Mohon tunggu...
Danda YulistioFahrezi
Danda YulistioFahrezi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi di dunia art

Selanjutnya

Tutup

Politik

Topeng digital : encitraan para politisi di media sosial

27 Desember 2024   10:02 Diperbarui: 27 Desember 2024   10:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya rasa zaman sekarang tepatnya di era digital di mana semua serba cepat sehingga media sosial bisa dijadikan landscape berkomunikasi politik secara luas dan juga mendalam. Para politisi juga partai politik tidak pernah lagi bergantung pada media konvensional Contohnya seperti koran, majalah, radio maupun televisi untuk menyampaikan kampanye dan juga pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan.

Karena sekarang sudah Tersedianya platform platform media sosial yang marak digunakan oleh semua orang, platform ini diantaranya yaitu seperti Tik Tok,Twitter, Instagram,Facebook maupun media sosial lainnya. Yang di mana media sosial ini di gunakan untuk mencari ruang dalam membangun citra para politisi dan orang politik dalam menyampaikan gagasan bahkan juga memobilisasi dukungan.

Namun dibalik semua kelebihan dari media sosial ini muncul pertanyaan-pertanyaan besar di kalangan masyarakat, diantaranya yaitu Apakah pencitraan ini yang di mana menggunakan media sosial benar-benar mendekatkan politik kepada rakyat atau justru ini akan menjadi sebuah alat yang memperburuk polarisasi di kalangan masyarakat dalam berpolitik khususnya di Indonesia.

Nah Adapun beberapa teknik yang digunakan para politisi untuk melakukan pencitraan politik di era media sosial ini sungguh sangat beragam politisi yang seringkali terlihat membangun Pesona yang ideal kepada para masyarakat, memberikan sebuah penampakan diri menjadi sosok yang seakan-akan dekat dan rapat dengan para masyarakat, dan para politisi berandai atau berpura-pura menjadi peduli dengan media sosial, serta para politisi ingin dilihat atau dipandang sebagai orang yang memiliki integritas yang tinggi. 

Memangnya Apa yang dilakukan oleh para politisi untuk membangun citra mereka di era digital dengan media sosial ini? Banyak dari sebagian para politisi itu menggunakan metode mengunggah foto dan video yang terakurasi dengan cermat yang di mana mereka berusaha untuk menyuguhkan diri kepada para masyarakat dengan menciptakan kesan bahwa kehidupan mereka itu adalah suatu nilai-nilai yang sama dianut oleh mayoritas masyarakat, sehingga masyarakat menganggap bahwa politisi tersebut berpihak pada rakyat. Dibantu dengan teknik-teknik pengambilan sudut yang tepat yang di mana itu juga menjadi sebuah bagian integral dan strategi pada pencitraan mereka lakukan.

Dan Selain itu para politisi ini juga memanfaatkan fitur interaktif pada media sosial dalam membangun sebuah hubungan yang dirasa lebih personal dengan para pengikut-pengikutnya, bisa melalui tanggapan komentar teknik repost atau bahkan mengadakan sesi tanya jawab langsung kepada para pengikutnya untuk membangun sebuah hubungan pendekatan. Dan mereka juga sering membagikan atau men-share kegiatan-kegiatan kehidupan atau momen-momen yang mereka lakukan sehari-hari, dengan tujuan mereka dapat memberikan ilusi bahwa mereka mereka itu adalah teman ataupun anggota keluarga dari para pengikut di media sosial. Dengan mereka yang membagikan momen-momen sehari-hari itu memberi Citra bahwasanya mereka ini bukan hanya sekedar tokoh publik ataupun politisi yang jauh dari jangkauan masyarakat.

Namun dibalik dari pesona pencitraan para manusia politik di media sosial pastinya menimbulkan beberapa permasalahan yang sangat perlu diperhatikan dari mereka, di antaranya yaitu banyaknya konten-konten yang bersifat manipulatif yang berpotensi memanipulasi informasi. dan juga pastinya akan banyak sekali informasi-informasi bohong serta ujaran-ujaran yang bersifat kebencian dan kampanye hitam yang di mana akan sangat mudah menyebar melalui platform media sosial tersebut sehingga pabrik akan dibuat bingung dan sulit ketika mereka ingin mendapatkan sebuah informasi yang fakta juga akurat, dan Selain itu para politisi yang menciptakan pencitraan politik yang berlebihan justru dapat memberikan jarak antara politisi dengan masyarakat, karena seringkali Citra per politik ini disajikan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya.

Pencitraan politik di era sekarang di era digital yang menggunakan media sosial juga dapat berpotensi untuk memperburuk popularitas dari politisi. Dengan filter algoritma pada media sosial sekarang yang cenderung dapat menyajikan konten atau pun tampilan-tampilan dengan persepsi yang sesuai pengguna media sosial tersebut sehingga ini menciptakan gelembung filter yang dapat memperkuat pandangan-pandangan yang sudah mereka dapatkan sebelumnya. Yang mengakibatkan para masyarakat ini menjadi semakin terpolarisasi dan sangat sulit untuk mereka dapat menemukan sebuah titik temu. 

Nah pertanyaannya kemudian Apakah pencitraan di era media sosial yang dilakukan oleh para politisi ini menciptakan sebuah pandangan politik yang lebih dekat dengan rakyat? Jawabannya tentu tidak sesederhana itu titik karena di sisi lain media sosial ini mungkin bisa menjadi tempat untuk para politisi berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat dan juga sebagai sarana untuk mendapatkan umpan balik dari masyarakat yang lebih cepat. Namun di sisi satunya pencitraan yang mungkin dirasa berlebihan atau bahkan memanipulasi informasi itu justru dapat menjadikan politisi ini dijauhi oleh masyarakat.

TEKNIK TEKNIK PENCITRAAN DI MEDIA SOSIAL

Selanjutnya di sini saya akan membahas terkait dengan teknik-teknik pencitraan di beberapa platform media sosial diantaranya yaitu di Instagram, di Twitter dan juga di platform Tik Tok.

Di platform aplikasi media sosial Instagram, biasanya digunakan untuk para politisi untuk membangun pencitraan dengan memanfaatkan kekuatan visual yang digunakan untuk memberikan narasi tertentu tentang diri mereka. Bisa dilakukan dengan foto-foto yang di kurasi dengan cermat dengan menampilkan mereka dalam kegiatan sehari-hari yang sederhana dan merakyat contohnya yaitu dengan Mengikuti gotong royong ataupun makan di warung, duduk dengan rakyat maupun membantu para petani di ladang seperti yang banyak dilakukan oleh para politisi.

Yang di mana semua itu dilakukan untuk membangun citra baik kepada masyarakat, para politisi ingin dicap sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat. Dan dengan adanya Instagram Stories dan juga reals ini dijadikan sebuah inovasi untuk membagikan momen-momen singkat namun berempat yang akan disuguhkan kepada para pengikutnya dan juga kepada para masyarakat. Contohnya ketika mereka sedang menghadiri sebuah acara sosial ataupun momen-momen ketika mereka berbicara langsung kepada masyarakat.

Nah sementara itu pada platform Twitter ini menjadi sebuah Medan utama bagi para politisi dalam membangun wacana dan mempengaruhi terkait opini opini publik. Dengan karakteristik aplikasi tersebut yang memungkinkan sebuah komunikasi itu berjalan dengan cepat dan padat sehingga aplikasi ini sangat sering digunakan untuk menanggapi sebuah isu-isu terkini, melancarkan Sebuah kritik, atau bahkan menciptakan sebuah slogan slogan politik yang booming dan mudah dipahami. Dengan melalui thread, para politisi ini membentuk pandangan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka buat, lawan politik mereka atau bahkan diri mereka sendiri. 

Lain lagi di aplikasi platform Tik Tok yang di mana platform ini sangat digemari oleh generasi muda khususnya di Indonesia, ini juga menjadi sebuah landasan baru bagi para politisi dalam membangun citra positif mereka di kalangan generasi muda. Dengan mereka yang menampilkan Sisi santai dan juga Sisi kreatif mereka pada sebuah video pendek dengan gaya zaman sekarang atau mengikuti tantangan-tantangan populer dan trend sehingga para politisi memungkinkan terlihat lebih Humanis dan relevan di kalangan anak muda. Mereka juga biasanya menggunakan audio visual melalui Trend Trend musik untuk menyampaikan pesan politik dengan ringan dan gampang diterima, tetapi juga tetap berdampak pada opini dan persepsi para anak muda. 

EFEK PENCITRAAN TERHADAP PERSEPSI PUBLIK

Nah selanjutnya saya akan membahas terkait efek pencitraan para politisi terhadap persepsi publik pada media sosial. Yang di mana tidak perlu kita ragukan lagi bahwasanya politik di zaman sekarang itu lebih dekat penyampaiannya kepada masyarakat, dengan melalui platform platform media sosial masyarakat dapat melihat beberapa Sisi dari seorang politisi yang mungkin tidak pernah ditampilkan pada media-media konvensional. Nah kedekatan ini dapat menciptakan sebuah hubungan personal antara para pemimpin atau para politisi dengan masyarakat nya, Karena sekarang masyarakat memiliki sebuah akses langsung untuk dapat berinteraksi dengan para politisi entah itu memberikan masukan ataupun memberikan kritikan.

