Waktu berjalan lemah gemulai, seirama alunan lagu nan syahdu mendayu-dayu. Bunga-bunga harapan bermekaran di hati Ucok. Hari-hari terus berganti, mengantar pak Sukir melepaskan jabatannya.
Ucok tekun menanti saat itu tiba, dan terus setiap pagi memasak air.
Seminggu sebelum pensiun, pak Sukir cuti. Ucok ditunjuk jadi pelaksana harian Chief Security. Angin sejuk berhembus membelai, dengan riang hati Ucok menerima tugas itu.
Bagai pimpinan kawanan gajah, Ucok berjalan dengan pongah, menuju pos jaga, dikumpulkan semua anggotanya. Ia umumkan, mulai saat itu ia yang menjadi Chief Security, walau baru sebagai plh.
Seketika itu, Ucok berpatroli didampingi dua orang sekuriti. Keliling menyusuri setiap sudut-sudut ruangan kantor. Ia sampaikan berita kepada setiap karyawan yang ia temui. Ia tunjukkan dirinya sebagai plh Chief Security. Dialah figur pengganti pak Sukir.
Semua karyawan mulai berbisik, mendesis bagai gemerisik daun kering tertiup angin. Ucok tidak perduli dengan semua itu.
Patroli berlanjut menuju kantin. Di kantin banyak orang nongkrong minum kopi, makan gorengan hangat, merokok. Baru saja wajahnya nongol di pintu sudah ada orang yang menyapa.
"Wah, calon komandan besar nih ?" ujar seseorang sambil memainkan rokoknya.
Ucok tahu itu tertuju kepadanya. Ia ikut menyulut rokoknya yang sedari tadi hanya dimain-mainkan saja dengan jarinya.
"Sudah pasti pak Ucok lah yang bakal mengganti pak Sukir."Â Sahut bu Subi, pemilik kantin, sambil terus mengaduk kopi susu pesanan pembeli.
"Pasti. Dia dekat dengan para pejabat."Â Ujar yang lainnya menambah semangat makin membara.