Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Natal dan Keunikan Perayaannya di Jepang

25 Desember 2017   00:17 Diperbarui: 26 Desember 2017   22:59 2553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di banyak negara, tanggal 25 Desember merupakan hari libur. Tapi di  Jepang, tanggal 25 Desember bukan hari libur, walaupun di era Showa (antara tahun 1926-1989) tanggal 25 Desember adalah hari libur yang  bernama Taishoutennousai (peringatan meninggalnya Taishou Tennou, kakek dari Kaisar Jepang yang sekarang). Sebagai catatan, di era Heisei  saat ini , hari libur untuk peringatan meninggalnya Showa Tennou (Bapak dari Kaisar yang sekarang) adalah tanggal 7 Januari.

Sejarah Natal di Jepang

Perayaan Natal pertama di Jepang dikatakan berlangsung pada tahun 1552, berdasarkan laporan para biarawan Jesuit yang mengunjungi Jepang saat itu. Namun para biarawan itu sebenarnya datang pertama kali di Jepang 3 tahun sebelumnya, tepatnya di tanggal 15 Agustus 1549, di mana hari itu  juga adalah hari peringatan Bunda Maria diangkat ke Surga. Rombongan  biarawan Jesuit tiba dengan dipimpin oleh Santo Fransiscus Xaverius, dan  menginjakkan kakinya pertama kali di Kagoshima, daerah di selatan Pulau  Kyushu (pulau yang juga berada di selatan Jepang). 

Jadi  sebenarnya, perayaan Natal (mungkin) sudah dilakukan setelah Fransiskus mendarat di Jepang, yaitu tahun 1549. Namun, karena antara tahun 1549 sampai tahun 1552 tidak ada laporan yang ditulis oleh para biarawan, maka tidak ada catatan yang resmi tentang hal tersebut.

Saat itu, kesulitan bahasa menjadi salah satu tantangan bagi Fransiscus untuk menyebarkan agama Katholik di Jepang. Dia memakai ungkapan Tuhan (Deus) dengan  bahasa Jepang Dainichi, dan Roh dengan tamashi. Daerah penyebarannya melingkupi Kagoshima, Yamaguchi, dan Oita.

Setelah itu, penyebaran agama Katholik mengalami rintangan yang berat. Dimulai dengan adanya peraturan Bateren Tsuihourei (pengusiran para biarawan) yang dibuat oleh Toyotomi Hideyoshi. Lalu di  era Edo, dan di era Meiji juga ada peraturan pelarangan penyebarannya  (disebut KirisitanKinsei  atau Kinkyourei).

"Perayaan" Natal mulai dirayakan secara meriah di Jepang mulai tahun 1906 (masa akhir era  Meiji). Di koran-koran maupun di pusat perbelanjaan, reklame dan hiasan Natal ramai dipasang. Kemeriahan ini salah satu sebabnya juga karena Jepang  baru saja menang dalam perang melawan Rusia. Namun umumnya, perayaan ini  tidak ada hubungannya dengan agama, karena kemeriahan ini hanya  "seremonial" saja. 

Kemeriahan ini sempat redup dalam masa Perang Dunia  ke-2, di mana Jepang turut serta secara aktif di sana. Kemudian, Jepang  kalah dan menerima deklarasi Postdam pada tahun 1945. Dan 3 tahun  setelahnya, yaitu pada tahun 1948, perayaan Natal mulai marak diadakan kembali seperti sedia kala.

Santa Sanders (dokumentasi pribadi)
Santa Sanders (dokumentasi pribadi)
Natalan yang unik di Jepang

Di Jepang, ada 3 hal yang unik tentang Natal (seremonial-nya), yaitu ayam goreng, cake dan nge-"date".

Kalau di Amerika, umumnya dihidangkan Ayam Kalkun dalam perayaan Natal di  keluarga. Kalau di Jepang, umumnya orang Jepang makan ayam goreng, dan ayam gorengnya itu dari KFC! Beberapa minggu sebelum tanggal 25 Desember, kita bisa memesan kemasan/paket ayam goreng, baik melalui online atau datang ke KFCnya langsung. 

Lalu di hari-H nya (biasanya tanggal 24), kita tinggal menukar kertas pemesanan (tentunya jangan lupa juga membayar kalau belum lunas) dan membawa pulang ayam goreng yang  hangat. Biasanya kalau di KFC ada kelebihan stok, maka lewat jam 7  malam di hari yang sama, paket ayam tersebut akan diobral (maksimal diskon 500  yen) dan dijual di depan gerai KFC-nya.

Cake di Hari Natal (dokumentasi pribadi)
Cake di Hari Natal (dokumentasi pribadi)
Keunikan lain, di hari Natal orang Jepang juga antre untuk  membeli cake yang dihias dengan hiasan lucu khas Natal untuk dibawa  pulang dan dinikmati bersama dengan keluarga di rumah. 

Kalau di toko kue, biasanya  orang akan mengantri (ada juga sih yang pakai sistem pemesanan) untuk  membelinya. Jadi kalau saat2 sebelum Natal terutama tanggal 24 Desember, maka  toko kue di dekat stasiun (dan di pusat perbelanjaan) akan ramai dipadati orang yang ingin menikmati  kue cake Natal.

Ada satu lagi kebiasaan yang  unik, yaitu biasanya orang "muda" Jepang melewatkan Natal bersama pacar  atau "gebetannya" (kecuali yang jomblo mungkin ya..hehehehe). Kenapa mereka suka  melewatkan malam Natal bersama pacar  ? Saya sendiri nggak paham persis  kenapa. Tapi menurut teman saya yang orang Jepang, katanya sih (katanya lhoo), kalau  melewatkan Natal bersama pacar (a.k.a cem-cem'an) akan  terasa lebih "mengesankan".

Chinmoku (setsugaku.com)
Chinmoku (setsugaku.com)
Chinmoku (Silence)

Mungkin  ada pembaca yang pernah membaca novel karangan Endo Shuusaku dengan  judul Chinmoku (silence), atau menonton filmnya dengan sutradara Martin  Scorsese yang alur ceritanya berasal dari novel itu ?

Jaman  sekarang , untuk mempertahankan keimanan (kristen) tidak seberat yang jaman dahulu, yang digambarkan dalam film tersebut. Yang pasti, jaman sekarang sudah tidak ada lagi kekerasan fisik  yang bisa berakibat kematian sebagai taruhannya (di Jepang terutama). 

Hidup  ini memang penuh pergulatan, tidak saja pergulatan yang melulu  berhubungan dengan hal2 yang sifatnya jasmani (fisik), namun juga hal-hal yang berhubungan dengan rohani (bathin). Di novelnya, Endo ingin  melukiskan pergulatan manusia dalam hal2 yang berhubungan dengan bathin, terutama doktrin dasar iman Katholik, dan seberapa besar keimanan perlu  dan patut diperjuangkan.

Pergulatan iman yang  utama dalam cerita/film itu adalah, mengapa Tuhan tampaknya "diam" saja  melihat umatnya menderita dan kesakitan. Cara para penguasa Jepang (daimyou) waktu itu kepada para pengikut Kristus untuk meninggalkan ajaranNya adalah, menyuruh pengikutNya untuk menginjak gambar Yesus dengan kakinya (disebut fumi-e). Kepada yang membangkang, maka hukuman dan siksaan sampai mati akan diterima. 

Memang  ada berbagai macam pendapat mengenai film (novel) ini, dan saya tidak akan berpolemik tentang itu dalam tulisan saya. Di akhir cerita, akhirnya Pastor Jesuit itu menginjak gambar Yesus karena ancaman bahwa jika dia tidak menginjak (istilah Jepangnya, korobu  atau koronda) maka umatnya akan dihukum mati.

Perayaan (seremonial) Natal, dengan segala urusan tetek-bengeknya seperti hiasan Natal, kue-kue, baju baru, polemik ucapan dan lainnya bukanlah hal yang  penting. Bagi umat yang merayakan Natal, masa penantian (Adven) itulah  yang penting, karena kita diberi waktu untuk bertobat dan menghayati makna kedatanganNya di dunia. Puncaknya tentunya pada perayaan Ekaristi Natal di Gereja. 

Hal-hal yang menyangkut fisik luar (seremonial dan lainnya) kadang bisa membuat kita capek. Apalagi hidup di dunia sekarang, di mana kemajuan teknologi sudah digunakan dalam segala bidang, yang membuat kehidupan kita makin praktis di satu sisi, namun  juga ruwet dan komplek di sisi lain. 

Chinmoku (keheningan, diam), menurut saya sebenarnya itulah jawaban dariNya. 

Terutama di tengah hingar bingarnya dunia saat ini, dengan momen keheningan itu,  maka manusia akan mempunyai waktu untuk merenungkan kembali ajaranNya  dan menemukan jalan untuk kembali kepadaNya. 

Pastor Jesuit itu memang menginjak gambar Yesus, setelah pergolakan bathinnya. Namun, di dalam keheninganNya, pastor itu menemukan jalan, yaitu  meniadakan sesuatu yang sifatnya jasmani (fisik) berupa "menginjak  gambar", namun tetap memegang teguh dan tidak goyah iman (kerohanian) nya.

Selamat Natal 2017.  Gloria in Excelsis Deo.

Semoga damai Natal selalu beserta kita semua.

Maximilian Kolbe Catholic Church, Tokyo (dokumentasi pribadi)
Maximilian Kolbe Catholic Church, Tokyo (dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun