Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ketika Ramadhan Akan Berlalu

19 April 2023   22:30 Diperbarui: 19 April 2023   22:32 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menhub Budi Karya Sumadi, melepas keberangkatan peserta mudik gratis dari tiga instansi: Kemenhub, BUMN dan Polri. (Dephub.g0.id)

Menghadapi tradisi mudik tahun ini (2023), dan untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan, pemerintah berupaya secara maksimal memfasilitasi pelaksanaan mudik agar berjalan dengan tertib, nyaman, aman, dan paling penting selamat sampai tujuan.

Peran pemerintah yang sangat positif itu, di antaranya dilaksanakan oleh Kemenhub bekerjasama dengan BUMN, dan Polri. Pelepasan peserta mudik gratis sepeda motor dengan bus dan truk oleh Kemenhub berlangsung di Terminal Jatijajar, Depok. Sementara, keberangkatan mudik gratis oleh BUMN diselenggarakan di Senayan, Jakarta dan keberangkatan peserta mudik gratis oleh Polri dilakukan di Silang Monas, Jakarta. (Dephub.go.id, 18-04-2023)

Sebenarnya mudik bukan merupakan ritual keagamaan, namun telah menjadi ritual sosial keagamaan, yang dilaksanakan biasanya beberapa hari menjelang berakhirnya bulan suci Ramadhan, hingga beberapa hari setelah hari raya Idul Fitri. Kemudian pemudik satu persatu akan balik lagi ke perantauan masing-masing.

Dikarenakan acara mudik itu, kebanyakan kita jadi tampak semakin bersemangat serta menampakkan raut wajah yang sumringah. Aksesori lahiriah pun tidak ketinggalan, baju baru, sendal baru, perhiasan, dan lainnya. Lalu di meja tamu, aneka macam hidangan yang amat merangsang lidah untuk mencicipinya, tersedia komplit.

Tidak hanya itu, konon tempat pegadaian pun tiba-tiba menjadi pusat perhatian dan tempat memperoleh solusi. Semua itu untuk menyambut hari raya.

Memang, Idul Fitri disebut juga sebagai "hari kemenangan", hari dimana telah kembali sucinya jati diri manusia setelah selama satu bulan penuh melakukan penyucian diri dengan shaum Ramadhan.

Bagaimana sebenarnya tradisi para sahabat Rasulullah SAW pada saat itu, dalam mensikapi hari-hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan ?
Apakah sibuk juga mempersiapkan segala macam kebutuhan untuk mudik ?

Diceritakan, menjelang berakhirnya bulan Ramadhan para sahabat Rasulullah SAW, pada umumnya justru berwajah sedih. Semakin dekat waktu Ramadhan berakhir, suasana hati para sahabat itu semakin gundah gulana. Gelisah tak tertahankan, tubuhnya seakan lunglai penuh penyesalan ditinggalkan bulan yang suci. Air mata menetes menahan kesedihan karena berpisah dengan bulan yang agung.

Mengapa demikian mengharubirunya hati para sahabat berpisah dengan bulan Ramadhan?
Pertama, sebab mereka amat sangat memahami dan menghayati hakikat bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Ramadhan bukan saja merupakan bulan yang penuh dengan ampunan, barakah dan rahmat-Nya, melainkan juga merupakan kesempatan selama satu bulan penuh, Allah SWT melipatgandakan nilai pahala bagi setiap kebajikan yang dilakukan oleh hambanya, serta menyediakan satu malam yang di dalamnya mengandung keberkahan yang amat sangat besarnya, yang nilainya lebih utama dibandingkan dengan seribu bulan. Sangat menakjubkan.

Jadi, ketika bulan itu akan berakhir, sedangkan untuk dapat bertemu dengan Ramadhan berikutnya tidak ada jaminan dari siapapun, termasuk dari Allah SWT sendiri, maka wajarlah jika wajah para sahabat Rasulullah SAW itu menjadi muram dan bersedih hati. Oleh karena itu, mereka semakin meningkatkan kepasrahannya kepada Allah SWT dengan mengoptimalkan kualitas serta kuantitas amaliah ibadahnya.

Demikian pula pada sepuluh hari terakhir, para sahabat banyak menghabiskan waktunya di masjid untuk beri'tikaf. Tidak di pasar-pasar, arena bazar, atau di super market.

Kedua, para sahabat merasa bersedih berpisah dengan bulan Ramadhan, karena mereka amat khawatir dan ketakutan jika seandainya seluruh amaliahnya selama bulan Ramadhan, tidak memperoleh nilai di hadapan Allah SWT.

Mereka sangat ketakutan jika shaum Ramadhan yang dilakukannya, hanya memperoleh lapar dan dahaga saja. Mereka sangat ketakutan jika segala bentuk ibadah yang dilakukannya, hanya sebagai haba'an mantsura, sebagai debu yang beterbangan karena tidak dilandasi rasa keikhlasan. Tanpa memberikan manfaat apapun baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Mereka pun serba ketakutan jika selama bulan Ramadhan, lahir-batinnya tidak bisa lepas dari rasa iri, ria, ujub, takabur, sombong, dengki, bakhil. Semuanya tidak memperoleh nilai sama sekali di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui. Dengan itu pula mereka khawatir bahwa target ketakwaan terlepas dari dirinya.

Dengan alasan tersebut, wajar jika Ali bin Abi Thalib r.a. selalu berlinang air mata setiap malam-malam menjelang berakhirnya bulan Ramadhan: "Duhai, dapatkah kiranya aku mengetahui siapakah gerangan orang yang telah pasti diterima amalan puasanya, agar aku dapat mengucapkan selamat berbahagia kepadanya? Dan siapakah orangnya yang bernasip malang karena tidak diterima puasanya oleh Allah SWT, agar aku dapat menghibur hatinya?"

Lain Ali bin Abi Thalib r.a. lain pula Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Wahai saudaraku yang telah pasti diterima ibadah puasanya, selamat dan berbahagialah dirimu. Wahai saudaraku yang telah ditolak ibadah puasanya, aku turut berdo'a semoga Allah SWT akan menutup bencana yang akan menimpa dirimu."

Para mufasir berpendapat bahwa atas dasar itu pula tahniah (ucapan selamat) menjadi biasa dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW ketika saling bertemu dengan para sahabat yang lainnya ketika Idul fitri. Mereka saling menyampaikan do'a, Taqabbalallahu minna waminku (waminkum), yang artinya "Semoga Allah SWT berkenan menerima (amaliah Ramadhan) diriku dan dirimu", dan bukan ucapan: "Mohon maaf lahir dan batin."

Betapa nyaman dan tenteramnya seandainya tata-cara serta adab para sahabat Rasulullah SAW itu dapat kita teladani. Lalu kita terapkan, minimal di lingkungan terkecil: Keluarga.

Setiap kali kita menghadapi hari-hari terakhir bulan Ramadhan, dan menyambut hari raya Idul Fitri, kita tidak perlu bersikap tergesa-gesa untuk mudik., minimal berita musibah kecelakaan di jalan raya yang mengerikan, yang menyertai berita mudik, tidak lagi menghiasi setiap perayaan Idul fitri.

Semoga umat Islam yang sedang mudik pada tahun ini, diberi kelancaran dalam perjalanan dan selamat sampai tujuan, bertemu sanak saudara di kampung halaman.

Taqabbalallahu minna waminkum (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun