Mohon tunggu...
Danan Wahyu Sumirat
Danan Wahyu Sumirat Mohon Tunggu... Buruh - Travel Blogger, Content Creator and Youtuber

blogger gemoy

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

45 Menit Naik Commuter KAI, Nggak Cukup

4 September 2023   23:20 Diperbarui: 4 September 2023   23:24 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) berintegrasi dengan transportasi udara.

Bagi kami yang tinggal di luar pulau Jawa, naik kereta listrik adalah sebuah kemewahan. Bukan mahal harganya tapi hanya dengan berpergian ke  pulau Jawa bisa menikmati transportasi murah, cepat , aman dan nyaman. Saya lahir dan besar di Sumatra, hanya tahu kereta diesel atau batu bara rangkaian panjang (babaranjang).  Saat kelas 3 SMU, bapak mengajak ke Jakarta, saya takjub  melihat kereta bertenaga listrik melesat cepat.  Di antara suara berdesing terlihat bunga api di atas kereta dan kabel listrik. Waktu itu namanya KRL merupakan bagian PT Kereta Api Indonesia di bawah Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek.

Syair lagu ciptain ibu Sud begitu membumbungkan angan anak-anak kelahiran tahun 80-an. Betapa serunya liburan naik kereta ke luar kota bersama keluarga. Saya pertama kali naik kereta di usia 5 tahun dari Bandar Lampung ke Prabumulih. Sepanjang jalan mulut saya tak berhenti berdendang, "naik kereta api... Tut... Tut... Siapa hendak turut..."

"Ke Lampung... Prabumulih... Bolehlah dengan percuma…", ibu turut bernyanyi dengan mengganti syairnya.

Kenangan itu tak pernah terlupakan. Kami sekeluarga: aku, mbak Dian, ibu dan bapak duduk berhadapan. Sesekali bapak mengajak  jajan di kafetaria. Saya berjalan terhuyung-huyung di lorong kereta mempertahankan keseimbangan ketika ke kamar kecil.

Pemandangan saat kereta berjalan membuat takjub. Bayangkan rumah dan pohon bergerak cepat seperti menonton televisi berlayar lebar. Karcisnya berupa kertas tebal seukuran kartu domino memuat informasi waktu keberangkatan, asal dan kota tujuan. Tak ingin membuang kenangan naik kereta, saya setia mengkoleksi tiket kereta bapak yang sering dinas ke Palembang.

Salah satu alasan saya kuliah di Bogor puluhan tahun lalu, agar sering naik kereta listrik. Setidaknya seminggu sekali mengunjungi Kakak di Kampung Melayu. Jumat sore, saya mengejar KRL terakhir ke Pasar Minggu lalu Senin pagi berangkat ke Bogor. Ada romantisme di antara jejal penumpang  di dalam gerbong yang  melesat antara Jakarta dan Bogor. Bertemu mahasiswi kampus UI Depok dan Pancasila, membuat saya selalu bersemangat ngampus pagi. Berharap ada kisah romantis seperti di cerpen atau sinetron.

Saat jalanan kota macet, KRL tak pernah berhenti melaju bagai raja jalanan. Inilah satu-satunya transportasi yang tidak dikalahkan kemacetan walau tak selalu tepat waktu. Tapi sayangnya barulah setahun kuliah di Bogor, saya harus menerima takdir kembali ke Sumatra karena sakit parah.

Rute Commuter Line Jabodetabek makin banyak ( sumber commuterline.id)
Rute Commuter Line Jabodetabek makin banyak ( sumber commuterline.id)

Wajah Baru Kereta Listrik 

September 2008, Divisi  Angkutan Perkotaan Jabotabek resmi berpisah dari PT KAI menjadi perusahaan bernama PT KAI Commuter Jabodetabek. Bulan Mei 2009, Menteri BUMN Sofyan Djalil dan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal meresmikan PT KAI Commuter. Agustus 2010, Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak Linda Amalia Sari meresmikan kereta khusus wanita di ujung gerbong KRL.

Banyak yang berubah dengan kereta listrik Indonesia, tidak hanya manajemen  dan pelayanan tapi juga dari sisi teknis, rute hingga sistem pembayaran. Kita tak akan melihat lagi, anak sekolah berkata abu (artinya abonemen),  menunjukan KLS (Kartu Langganan Sekolah) karena menjadi Tiket Harian Berjaminan (THB). KAI Commuter juga meluncurkan integrasi kartu e-money terbitan BRI, BNI, dan Mandiri sebagai alat pembayaran.

Sejak Januari 2023, pengelolaan Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) dialihkan ke KAI Commuter  dari KAI Bandara.
Sejak Januari 2023, pengelolaan Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) dialihkan ke KAI Commuter  dari KAI Bandara.

KAI Commuter tidak  hanya agresif menjangkau rute baru tapi juga bersinergi menciptakan transportasi terintegrasi dengan TransJakarta. Tak terbatas Jakarta, KAI Commuter juga eksis di luar Jakarta seperti: Bandung, Yogyakarta, Solo dan Surabaya. Saya kagum dengan metamorfosis KRL tapi belum pernah mencicipi commuter di negeri sendiri. 

Mimpi Menjadi Nyata

Sungguhlah ironis karena hingga pandemi selesai belum kesampaian menikmati wajah baru kereta listrik Indonesia. Jika dibuat premis film, mungkin sang penulis scenario akan menulis. "Gagal menemukan romansa KRL saat remaja, usia sudah berkepala empat  belum pernah naik Commuter Line di negeri sendiri." Tapi tunggu sebentar. Bukankah sejak Januari 2023, pengelolaan Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) dialihkan ke KAI Commuter  dari KAI Bandara. Jika merunut pengalaman naik menjajal Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta) 2018 bisa dikatakan mimpi naik Commuter Line sudah terwujud.  Agar kita tidak penasaran, mari kita simak vlog naik Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta.



Sejujurnya baru masuk ruang tunggunya merasa bangga sekali. Akhirnya Indonesia memiliki Commuter Line yang terintegrasi dengan bandara internasional.  Solusi penumpang yang ingin sampai ke pusat kota  Jakarta dan bandara tempat waktu. Desain ruang tunggu dan peronnya mengingatkan adegan romantis drama Korea. Terbayang sosok itu menjauh meninggalkan saya menuju Commuter Line dan saya berusaha mengejarnya berlari dalam mode slowmotion. Fix, imajinasi romantis sudah tergantikan dengan adegan drakor.

Gerbongnya sungguh bersih, kursi-kursi berjajar rapih saling berhadapan. Saya dan teman saya memilih duduk di dekat jendela lebar. Ketika Commuter Line mulai bergerak, rasa buncah hati seperti pertama kali naik kereta. Berlahan bangunan dan pohon bergerak lalu bergerak cepat. Saya menempelkan wajah di kaca seperti anak berusia lima tahun yang kegirangan.

"Wan, Nanti kita pulangnya naik ini lagi ya", pinta saya ke Iswandi. Rekan kerja saya cuma cengar-cengir melihat semua kenorakan ini.

Kebetulan kami mendapat tugas rapat di kantor pusat yang berlokasi di Kebon Sirih. Pilihan naik Commuter Line agar sampai tepat waktu dan tidak terjebak macet. Tiket  seharga Rp70.000,00 cukup sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Aku langsung terharu melihat colokan listrik. Selama perjalanan bisa membuka laptop mempersiapkan materi presentasi.  Setelah 45 menit perjalanan, kami turun  di stasiun Sudirman Baru dan menyambung dengan taksi online.


Entahlah ini ini obsesi atau kenorakan anak daerah jarang melihat Commuter Line. Berikutnya kami menginap di hotel yang berada di jalan Raya Cikini. Hati saya langsung meleyot, melihat pemandangan rel dan Commuter Line dari jendela kamar. Tak puas, saya naik ke roof top hotel.

“Ya ampun. Kenapa sih Commuter Line sekarang sebagus ini?”,  teriak batin saya. Akhirnya saya duduk berjam-jam sambil memandangi Commuter Line yang lalu lalang.


Rasanya naik Commuter Line 45 menit dari Bandara Soekarno-Hatta ke stasiun Sudirman Baru tidaklah cukup. Baiklah next time, jelajah Jabodetabek dengan Commuter Line.

Jenjang leher si anak dara

Berkalung perhiasan dari perak

Sekarang naik commuter dari bandara

Besok pentokin aje sampai Merak

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun