KESIMPULAN
Mungkin dapat disimpulkan bahwasanya pencitraan politik yang dilakukan politisi di media sosial ini adalah pisau bermata dua di satu sisi Teknik ini mungkin memberikan sebuah peluang yang besar bagi para politisi untuk dapat lebih dekat dengan para masyarakat dan meningkatkan partisipasi politik di kalangan masyarakat. Tetapi di sisi lain hal ini juga dapat berpotensi untuk menciptakan persepsi yang menyesatkan dan dapat memperburuk polarisasi politik di kalangan masyarakat. Nah dan untuk memaksimalkan manfaat juga meminimalkan dampak negatifnya perlu dilakukan langkah-langkah yang strategis dari semua pihak, entah itu dari pihak politisi maupun dari pihak masyarakatnya. Para politisi mungkin harus lebih bertanggung jawab terhadap media sosial yang mereka gunakan untuk membangun citra tersebut, dengan fokus pada transparansi kejujuran dan juga penyampaian substansi. Menggunakan konten-konten dengan dialog kesehatan supaya tidak ada konflik yang dapat memperkeruh suasana.
Dari masyarakatnya mungkin harus diterapkan sikap yang lebih kritis dalam mengkonsumsi informasi di media sosial, dengan menggunakan literasi digital yang menjadi kunci untuk membedakan antara pencitraan yang autentik dan pencitraan yang mungkin terlihat manipulatif. Selain itu juga algoritma platform media sosial perlu diawasi agar konten-konten yang ditampilkan merupakan konten edukatif dan juga seimbang khususnya dalam bidang politik.
Pendekatan yang tepat media sosial ini pastinya dapat dijadikan sebuah alat yang efektif untuk memperkuat demokrasi dan mendekatkan nilai-nilai politik pada masyarakat dan kita juga tentunya perlu dapat memastikan bahwa teknologi di era digital ini memang benar-benar menjadi jembatan yang menghubungkan kita , bukan menjadi sebuah jurang yang memisahkan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H