Banyak yang berubah dengan kereta listrik Indonesia, tidak hanya manajemen  dan pelayanan tapi juga dari sisi teknis, rute hingga sistem pembayaran. Kita tak akan melihat lagi, anak sekolah berkata abu (artinya abonemen),  menunjukan KLS (Kartu Langganan Sekolah) karena menjadi Tiket Harian Berjaminan (THB). KAI Commuter juga meluncurkan integrasi kartu e-money terbitan BRI, BNI, dan Mandiri sebagai alat pembayaran.
KAI Commuter tidak  hanya agresif menjangkau rute baru tapi juga bersinergi menciptakan transportasi terintegrasi dengan TransJakarta. Tak terbatas Jakarta, KAI Commuter juga eksis di luar Jakarta seperti: Bandung, Yogyakarta, Solo dan Surabaya. Saya kagum dengan metamorfosis KRL tapi belum pernah mencicipi commuter di negeri sendiri.Â
Mimpi Menjadi Nyata
Sungguhlah ironis karena hingga pandemi selesai belum kesampaian menikmati wajah baru kereta listrik Indonesia. Jika dibuat premis film, mungkin sang penulis scenario akan menulis. "Gagal menemukan romansa KRL saat remaja, usia sudah berkepala empat  belum pernah naik Commuter Line di negeri sendiri." Tapi tunggu sebentar. Bukankah sejak Januari 2023, pengelolaan Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) dialihkan ke KAI Commuter  dari KAI Bandara. Jika merunut pengalaman naik menjajal Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) 2018 bisa dikatakan mimpi naik Commuter Line sudah terwujud.  Agar kita tidak penasaran, mari kita simak vlog naik Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta.
Sejujurnya baru masuk ruang tunggunya merasa bangga sekali. Akhirnya Indonesia memiliki Commuter Line yang terintegrasi dengan bandara internasional.  Solusi penumpang yang ingin sampai ke pusat kota  Jakarta dan bandara tempat waktu. Desain ruang tunggu dan peronnya mengingatkan adegan romantis drama Korea. Terbayang sosok itu menjauh meninggalkan saya menuju Commuter Line dan saya berusaha mengejarnya berlari dalam mode slowmotion. Fix, imajinasi romantis sudah tergantikan dengan adegan drakor.
Gerbongnya sungguh bersih, kursi-kursi berjajar rapih saling berhadapan. Saya dan teman saya memilih duduk di dekat jendela lebar. Ketika Commuter Line mulai bergerak, rasa buncah hati seperti pertama kali naik kereta. Berlahan bangunan dan pohon bergerak lalu bergerak cepat. Saya menempelkan wajah di kaca seperti anak berusia lima tahun yang kegirangan.
"Wan, Nanti kita pulangnya naik ini lagi ya", pinta saya ke Iswandi. Rekan kerja saya cuma cengar-cengir melihat semua kenorakan ini.
Kebetulan kami mendapat tugas rapat di kantor pusat yang berlokasi di Kebon Sirih. Pilihan naik Commuter Line agar sampai tepat waktu dan tidak terjebak macet. Tiket  seharga Rp70.000,00 cukup sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Aku langsung terharu melihat colokan listrik. Selama perjalanan bisa membuka laptop mempersiapkan materi presentasi.  Setelah 45 menit perjalanan, kami turun  di stasiun Sudirman Baru dan menyambung dengan taksi online.
Entahlah ini ini obsesi atau kenorakan anak daerah jarang melihat Commuter Line. Berikutnya kami menginap di hotel yang berada di jalan Raya Cikini. Hati saya langsung meleyot, melihat pemandangan rel dan Commuter Line dari jendela kamar. Tak puas, saya naik ke roof top hotel.