A. Latar Belakang
Belum pulih dari pandemi, dunia sudah dihadapkan dengan krisis lain, yakni perang di
Ukraina. Situasi dan tantangan dunia saat ini menyebabkan berbagai krisis, seperti pangan,
energi dan ruang fiskal. Pertumbuhan global yang melambat menjadi 2,9 persen pada 2022,
sedangkan inflasi di negara berkembang mencapai 8,7 persen. Masalah global seperti ini tidak
bisa diselesaikan dengan solusi sederhana, tetapi memerlukan solusi yang bersifat global.
Seperti yang kita ketahui pula, ketika terjadi perang yang melibatkan banyak negara maka
akan tercipta pula kubu-kubu dari masing-masing pihak. Seperti yang terjadi pada perang dunia
ke-1 dan ke-2. Oleh karena itu, saat ini banyak negara yang memang terpecah akibat perang
yang terjadi antara Russia-Ukraina.
B. Permasalahan
Seperti yang terjadi pada Perang Dunia I pada tahun 1914 berpengaruh pada hubungan
Internasional antar negara-negara di dunia. Lahirnya Ilmu Hubungan Internasional merupakan
salah satu bukti pengaruh Perang Dunia I tersebut.
Pengaruh lainnya pada hubungan Internasional adalah perang ini melibatkan kekuatan
besar di dunia, membuktikan bahwa hubungan internasional konfliktual, dan mempengaruhi
ekonomi dunia. Namun dari tiga faktor tersebut, yang paling menonjol adalah pengaruhnya
dalam ekonomi dunia.
Perang Dunia I merupakan perang dahsyat yang melibatkan banyak negara di dunia,
terutama eropa, dan berpengaruh dalam banyak aspek kehidupan manusia. Perang ini
melibatkan lebih dari 70 juta tentara dan memakan korban tewas lebih dari 10 juta orang dan
sekitar 20 juta orang terluka.
Tidak hanya itu, Perang Dunia 1 juga menjadi cikal bakal lahirnya pandangan politik
baru seperti Nazi yang dimana pada awalnya merupakan organisasi yang bertujuan untuk
membawa perdamaian kepada dunia tetapi berakhir sebagai salah satu penyebab terjadinya
Perang Dunia 2.
Perang antara Russia dan Ukraina pun salah satunya penyebabnya adalah "usikan" dari
NATO yang sudah mulai ekspansi menuju Eropa Timur dan ingin menjadikan Ukraina sebagai
anggota. Para pemimpin negara Rusia merasa bahwa ekspansi dari NATO tersebut dapat
mengganggu keamanan nasional negara Russia.
Pemerintah Russia yang dipimpin oleh Vladimir Putin sebagai presiden beranggapan
bahwa jika Ukraina bergabung dengan NATO yang dimana menyebabkan Ukraina akan
mendapat pasokan senjata dari NATO akan menjadikan kota-kota besar yang ada di Russia
dapat terancam keamanannya. Pasalnya, Russia sendiri memiliki sejarah kelam ketika kita
berbicara mengenai hubungan kemiliteran Russia dengan negara-negara barat yang mayoritas
adalah anggota dari NATO.
Seperti yang dikutip dari Situs The Yudhoyono Institute. Membahas peperangan yang
sedang terjadi di bumi Eropa saat ini, dengan segala implikasi dan ikutannya, cakupannya amat
luas. Apalagi jika kita ingin bicara tentang Eropa dan dunia di masa depan pasca perang di
Ukraina ini, termasuk kemungkinan terbangunnya tatanan dunia yang baru. Tentu saya tidak
bermaksud untuk mengupas setiap aspek dan dimensi dari peperangan itu. Saya ingin
membatasi pada enam hal besar yang menurut saya cukup relevan.
Enam isu besar tersebut adalah (1) Prospek perang di Ukraina, (2) Gencatan senjata untuk
aksi kemanusiaan, (3) Penyelesaian konflik secara politik, (4) Kelanjutan dari perang ekonomi,
(5) Masa depan hubungan Barat dan Rusia, (6) Tatanan dunia baru pasca perang RusiaUkraina.
1. Prospek Perang di Ukraina
Sebagian kalangan memperkirakan bahwa pada akhirnya, dalam hitungan minggu, Ukraina
akan jatuh ke tangan Rusia. Setelah itu, diperkirakan pula Rusia akan mengganti rezim saat ini
dengan pemimpin dan pemerintahan yang didukungnya. Sudah barang tentu pemerintahan
yang pro Rusia.
2. Genjatan Senjata Untuk Aksi Kemanusiaan
Mungkin ada pihak yang berpendapat mengapa sulit sekali dilakukan gencatan senjata, baik
yang sifatnya sementara (ditentukan waktunya) maupun yang lebih permanen (biasanya
disertai dengan perundingan dan negosiasi). Kerap terjadi, proses politik yang dilakukan oleh
para pihak yang berperang ini menghasilkan solusi politik ("peaceful" political solution) yang
baik.
3. Penyelesaian Melalui Jalur Politik
Diplomasi yang dilakukan oleh Presiden Perancis Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz,
Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Turki Erdogan dan tentu masih ada pemimpin dunia
yang lain, wajib kita berikan apresiasi. Saat ini sungguh sangat diperlukan tampilnya pemimpin
dari great powers atau major powers untuk mendinginkan suasana, agar konflik di Ukraina ini
tidak meluas menjadi konflik di Eropa. Apalagi meluas ke seluruh dunia. Ingat, Perang Dunia
Pertama dan Perang Dunia Kedua juga bermula dari bumi Eropa.
4. Kelanjutan Dari Perang Ekonomi
Dengan perang ekonomi yang sudah lama ada antara Russia dan negara barat
mengakibatkan hal tersebut juga disebut sebagai salah satu penyebab banyaknya negara barat
yang "ikut campur" dalam perang antara Russia-Ukraina
5. Masa Depan Hubungan Barat dan Russia
C. Dampak Perang Terhadap Kerjasama Multilateral
Menurut Retno Warsudi, semakin sulit bagi dunia untuk duduk bersama. Menurutnya,
situasi dunia saat ini membuat orang kehilangan kepercayaan pada multilateralisme.
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa perang dunia membuat perpecahan bagi dunia akibat
timbulnya sekutu-sekutu. Oleh karena itu Perang Dunia akan berdampak besar pada kegiatan
multilateral. Hilangnya kepercayaan dan juga timbulnya pihak-pihak yang bertentangan
menjadikan kegiatan multilateral justru terlihat menjadi penyebab dari adanya perpecahan
dunia, terlebih salah satu penyebab terjadinya perang Russia-Ukraina yaitu isu NATO yang
ingin menjadikan Ukraina sebagai Anggota.
D. Kemitraan Global Dalam Penyelesaian Perang Russia-Ukraina
Upaya Diplomasi Internasional
Sejarah mencatat bahwa perang dingin berakhir di akhir Desember 1991 ditandai dengan
runtuhnya Uni Soviet, runtuhnya Tembok Berlin, dan mulai berkembangnya paham politik
demokrasi ke belahan dunia termasuk ke sebagian bekas negara Uni Soviet hingga kini.
Runtuhnya Uni Soviet menandai dimulai doktrin bahwa diplomasi menjadi upaya dalam
hubungan internasional untuk menyelesaikan konflik maupun memengaruhi negara lainnya
yang digagas oleh presiden AS Richard Nixon ketika itu. Era di mana perang konvensional dan
perang dingin berakhir, diganti ke perang ekonomi dan perdagangan (perubahan paradigma
geopolitik ke geoekonomi).
Konflik Rusia-Ukraina sedianya telah diupayakan jalur diplomasi oleh beberapa negara
seperti Israel hingga dibawa ke sidang umum PBB. Namun beberapa langkah diplomasi
menemui jalan buntu. Pembahasan upaya gencatan senjata di Belarus pada akhir Februari 2022
pun belum menemui kesepakatan. Perundingan di Belarus digelar di kota Gomel, wilayah
Belarus yang terdekat dengan Chernobyl Ukraina ini diinisiasi oleh Presiden Belarusia
Alexander Lukashenko. Awalnya Zelensky tidak bersedia karena menganggap Belarusia
adalah sekutu Rusia dan lebih memilih Polandia sebagai zona netral melakukan perundingan.
Sayangnya perundingan Rusia dan Ukraina tidak membuahkan hasil maksimal, yaitu gencatan
senjata. Kedua belah pihak hanya menyepakati persoalan mengevakuasi warga sipil dari
wilayah yang menjadi zona pertempuran di Ukraina. Pihak Rusia menyetujui adanya koridor
organisasi kemanusiaan untuk menyelamatkan warga sipil.
Teranyar, Turki melalui Presiden Erdogan mengupayakan adanya perdamaian dan
rekonsiliasi antara pihak Rusia dan Ukraina. Akhir Maret 2022, Erdogan memfasilitasi kedua
negara untuk bertemu dan mengupayakan perdamaian di Istanbul. Bahkan Erdogan aktif
mengirim delegasi diplomatnya ke Kyiv maupun Moskow. Permintaan pihak Rusia tetap sama,
yaitu jika ingin gencatan senjata berakhir, agar Ukraina menjadi negara netral dan tidak masuk
ke EU atau bahkan bergabung ke pakta pertahanan NATO. Ukraina sendiri dalam perundingan
menginginkan jaminan keamanan kepada internasional terhadap negaranya seperti pada pasal
lima NATO, yakni apabila salah satu negara maka negara lain menganggap sebagai serangan
seluruh anggota. Selain itu, Ukraina juga terus mempermasalahkan Crimea dan Sevastopol
(dua wilayah yang saat ini dikuasai penuh pasukan Kremlin)
E. Peran Instrumen Organisasi Internasional Pada Perang Russia-Ukraina
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan Indonesia memiliki peranan
penting dalam upaya perdamaian agresi yang kini sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina
jelang helatan G20 pada November 2022 mendatang. Gus Muhaimin menegaskan, Indonesia
yang ditetapkan memegang keketuaan Presidensi G20 sekaligus menjadi tuan rumah berada di
posisi penting dalam upaya perdamaian, pemulihan ekonomi, dan kesehatan global di tengah
agresi serangan militer yang kerap dilancarkan Rusia kepada Ukraina akhir-akhir ini.
Akhir-akhir ini Presiden Jokowi selaku pemimpin G20 yang tahun ini digelar di Indonesia
melakukan kunjungan ke beberapa negara dunia yang salah satunya adalah Russia dan Ukraina.
Banyak negara yang memuji dan menilai bahwa kedatangan Presiden Jokowi yang membawa
nama G20 ini merupakan salah satu langkah konkrit untuk menyudahi perang yang terjadi
antara Russia dan Ukraina saat ini.
F. Analisis
Agresi militer yang saat ini terjadi di Ukraina yang dilakukan oleh tentara Russia dan
Ukraina merupakan salah satu kegiatan agresi militer yang menyita pandangan dunia.
Termasuk negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dll. Ikut campurnya pihak
barat tentu menimbulkan pertanyaan bagi publik "Perang seperti apa yang sebenarnya sedang
terjadi?"
Hal tersebut lantaran kisah dan juga sejarah yang ada perihal "perlombaan" yang memang
kerap dilakukan oleh Russia dan banyak negara barat. Mulai dari perlombaan dalam hal
perekonomian hingga perlombaan dalam "menguasai" ruang angkasa.
Selain itu memang terjadinya perang yang berawal oleh Russia dan Ukraina saat ini sudah
mulai berdampak pada perekonomian, hingga kondisi politik dunia. Mulai dari kelangkaan gas
di daratan Eropa lantaran pasokan gas alam yang biasa Russia jual sekarang sudah tidak ada
lantaran pihak Russia yang memang sudah tidak mau memasok ke wilayah daratan Eropa,
hingga krisis bahan makanan seperti gandum, dll. Yang juga merupakan sumber daya alam
yang dihasilkan dan diekspor Russia ke banyak negara Eropa.
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa kondisi politik dunia saat ini sedang tidak baik-baik
saja imbas dari kegiatan perang yang ada saat ini. Kepercayaan antar negara pun mulai
memudar dan itu merupakan hambatan bagi organisasi internasional yang berskala dunia
seperti PBB, WHO, dll.
Menurut isu yang banyak beredar mulai dari sebelum hingga awal masa peperangan, Russia
justru merasa bahwa keamanan negaranya akan terancam jika NATO pada akhirnya
menjadikan Ukraina sebagai anggota. Lantaran perbedaan pandangan politik yang dimiliki
baik antara Russia-Ukraina dan Russia-NATO maka terjadilah agresi militer yang diawali oleh
Russia dengan menginvasi beberapa kota besar di Ukraina.
Pihak Russia pun menilai NATO memiliki tujuan "terselubung" dengan mencoba
menjadikan Ukraina sebagai anggota. Pasalnya, Russia saat ini memang tengah berupaya untuk
menyatukan kembali negara-negara pecahan Uni Soviet sehingga dapat membentuk kembali organisasi yang beranggotakan negara pecahan dari Uni Soviet yang mana akan terganggu jika
Ukraina menjadi anggota NATO.
PBB juga dinilai gagal dalam menjadi pihak penengah yang mana itu merupakan tugas dari
PBB sehingga peran pun tidak dapat dihindari yang sampai saat artikel ini dibuat masih
berlangsung.
Melihat latar belakang kondisi antara negara Russia dan negara barat yang mayoritas
anggota dari NATO menimbulkan anggapan bahwa perang ini bukan sekedar perang militer,
tetapi juga Russia memanfaatkan momen ini untuk mengupayakan perang perekonomian
dengan negara barat. Untuk itu memang perlu ada sebuah tindakan konkrit yang dapat
dilakukan PBB sebagai pihak yang seharusnya dapat menjadi pendamai bagi seluruh negara
yang menjadi Anggota.
Dikutip dari https://www.uii.ac.id/konflik-ukraina-rusia-bagian-dari-sisa-sisa-perangdingin/ \ Konflik yang saat ini terjadi di Eropa Timur antara Ukraina dan Rusia bukan
merupakan konflik baru dan menjadi bagian dari sisa-sisa perang dingin yang masih bertahan
hingga saat ini meskipun beberapa pihak menyatakan perang dingin sudah lama selesai sejak
runtuhnya tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet.
Hal tersebut disampaikan Dosen Studi Keamanan Internasional Program Studi Hubungan
Internasional (HI) UII, Irawan Jati, S.IP., M.Hum., MSS., Ph.D (Cand.) dalam International
Relations In Conversation dengan tema Russia-Ukraine Updates: What Happens Next, Kamis
(24/2) petang, melalui Zoom Metting.
Irawan Jati mengatakan bahwa apa yang saat ini dilakukan Rusia bukan merupakan hal
yang baru karena pernah terjadi di 2014 saat Rusia mencoba menganeksasi kembali dan
mengklaim Ukraina sebagai bagian sah dari Rusia.
Mohamad Rezky Utama, S.IP., M.Si., Dosen Studi Kawasan Eropa Program Studi HI UII
yang juga hadir sebagai menjadi narasumber menyampaikan bahwa situasi yang saat ini terjadi
di Ukraina tidak terlepas dari ekspansi NATO yang mulai melebarkan pengaruh di Eropa
Timur. Rezky Utama menambahkan bahwa ekspansi NATO ke Eropa Timur membahayakan
Rusia karena hal ini berpotensi memindahkan rudal balistik yang awalnya ditempatkan di
Rumania ke Ukraina dan berpotensi menjadi ancaman terbuka bagi Rusia.
Disampaikan Rezky Utama, sebelum 2014, Ukraina sangat dekat dengan Rusia dan
menjadi buffer zone antara Rusia dan Eropa. Namun setelah revolusi 2014, pemerintah Ukraina
berpindah haluan, dari sebelumnya dekat dengan Rusia beralih mendekati NATO. Hal ini
menyebabkan Belarusia menjadi satu-satunya buffer zone antara Rusia dan negara-negara
Eropa.
Menurut Rezky Utama, invasi yang dilakukan oleh Putin menjadi salah satu cara untuk
mengembalikan Ukraina sebagai salah satu sekutu Rusia dengan mengganti rezim pemerintah
Ukraina melalui dukungan kelompok sepratis di Donetsk, Luhan, dan Krimea.
G. Saran
PBB sesuai dengan tugas dan fungsi nya harusnya bisa mengantisipasi kegiatan perang ini
karena memang perang ini berdampak pada banyak aspek kehidupan berpolitik dan bernegara. Tetapi malah sampai sekarang belum ada langkah konkrit dan berhasil yang
dilakukan PBB untuk menciptakan perdamaian dan meredakan ketegangan.
Selain dari PBB, negara-negara netral yang tidak memihak kedua belah pihak harusnya
mau mengajak ataupun menjadi mediator bagi negara Russia-Ukraina. Seperti yang
dilakukan oleh Presiden RI, Joko Widodo yang mengunjungi kedua negara tersebut dengan
membawa pesan damai.
Kegiatan diskusi harus segera dibuat oleh kedua pihak negara untuk menemukan solusi dan
jalan keluar dari kondisi saat ini. Pasalnya hingga saat ini belum ada kegiatan negosiasi dan
mediasi yang menghasilkan hasil yang baik sehingga dapat menghentikan perang.
Selain itu, pihak yang memang tidak ikut dalam kegiatan perang ini jangan pernah mencoba
untuk masuk kedalam perang dengan deklarasi keberpihakan. Hal tersebut tentu akan
menyulut negara yang lain dan akhirnya menambah jumlah negara yang ikut berperang dan
perang akan terus membesar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H