Haji Pen berkisah bahwa aturan adat yang melindungi sumber air di Kerinci.  Warga tak bebas menebang pohon atau mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Secara tidak langsung, perempuan berperan akan keberlangsungan sumber air di pegunungan. Sistem waris masyarakat Kerinci  adalah matrilineal atau garis keturunan ibu.Â
Harta warisan; entah berupa, tanah, sawah, ladang, kebun, rumah atau seterusnya adalah milik perempuan. Harta  berupa tanah tidak mudah diperjualbelikan atau dialihfungsikan, ahli waris perempuan hanya  mendapatkan hak guna secara bergantian.Â
Itulah yang membuat kebun dan ladang di lereng bukit tetap terjaga hingga sumber tetap terjaga. Â Sehingga debit dan arusnya mampu menggerakan sudu sudu kincir air Kopi Nur hingga saat ini.
Perempuan tidak hanya menjaga harta pusaka demi kemakmuran garis keturunan tapi juga menjaga keseimbangan alam dan ekosistemnya.Â
Tidak mengherankan Kerinci menjadi salah satu tempat terindah di Sumatra yang alamnya masih terjaga. Meski tak memiliki pendidikan tinggi Darijamsani dan  Nurcaya memiliki visi yang jauh tentang energi berkelanjutan.
Menggali Potensi Energi TerbarukanÂ
Saya berpikir andai Darijamsani dan  Nurcaya memilik pendidikan tinggi dan paham teknologi terbarukan, tak terbayangkan ide apa yang akan mereka wujudkan. Berharap gerakan yang dilakukan Oxfam membuat perempuan semakin melek energi terbarukan sampai ke pedalaman Sumatra dan melahirkan Darijamsani dan  Nurcaya baru.
Berada di punggung bukit barisan, Kerinci  merupakan areal pegunungan yang memiliki banyak air terjun kecil dan  berpotensi dimanfaatkan sebagai PLTNH (Pembangkit Listrik Tenaga Nano Hidro).Â
Jika masing-masing rumah di lereng pegunungan dapat memaksimalkan potensi PLTNH maka akan menjadi solusi eletkrifikasi di daerah terpencil sehingga  terwujud transisi energi adil.