Ketiga, al-qadr artinya "kemuliaan". Maksudnya kemuliaan seorang makhluk di hadapan kholiqnya karena unsur ketakwaannya. Dengan begitu, kemuliaan seseorang diperoleh sebagai hasil ibadah yang dilandasi pada niat yang ikhlas, dilaksanakan dengan kesabaran, berbekas dalam jiwa dalam bentuk rasa syukur.
Sehingga menghasilkan buah berupa kedamaian, ketenangan, yang berlangsung secara istiqomah, yang kemudian mengubah secara total sikap hidupnya. "Hati yang mencapai kedamaian dan ketenteraman mengantar pemiliknya dari ragu kepada yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada ingat, khianat kepada amanat, ria kepada ikhas, lemah kepada teguh, dan sombong kepada tahu diri". Itulah alam jiwa yang telah mencapai kedamaian dan dapat dijadikan sebagai bukti pertemuan anda dengan lailatul qadr. (Ibnul Qoyyim).
Keempat, al-qadr artinya "sempit". Maksudnya bahwa pada malam itu ruang dunia seolah menjadi sempit, sebab pada malam itu malaikat begitu banyaknya yang turun ke bumi. Â Sudah barang tentu kehadiran malaikat itu tidak hanya sekedar memenuhi ruang bumi dalam dimensi ruang dan waktu (dzohir).
Tapi kehadiran para malaikat itu dipahami sebagai makna keberkahan, sebab mereka berbondong-bondong membawa kebajikan yang akan diperuntukkan bagi manusia yang sedang asyik-masyuk taqarub kepada Allah.
Dengan kehadiran para malaikat itu, akan terjadi transformasi spiritual yang paling serius, suatu kesadaran terhadap pengalaman religius yang mengakibatkan manusia mengalami kelahiran kembali sebagai efek dari kualitas ibadahnya yang intensif dalam bulan Ramadhan.
Di sini, seseorang akan mampu menyaksikan kebenaran yang hakiki dengan amat jelas, dia akan sadar untuk merenung kembali, menengok ke belakang menyaksikan kesalahan-kesalahan masa lalu, kemudian bersungguh-sungguh menghapusnya. Dia pun sanggup meneropong ke depan, dan kemudian bersiap diri untuk mengisi dengan kebajikan-kebajikan.
Itulah sebabnya, banyak ulama yang mengatakan bahwa ukuran memperoleh lailatul qadr bisa dibuktikan dengan memperhatikan sikap dan perilaku seseorang setelah berakhirnya bulan Ramadhan (pasca Ramadhan).
Kelima, al qadr tidak diartikan secara harfiah tapi dalam arti "mistis". Dalam sebuah riwayat, 'Aisyah, istri Nabi SAW, pernah mengatakan bahwa lailatul qadr itu sebetulnya adalah kepribadian Nabi. Dalam referensi, ada tafsir terhadap pribadi Nabi SAW, yang disebut dengan "Nur Muhammad", yang sudah ada sebelum jagad raya ini diciptakan. Oleh 'Aisyah digambarkan bahwa lailatul qadr artinya suatu malam di mana Nabi SAW menampilkan kepribadiannya sebagai "makro kosmos". Allah SWT berfirman, "Kalau tidak karena engkau, Muhammad, Aku tidak menciptakan alam semesta ini"(Hadits Qudsi).
Karena itu pula lailatul qadr selalu dikaitkan dengan penutup surat Al Qadr: Salaam hiya hatta mathla'il fajr, artinya: malam itu penuh dengan kedamaian hingga terbitnya fajar. Â Maksudnya bahwa malam itu membawa suasana damai, dapat menciptakan rasa damai dalam hati, sebagaimana pribadi Nabi SAW yang membawa kedamaian bagi seluruh alam semesta ini. Rahmat bagi seluruh alam semesta.
Terlepas dari apapun betuk pemahaman Anda terhadap lailatul qadr, kita tetap harus ingat akan pesan Nabi SAW, bahwa jika kita bertemu dengan lailatul qadr kita dianjurkan, berdo'a: "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbu 'afwa fa'fu'annii"Â (Yaa Allah, Engkaulah Tuhan yang Maha Pemaaf, Engkau menyukai kemaafan, maka maafkanlah akan segala dosaku). Aamiin." (H.R. At Turmudzi, An Nasai dan Ibnu Majah dari 'Aisyah ra.)
Semoga kita semua dapat menggapai lailatul qadr secara optimal, sesuai dengan kemampuan dan persiapan diri, baik secara lahir maupun bathin. (*)