Namun dibalik pencitraan yang mereka bangun dengan indah, seringkali hal tersebut menyimpan realitas yang tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang mereka tampilkan. Pencitraan pencitraan tersebut cenderung sangat menekan aspek-aspek positifnya saja sementara kelemahan atau sisi buruk mereka kerap disembunyikan dari masyarakat. Akibatnya, publik seringkali terjebak dalam sebuah pandangan yang tidak sepenuhnya fakta dan akurat karena mereka disuguhkan konten-konten dan foto atau video dari para politisi yang terlihat ideal di dunia maya tetapi nyatanya tidak demikian dalam realitas politik dan pemerintahannya. 

DAMPAK NEGATIF YANG SULIT DIHINDARI

Dari penjelasan di atas juga pastinya akan muncul dampak-dampak negatif yang sangat sulit untuk dihindari, Contohnya yaitu polarisasi di antara masyarakat. Secara singkat polarisasi ialah sebuah kondisi ketika masyarakat terbelah menjadi dua bagian yang memiliki keyakinan, pandangan serta sikap yang sangat berbeda dan saling berlawanan di antara keduanya. Yang di mana algoritma media sosial ini sudah dirancang untuk menampilkan konten-konten dan juga postingan dengan preferensi dari penggunanya yang membuat banyaknya bias dan memperkuat pandangan-pandangan tertentu dalam konteks politik hal ini berarti bahwasanya masyarakat ini cenderung dapat terjebak dalam sebuah gelembung informasi atau information Bubble, mereka hanya akan dapat terpapar atau terpengaruh pada pandangan yang mungkin sejalan dan sesuai dengan keyakinan mereka.

Para politisi dan partai politik juga akan memanfaatkan fenomena dari gelembung informasi ini dengan mereka yang sering menggunakan narasi bersifat provokatif dan juga kontroversial dapat mendapatkan perhatian lebih besar dari golongan tersebut. Dengan menyebarkan konten-konten yang menonjolkan perbedaan ideologi serta menyerang lawan politiknya sehingga masyarakat akan terpecah dan menjadi sebuah kelompok-kelompok yang saling berlawanan.

Polarisasi ini juga tidak hanya terjadi di dunia maya tetapi juga akan merembet pastinya ke dunia nyata, dan dalam jangka panjang situasi ini dapat berpotensi untuk melemahkan kohesi sosial dan juga dapat menghambat terciptanya solusi bersama atau musyawarah untuk masalah-masalah bangsa.

KESIMPULAN

Mungkin dapat disimpulkan bahwasanya pencitraan politik yang dilakukan politisi di media sosial ini adalah pisau bermata dua di satu sisi Teknik ini mungkin memberikan sebuah peluang yang besar bagi para politisi untuk dapat lebih dekat dengan para masyarakat dan meningkatkan partisipasi politik di kalangan masyarakat. Tetapi di sisi lain hal ini juga dapat berpotensi untuk menciptakan persepsi yang menyesatkan dan dapat memperburuk polarisasi politik di kalangan masyarakat. Nah dan untuk memaksimalkan manfaat juga meminimalkan dampak negatifnya perlu dilakukan langkah-langkah yang strategis dari semua pihak, entah itu dari pihak politisi maupun dari pihak masyarakatnya. Para politisi mungkin harus lebih bertanggung jawab terhadap media sosial yang mereka gunakan untuk membangun citra tersebut, dengan fokus pada transparansi kejujuran dan juga penyampaian substansi. Menggunakan konten-konten dengan dialog kesehatan supaya tidak ada konflik yang dapat memperkeruh suasana.

Dari masyarakatnya mungkin harus diterapkan sikap yang lebih kritis dalam mengkonsumsi informasi di media sosial, dengan menggunakan literasi digital yang menjadi kunci untuk membedakan antara pencitraan yang autentik dan pencitraan yang mungkin terlihat manipulatif. Selain itu juga algoritma platform media sosial perlu diawasi agar konten-konten yang ditampilkan merupakan konten edukatif dan juga seimbang khususnya dalam bidang politik.

Pendekatan yang tepat media sosial ini pastinya dapat dijadikan sebuah alat yang efektif untuk memperkuat demokrasi dan mendekatkan nilai-nilai politik pada masyarakat dan kita juga tentunya perlu dapat memastikan bahwa teknologi di era digital ini memang benar-benar menjadi jembatan yang menghubungkan kita , bukan menjadi sebuah jurang yang memisahkan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun