Mohon tunggu...
Danan Wahyu Sumirat
Danan Wahyu Sumirat Mohon Tunggu... Buruh - Travel Blogger, Content Creator and Youtuber

blogger gemoy

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Awas Godaan Gesek Tunai Memicu Ketidakseimbangan Sistem Keuangan

25 Mei 2020   10:24 Diperbarui: 28 Mei 2020   10:42 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharusnya tulisan ini dibuat jauh sebelum orang-orang menerima THR (Tunjangan Hari Raya) agar bisa memberikan pencerahan agar tidak melakukan pola konsumerisme jelang hari Raya Idul Fitri. 

Sudah menjadi budaya jika pola konsumsi masyarakat Indonesia akan menjadi lebih besar di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Budaya mudik, membeli pakaian baru, menyantap makanan enak dan membeli kebutuhan sekunder membuat pola konsumsi bisa berkali lipat dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Tanpa pandemi pola konsumerisme seperti ini tentu tidak menimbulkan kekhawtiran. Tapi saat sekarang, sedikit saja tidak bijak menggunakan uang maka ekonomi rumah tangga bisa ambyar. 

Demi momen setahun sekali sebagian masyarakat tidak ragu untuk membelanjakan uang secara berlebihan walau ada himbauan lebaran di rumah saja. 

Mereka yang masih memiliki pekerjaan tetap dan THR tentu tidak dapat menahan diri. Jadi tidak mengherankan kita mendapati sejumlah pasar atau mall kembali ramai dan mengabaikan himbuan pemerintah untuk menjaga jarak.

Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki uang? Tanpa pandemi, banyak dari kita yang rela berhutang untuk menyambut hari raya. Jadi tidak mengherankan penggadaian selalu ramai jelang Idul Fitri. 

Meski pemerintah menghimbau untuk tidak mudik namun nyatanya arus pulang kampung tetap ramai. Sebagian dari kita memang belum bisa mengiklaskan budaya mudik. Berkumpul bersama keluarga di kampung setahun sekali menjadi suatu kewajiban tidak tertulis bagi perantau.

Berhutang Memenuhi Kebutuhan Hidup

Penghasilan yang tidak sebanding dengan keingnan yang tidak terbatas, menggoda beberapa individu untuk berhutang. Salah satu produk keuangan yang bisa menjadi solusi instan adalah kartu kredit. Program cicilan yang ditawarkan bisa menjadi pilihan memenuhi kebutuhan, dari belanja bulanan sampai membeli barang impian.

Apalagi jelang pandemi beberapa kartu kredit memberikan keringanan suku bunga, minimum pembayaran sampai dan denda keterlambatan. Bunga kartu kredit yang tadinya 2,5% menjadi 2% dengan minimum pembayaran 10% menjadi 5% saja. Bagi pengguna kartu kredit ini merupakan angin segar untuk dapat memenhuhi kebutuhan lebaran.

Belum lagi fasilitas tarik tunai kartu kredit kadang membuat lepas kendali. Walau bunganya lebih besar dibandingkan  berbelanja di merchant, tarik tunai kerap menjadi pilihan nasabah untuk mendapatkan uang tunal. 

Meski jelang pandemik  muncul kebijakan pembatasan jumlah transaksi tarik tunai hanya  40% dari limit kartu, selalu ada cara untuk mendapatkan pinjaman uang tunai dengan mudah.

Gesek Tunai
Namun dibalik kemudahan kartu kredit, ada pihak memanfaatkan kartu kredit untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan transaksi gesek tunai.

Apa itu gesek tunai?

Gesek tunai adalah aktivitas transaksi fiktif di merchant dengan kartu kredit namun sebenarnya mengambil dana tunai dengan biaya tertentu. Maaf jika istilah di atas terlalu ekstrim tapi itu lah yang terjadi. 

Keuntungan transaksi gesek tunai ini adalah biaya transaksi yang rendah dibandingkan tarik tunai. Bandingkan bunga belanja di merchant sekitar 2-3% sedangkan tarik tunai 3-6%.

Tidak heran banyak orang tergoda untuk melakukanya meski Bank Indonesia (BI) melarang dan termasuk dalam tindakan ilegal. Karena  gesek tunai merugikan semua pihak baik nasabah, perbankan maupun negara.

Mengapa nasabah dirugikan, bukankah nasabah mendapat pinjaman dana dengan bunga rendah? Kartu kredit adalah alat pembayaran non tunai dan tetap harus dibayar seringan apapun skema pembayarannya. 

Berhutang bukanlah cara untuk mencari sumber penghasilan baru tapi beban keuangan yang harus dibayar. Jika tidak digunakan untuk aktivitas produktif lalu bagaimana membayar hutang dan bunganya?

Jika ketahuan menggunakan praktik gesek tunai, maka bank akan melaporkan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan nama nasabah masuk daftar hitam sehingga akan sulit mendapatkan bantuan perbankan di Indonesia untuk berbagai pinjaman mulai dari KTA, KPR maupun kredit multiguna.

Bagi bank yang mengeluarkan kartu kredit aktivitas gesek tunai sangat merugikan karena memutus pendapatan bank yang seharusnya didapat dari tarik tunai. 

Karena aktivitas gesek tunai tidak dibatasi seperti tarik tunai yaitu 40% dari jumlah limit kartu membuat orang cenderung menjadi lepas kendali.  Saat pandemi seperti ini potensi gagal bayar kredit lebih besar akibat PHK dan pemotongan pendapatan. Jika tidak pandai-pandai memilah kebutuhan dan keinginan maka bisa terjebak dalam hutang.

Stabilitas Sistem Keuangan
Dalam kondisi seperti sekarang potensi gagal bayar kartu lebih besar kemungkinanan. Apakah ini bisa mempengaruhi stabilitas sistem keuangan? 

Jika terjadi gagal bayar maka akan menyebabkan ketidakseimbangan antara LFR (Loan to Funding Ratio) dimana kondisi finansial bank tidak sehat yang akan memperburuk risiko sistemik akibat perilaku berlebihan pelaku keuangan (procyclicality). 

Beruntung di awal pandemi tidak terjadi panic buying tapi ternyata kalap belanja terjadi jelang Idul Fitri di saat orang sudah bosan di rumah.

Meski BI sudah membuat kebijakan makroprudensial, namun kita sebagai pelaku ekonomi rumah tangga tetap harus menjaga pola konsumsi agar tidak terjebak dalam hutang. 

Berhutang tidak salah namun di saat pandemi seperti sekarang, berhutanglah untuk sesuatu yang produktif seperti mengembangkan usaha kuliner.

Kita harus lebih bijak memenuhi kebutuhan hidup atau sekadar keinginan. Rasanya akan jauh lebih bijak jika perayaan Idul Fitri tahun disesuaikan dengan isi kantong masing-masing dan jangan memaksakan diri. 

Bagi yang isi kantongnya lebih dapat berbagi berbagi dengan saudara yang membutuhkan. Kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir, kalau THR dan gaji bulan ini dihabiskan bagaimana jika pandemi berlanjut sampai dua tiga bulan ke depan. 

Bagi karyawan yang sekarang menerima gaji penuh tetap harus berhati-hati mengatur keuangan. Perusahaan yang sekarang sehat belum tentu akan tetap sehat jika pandemi berlanjut. Kemungkinan pemotongan gaji dan PHK selalu ada di tengah kondisi ekomomi yang tidak pasti.

Nah buat Adik-Adik yang banyak mendapat salam tempel jarak jauh jangan lupa menabung. Karena uang yang kalian miliki dapat digunakan untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan tahun ajaran baru yang segera akan tiba.

Selamat hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun