Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Keindahan Momiji di Musim Gugur dan "Rasa" Orang Jepang

25 November 2017   08:10 Diperbarui: 27 November 2017   20:20 8253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musim gugur di Oume Keikoku (Dokumentasi Pribadi)

Momiji adalah kata yang sering terucap di musim gugur. Kata ini adalah untuk menggambarkan daun-daun yang berwarna-warni terutama warna merah dan kuning. Kata momiji ini sebenarnya berasal dari kata momiizu (memeras,melumat), yang merupakan bagian dari salah satu proses untuk membuat warna dengan cara memeras bunga Benibana (Carthamus tinctorius). Benibana yang diperas/dilumat di air dingin dengan pH normal menghasilkan warna kuning, dan jika diperas di air dengan pH tinggi maka akan menghasilkan warna merah.

Kata momiizu ini, seiring dengan berjalannya waktu, berubah menjadi momiji. Seperti kita tahu, warna momiji memang sebagian besar adalah merah dan kuning. Lalu ada istilah momijigari, yang berarti pergi ke suatu tempat (misalnya ke gunung atau taman) untuk melihat dan menikmati momiji.

Shoutengu Saikouji Mino, Oosaka (Dokumentasi Pribadi)
Shoutengu Saikouji Mino, Oosaka (Dokumentasi Pribadi)
Negara dengan 4 musim

Jepang adalah negara yang mempunyai 4 musim. Masing-masing musim sangat unik dan punya ciri khas tersendiri.

Musim semi (haru) adalah musim dimulainya kehidupan baru setelah musim dingin yang panjang. Mulai tumbuhnya dedaunan yang berwarna hijau, dan bermekarannya bunga-bunga melambangkan dimulainya kehidupan itu sendiri. Kegembiraan adalah lambang dari musim semi, dimana masyarakat berbondong-bondong pergi untuk melihat keindahan bunga, bergembira dan bersuka-ria sambil makan dan minum. Kebiasaan ini disebut ohanami, yang umumnya digunakan sebagai istilah untuk melihat dan menikmati bunga Sakura, yang merupakan simbol musim semi.

Musim panas (natsu) dengan suhu udara yang tiggi dan lembab serta banyaknya aktivitas yang terjadi di masyarakat misalnya dengan banyaknya festival atau perayaan yang dilaksanakan di kuil ataupun di tempat umum, melambangkan kekuatan serta energi yang dimensinya agak lain dari musim semi.

Musim dingin (fuyu) dengan hamparan salju putihnya yang luas membentang sejauh mata memandang, melambangkan kesunyian dan kesendirian.

Lalu, bagaimana dengan musim gugur (aki) ?

Pohon Ichou di Joushinji Kouin (Dokumentasi Pribadi)
Pohon Ichou di Joushinji Kouin (Dokumentasi Pribadi)
Musim gugur dan perasaan orang Jepang

Berbeda dengan musim yang lain, keindahan musim gugur mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan yang utama adalah ditandai dengan bermunculannya momiji, yang dimulai dari utara di Pulau Hokkaido, karena pergerakan suhu udara yang dingin dimulai dari daerah ini. Kemudian momiji sedikit demi sedikit bergeser ke arah selatan, dimulai dari Tohoku, lalu ke Kanto, Chubu dan seterusnya ke arah Kyushuu.

Disatu sisi, momiji sangat indah dan keindahannya bisa membuat kita berdecak kagum. Namun di lain sisi, sewaktu kita melihat momiji, kita sekaligus diingatkan bahwa musim dingin yang sepi dan panjang akan segera tiba.

Keindahan musim gugur memang sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Warna-warni momiji memang terlihat sangat memikat. Warna dari momiji bisa seperti itu karena semua faktor pendukungnya (misalnya kontras suhu udara di siang dan malam hari) terpenuhi.

Momiji berguguran di Kolam ikan di Tonogayato Park (Dokumentasi Pribadi)
Momiji berguguran di Kolam ikan di Tonogayato Park (Dokumentasi Pribadi)
Daun-daun pepohonan yang berwarna merah, kuning, dan warna lainnya bergetar diterpa tiupan angin. Daun yang berwarna-warni ini bak origami, dimana ada daun yang kuat bertahan di rantingnya, namun ada juga daun yang tidak kuat lalu jatuh perlahan ke pelukan bumi bersama angin. Dimusim ini, seperti kain nishiki tanmono yang indah, dunia seperti dilukis dengan alam sebagai kuas dan sekaligus kanvas nya.

Namun, bagi orang Jepang, bukan warna-warni itu yang penting. 

Ungkapan perasaan orang Jepang dengan kebiasaan dan budaya mereka untuk menikmati musim gugur dengan mata-lah yang terpenting. Kebiasaan melihat dan menikmati momiji mungkin menjadi salah satu sifat khas dari orang Jepang.

Orang Jepang memang dari jaman dahulu kala suka akan musim gugur, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Misalnya saja, suara angin yang menerpa dedaunan, atau sinar matahari yang bersinar dengan sudut yang lebih kecil/rendah (dibandingkan dengan musim panas) yang menyebabkan bayangan benda menjadi lebih panjang sekaligus sinar mataharinya terasa hangat namun tidak begitu menyengat kulit.

Masyarakat berbondong-bondong melihat momiji di Toufukuji, Kyoto (Dokumentasi Pribadi)
Masyarakat berbondong-bondong melihat momiji di Toufukuji, Kyoto (Dokumentasi Pribadi)
Kesukaan orang Jepang akan musim gugur, salah satunya sebabnya adalah rasa tenang/aman yang dapat mereka rasakan karena musim panas yang "menyiksa" dengan suhu dan kelembapan tingginya sudah lewat. Namun, ada juga sedikit perasaan "nostalgia" yang mereka rasakan. Karena mereka juga tahu, musim dingin yang sepi dan panjang akan segera tiba. Perasaan itu sudah bisa dirasakan di dalam memori mereka setiap tahun.

Itulah sebabnya sebelum memasuki musim dingin, mereka menenangkan perasaanya dengan menikmati keindahan momiji, yang hanya bisa mereka lalukan di musim gugur.

Musim gugur dan seni serta budaya

Musim gugur di Jepang disebut juga sebagai musim seni serta budaya.

Kita bisa dengan mudah menemukan pertunjukan berbagai macam kesenian, mulai dari yang tradisional seperti pertunjukan Noh, Kabuki, musik gagaku , maupun seni modern seperti konser musik, mulai dari musik klasik, pop dan berbagai genre yang lain.

Berbagai museum seni maupun galeri, baik yang besar maupun kecil, juga berlomba-lomba untuk membuka pameran dengan menampilkan berbagai macam karya seni dari berbagai medium, mulai dari lukisan, foto dan bentuk seni lain yang merupakan hasil karya dari seniman lokal maupun internasional.

Musim gugur di Kuil Eigenji (Dokumentasi Pribadi)
Musim gugur di Kuil Eigenji (Dokumentasi Pribadi)
Kita juga bisa menemukan berbagai ungkapan dalam bahasa Jepang untuk menggambarkan musim gugur.

Misalnya ungkapan akakuchiba, yang melambangkan warna orange namun dengan nuansa merah tua yang pekat. Ungkapan ini sudah digunakan sejak jaman Heian (sekitar tahun 700 sampai 1000 masehi).

Lalu ada ungkapan ukon-iro, yang melambangkan warna kuning keemasan. Warna ini sangat disukai di jaman Edo (sekitar tahun 1600 sampai 1800). Warna ini juga melambangkan keberuntungan,sehingga banyak digunakan sebagai warna untuk dompet dan furoshiki (kain panjang untuk membungkus barang).

Daun berguguran di dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Daun berguguran di dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Upacara minum teh di luar (disebut nodate) juga bisa ditemui di taman-taman dalam kota Tokyo seperti di Hamarikyuu atau di Koishikawa Kourakuen (juga di berbagai tempat di seluruh Jepang). Menikmati teh diluar menyatu dengan alam memang mempunyai sensasi tersendiri. Saya pernah ikut serta beberapa kali dalam acara ini. Kehangatan dan bau harum dari daun teh selain membuat tubuh terasa hangat, kita juga bisa merasa agak rileks. Hal ini sangat membantu karena suhu udara di musim gugur terasa dingin dibadan (khususnya untuk orang kelahiran daerah tropis seperti saya). Disamping itu, sambil menikmati teh, mata kita juga terhibur karena bisa menikmati keindahan dari momiji. 

Siapa saja bisa ikut serta acara ini dengan membayar sekitar 100 sampai 300 yen. Mungkin pembaca juga bisa mencobanya kalau kebetulan sedang berada di Jepang waktu musim gugur.

Musim gugur di Oume Keikoku (Dokumentasi Pribadi)
Musim gugur di Oume Keikoku (Dokumentasi Pribadi)
Musim gugur juga digunakan sebagai komponen dalam penyusunan kata-kata di waka(puisi klasik Jepang). Di dalam waka, mereka menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan musim gugur, beberapa diantaranya seperti kata momiji, tsuki(bulan), urokogumo(awan berbentuk sisik), shika (kijang, yang musim kawinnya adalah di musim gugur).

Musim gugur juga menjadi inspirasi bagi penyair seperti  Yosano Akiko, Masaoka Shiki, Higuchi Ichiyou, Ishikawa Takuboku dan lainnya.  Mereka menulis puisi yang isinya atau inspirasinya datang/berhubungan dengan musim gugur. Salah satu bait puisi yang saya suka dan berhubungan dengan musim gugur adalah puisi karangan Yosano Akiko, yang berbunyi "wakaki mi no koi suru yauni aki no kumo ugokimo tomazu honoka naredomo". Yang intinya melukiskan orang muda yang jatuh cinta, adalah seperti awan di musim gugur. 

Ada juga ungkapan bahasa Jepang  "onna gokoro to, aki no sora" yang mempunyai arti, hati wanita itu seperti langit musim gugur. Sebagai catatan, pemahaman orang Jepang adalah, langit musim gugur itu tidak bisa diduga karena gampang berubah. Bagaimana pembaca ? Benar apa tidak nih ?

Musim gugur di Kayano Kougen (Foto medium format /velvia. Dokumentasi Pribadi)
Musim gugur di Kayano Kougen (Foto medium format /velvia. Dokumentasi Pribadi)
Penutup

Di Jepang, ada lagu yang populer dengan judul "lagu 4 musim", yang isinya menceritakan bagaimana sifat-sifat orang yang suka masing-masing musim ditambah dengan perasaan atau relasi hubungannya dengan orang lain. 

Di musim semi dikatakan seperti teman, musim panas seperti ayah, musim dingin seperti ibu. 

Nah, uniknya, musim gugur dikatakan seperti "pacar !"

Berbeda dengan musim lain yang sebagian besar kita paham (teman, ayah, ibu), pacar, adalah sesuatu yang mungkin sulit untuk kita pahami (entah kalau pacarannya sudah lama..hehehe).

Di lagu itu dikatakan, orang yang suka akan musim gugur mempunyai perasaan yang dalam (suka memikirkan secara detail segala sesuatu). Dan orang yang suka musim gugur kata-katanya puitis, sarat dengan kata cinta seperti puisi karangan Heine (penyair kelahiran Jerman).

Bagaimana dengan pembaca ? Musim apa yang pembaca suka ?

Daun berguguran di taman dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Daun berguguran di taman dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun