Kata orang cinta itu indah
Menghias hari-hari seketika yang mulanya tawar
Ini pasti kata orang yang sedang merasakan mekarnya
Kata orang cinta itu perih
Seperih relung jiwa yang terserabut akarnya
Ini pasti kata orang yang sedang merindu atau dihianati
Kata orang cinta itu kotor
Sekotor bayangan nakal terkelebat cepat di imaji
Ini pasti kata orang yang sedang dibumbui nafsu
Kata orang cinta itu tumpukan dosa
Setumpuk kotoran yang dirasakan orang yang belajar suci
Ini pasti kata orang yang menjaga dari yang terlarang
Oh, cinta.Â
Padahal cinta itu juga cinta kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan orang sekitar.
Namun, istilah cinta yang banyak dipermasalahkan dimana-mana, selalu tentang cinta antara dua individu.
Seolah rumit, padahal ia sederhana.
Sesederhana berjalan bersama berdua saling menjaga.
Sesederhana itu ya, namun ternyata tanpa aturan, ia menjadi lebih rumit dari aturan yang terlihat.
Bila cinta membiarkan gerak mata bebas mengikut naluri, ia tanpa teratur dan secara manusiawi akan memandang ke arah yang salah.Â
Bila cinta membiarkan gerak lisan mengatakan hal-hal mengenai cinta kepada para pencinta, ia akan mengatakan terlalu banyak hal yang tidak terjangkau oleh kapabilitasnya sebagai manusia.
Bila cinta membiarkan gerak tubuh gemulai meraih apa-apa yang naluri katakan padanya, ia akan menjelma menjadi monster yang tidak lagi mengenali asal muasal dan akibatnya.
Tentu saja, bagi 2 individu yang sedang dimabuk, cinta bukanlah nafsu. Namun, tidak ada cinta bila tidak ada nafsu. Nafsu ingin memandang, berdekatan, memiliki, dan menikmati seutuhnya.
Namun, cinta tanpa aturan pada akhirnya tidak bisa menghasilkan akhir cerita yang baik. Ia hanya akan mengayun-ayun pada satu cinta ke cinta yang lain, hingga nafsu dahaganya akan cinta bisa terpenuhi. Hingga sang pecinta bahkan kehilangan makna cinta itu sendiri. Cinta yang didamba dan diagung-agungkan di awal, namun selalu tawar pada akhirnya, hingga ia harus mencari lagi dan lagi. Menjadi cerita sedih yang tak berkesudahan.
Adalah cinta sejati, hanya hadir bagi mereka yang percaya pada keberadaan sang pemilik cinta, yang menitipkan rasa cinta pada kedua insan yang terpilih, untuk dijaga dan dipelihara sesuai aturan dari-Nya sebagai penyejuk hati keduanya hingga kehidupan yang lebih abadi.
Adalah cinta sejati, yang hanya bisa dirasakan bagi mereka yang merayakan cinta titipan-Nya dalam wadah yang diijinkan-Nya. Tak dicicip barang setitik agar kesucian cinta tetap terjaga, dan manisnya lebih terasa di waktu yang tepat.
Apalah arti mencicipi dan merasa semua ketika segalanya ternyata belum menjadi milik sendiri.Â
Apalah arti merayakan dan menikmati hal-hal yang justru terlarang untuk dilakukan.
Bukankah, cukup pilu memungut bunga sendiri yang layu di tengah jalan karena telah dinikmati kumbang lain.
Bagaimanakah pula, nasib-nasib bunga yang kembali pada pemilik asalnya dalam keadaan yang tidak lagi mekar.
Sungguh, setiap pilihan memiliki konsekuensinya. Dan sebaik-sebaik pilihan adalah yang paling baik bagi semua pihak, dan paling sedikit konsekuensi keburukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H