplay.
Kurang bisa dipastikan kapan budaya ini masuk ke Semarang. Namun komunitas penghobi cosplay Semarang di Facebook sudah ada sejak 2011. Komunitas yang sudah lama ini memiliki sistem yang sudah terbentuk.
Acara perkumpulan mereka diadakan oleh event organizer, bisa dari perusahaan atau himpunan mahasiswa. Ada pula penyewa kostum yang membuat sendiri atau mengimpor kostum untuk dipinjamkan. Ada pula penjaja makanan, pernak-pernik, dan foto cosplayer.
Hiburan yang disediakan juga berupa musik yang dibawakan oleh band, grup idola lokal (chika idol), atau DJ. Lagu pun tak harus dari Jepang, bisa k-pop, pop Indonesia bahkan koplo.
Demam Cosplay Semarang
Melonjaknya jumlah acara yang menyertakan perlombaan atau sekadar pertemuan cosplayer di Semarang sulit untuk dibuat data. Namun dapat kita saksikan naiknya jumlah unggahan di akun komunitas cosplay Semarang atau komunitas budaya pop Jepang lainnya.
Jika sudah memasuki musim liburan sekolah, jumlah acara yang diselenggarakan terkadang melebihi jumlah hari libur mingguan yang hanya dua saja. Tak jarang pula terselenggara di dua tempat yang berbeda.
Meski mengalami lonjakan besar, komunitas cosplay di Semarang sudah ada sejak lama. Seperti grup Facebook "COSPLAY SEMARANG [OFFICIAL]" yang tercatat didirikan 27 Juli 2011, menunjukkan bahwa komunitas cosplay sudah lama berada di Semarang.
Lagipula, tidak mungkin grup komunitas terlahir tanpa adanya komunitas yang sudah terbentuk. Dengan kata lain, pastinya komunitas lebih tua daripada grup Facebooknya.
Lonjakan dalam kegiatan ini juga bisa dilihat dari unggahan komunitas lain. Saya mengambil contoh akun Instagram @idol.semarang. Unggahan tertua dari akun ini bertanggal 24 September 2020. Ini berarti, grup dibentuk di tengah masa Pembatasan Kegiatan saat pandemi COVID-19. Ditinjau dari unggahan-unggahan awal akun ini, kemungkinan tujuan awalnya untuk mempromosikan chika idol di Semarang.
Unggahan yang dipampang dalam laman Instagram yang sama menunjukkan 110 kotak unggahan pada 2022. Berbanding dengan sekitar 200 di tahun 2023 dan 150 per 11 Maret 2024. Pasar hobi ini terus berkembang di Semarang.
Selain secara angka, beberapa pendapat pelaku cosplay yang dikumpulkan penulis menunjukkan setuju pada penaikkan animo dan frekuensi acara. Hal ini seakan mengkonfirmasi temuan penulis. Tentu harus ada kajian lebih rinci mengenai hal ini.
Lonjakan Pasca Pandemi
Pandemi berakhir, semua orang gembira. Tak terkecuali komunitas jejepangan (begitulah umumnya komunitas wibu disebut) Semarang yang langsung diwarnai perkumpulan cosplayer dan budaya populer Jepang lainnya. Satu yang khas, banyak acara yang boleh didatangi secara cuma-cuma. Berlokasi di mal-mal, acara ini kemudian mendatangkan keramaian.
Saya masih ingat acara yang diadakan beberapa event organizer di masa transisi ini mendatangkan keramaian yang luar biasa. Satu kali saya menghadiri acara pertemuan cosplayer di Mal Tentrem. Saya datang terutama karena biaya masuknya gratis.
Acara bertajuk Infinifest yang diadakan Mal Tentrem pada 20-21 Agustus 2022 sukses menarik animo masyarakat umum. Mungkin di antaranya ada yang tidak sengaja lewat. Acara diadakan di koridor lantai 2 sebuah mal. Saking ramainya memutar sebuah koridor membutuhkan waktu 3 kali lebih lama.
Beberapa kali saya temui secara tidak sengaja acara cosplay sekitar 2018-19, namun tidak seramai di pasca 2022. Mal nampaknya sudah menaruh kepercayaan terhadap acara seperti ini. Sangat mudah menjumpai jadwal acara seperti ini di media sosial bahkan yang diadakan di sekolah-sekolah.
Melihat Lebih Luas
Penelitian sosiologis berbasis wawancara Anastasia Seregina dan Henri Weijo bertajuk Play at Any Cost: How Cosplayers Produce and Sustain Their Ludic Communal Consumption Experiences membahas tentang pencarian kesenangan dari pegiat cosplay, terutama Finlandia dari 2011-2013.
Seperti judulnya yang menceritakan bagaimana komunitas ini mencari kesenangan, umumnya mereka mengedepankan kepuasan pribadi dalam bermain kostum.
Kebanyakan narasumber membuat sendiri kostumnya, namun juga ada yang membeli. Pada akhirnya mereka akan beraksi mengikuti sang tokoh fiktif, membuktikan siapa yang terbaik.
Di Indonesia sendiri, ada sebuah fenomena cosplayer berhijab. Mereka adalah muslimah yang ingin memerankan tokoh idolanya tanpa melepaskan kewajibannya untuk menutup aurat.Â
Jika kita mencari tulisan ilmiah tentang cosplay di Indonesia melalui GoogleScholar, artikel mengenai potensi bisnis cosplay di Indonesialah yang dapat mengalahkan jumlahnya. Fenomena di komunitas ini sangat berbeda satu sama lainnya.
Semarang sendiri masih berkembang pesat. Di satu kesempatan, penulis bertemu dengan seorang pegiat cosplay dari Suarabaya yang tidak bisa disebutkan namanya.Â
Baginya, komunitas Semarang masih perlu banyak belajar, terutama mengenai penilaian. Jika kostum dibuat sendiri, maka itu adalah penilaian utama. Jika dapat memaksimalkan aksi di atas panggung itu adalah penilaian lainnya.
Beberapa kota yang sudah sering mengadakan acara seperti Jakarta, Bandung, Samarinda, Surabaya, dan masih banyak lagi. Semarang bisa saja berkembang menjadi kota dengan komunitas cosplay besar selanjutnya.
Sebuah Peluang Bisnis
Tidak semua orang yang melakoni hobi ini mau membuat kostumnya sendiri. Peluang ini memang sudah ada sedari sebelum Pembatasan Kegiatan selama pandemi. Namun, kini peluang dari industri ini melembung besar. Dan layaknya gelembung sewaktu-waktu bisa pecah.
Penghobi yang mempunya kostum sendiri melalui jual beli atau membuatnya sendiri sering kali membuka penyewaan kostum. Umumnya mereka membuka paket beberapa hari. Dan kita dapat menjumpai pula dalam keterangan unggahan, dari mana kostum itu disewa.
Penyewa biasa membuka harga dari puluhan hingga ratusan ribu. Sering kali mengikuti kerumitan ornamen kostum yang disewakan. Umumnya masa sewa adalah 3 hari terhitung dari pagi/siang pertama.
Berbagai peluang baru bisa saja tercipta. Temuan Timothy dan Hidayat dalam tulisan Cosplay in Indonesia: It's Not Just Cosplay, It's a Business Opportunity menunjukan ada beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan cosplay, pembuat dan pedagang kostum. Namun begitu, kepuasan itu bermacam-macam, ada yang mencari kesempurnaan ada yang mencari permainan.
Tak jarang, pelaku cosplay di Semarang menyematkan alamat akun dari toko sewa. Yang mengejutkan adalah toko banyak diantaranya berada jauh di Kabupaten Semarang, Surabaya, bahkan Jakarta. Dengan kata lain, pasar Kota Semarang masih terbuka lebar.
Menurut penulis, industri ini, terlepas dari kemungkinan gejolak sosial, politik, dan ekonomi, bisa dibilang aman. Dari bahan yang ditambah dengan kerumitan kostum, bisa dijadikan nilai jual. Kain pun memiliki pangsa pasar sebagai kebutuhan primer, sehingga mudah mendapatkan suplai.
Spekulasi harga selalu tercipta ketika karakter gim atau anime naik daun. Dan dengan cepat, spekulasi itu meletus. Pamor sang karakter perlahan hilang. Namun, tokoh baru tercipta dengan cepat.
Sederhananya, kalau ada tokoh yang sedang tren, sikat aja. Kalau sudah tidak diminati, buat dan sewakan yang baru lagi, dan begitu seterusnya.Â
Adanya penyewa yang mengikuti tren dan spekulasi harga yang tidak terlalu tinggi. Bisnis ini bisa dibilang cocok untuk mereka yang bisa menjahit dan mendesain pakaian, lebih-lebih jika pebisnis juga wibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H