Mohon tunggu...
Danar Purwita
Danar Purwita Mohon Tunggu... -

Seorang Wanita, Istri, Ibu dan Manusia Biasa.\r\n\r\n"I might not be pretty enough, but it's not my fault. \r\nIt’s the way I am, the way I was, and the way I will always be."\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tak Perlu Marah-marah

4 Maret 2011   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:05 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oalah..orang kok ya ngga tau aturan ya. Bertamu kok siang-siang. Membangunkan orang tidur siang saja.” Omel Bu Murni sambil berjalan menuju Warung Budhe Sri.

“Ada apa Bu, siang-siang kok marah-marah kayak gitu?” tanya Budhe Sri kemudian.

“Saya tadi lagi enak-enaknya tidur siang, eh ada yang ngetok pintu rumah. Ternyata ada mbok-mbok yang jual rujak keliling menawarkan diri untuk jadi pembantu saya.”

“Ya kalau sedang tidak butuh pembantu, ditolak saja dengan baik-baik Bu. Tak perlu marah-marah.” sahut Budhe Sri.

“Bukan itu masalahnya Budhe, yang buat saya naik pitam, tuh mbok-mbok bilang gini ke saya ‘apa ibu yang butuh pembantu? yang rumahnya paling pojok, yang anaknya 2 orang’..”

“Ya mungkin mbok-mbok itu mendengar dari temannya yang sama-sama pembatu di kompleks sini.” Budhe Sri menimpali.

“Tapi mbok-mbok itu ngotot! Saya sudah bilang bahwa saya sedang tidak butuh pembantu. Benar bahwa rumah saya di pojok, tapi anak saya hanya dua, bukan tiga. Mungkin mbok salah informasi. Ehh… dia masih ngotot juga?.” Bu Murni masih senewen.

“Sudahlah Bu Murni, yang sabar… Tak perlu marah-marah seperti itu. Ya mungkin, itu trik nya dia untuk mendapatkan pekerjaan, siapa tahu mungkin kalau rejekinya mbok nya itu, ternyata Bu Murni memang lagi butuh pembantu?.” Budhe Sri mencoba memberi pandangan positif.

“Iya juga sih, kalau dipikir-pikir bisa saja itu trik nya si mbok tadi.” Bu Murni mulai mereda emosinya.

Sambil berjualan rujak keliling setiap harinya, ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, ratap si mbok penjual rujak keliling.

Susahnya mengais rejeki. Sudah siang-siang jalan kesana kemari keliling kompleks, menawarkan diri menjadi pembantu rumah tangga. Ditambah di caci maki oleh pemilik rumah ‘hanya karena’ salah tempat dan salah waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun