Mohon tunggu...
Danang Satria Nugraha
Danang Satria Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Universitas Sanata Dharma

Selain mengajarkan ilmu bahasa dan meneliti fenomenanya di ruang publik, penulis gemar mengamati pendidikan dan dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

3 Pesan Penting (dari) Prof. Satryo

31 Januari 2025   22:51 Diperbarui: 31 Januari 2025   22:51 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Education System (Sumber:https://miro.medium.com/v2/resize:fit:1340/0*bYq1k1OSvjalMC-X)

Selain akses terhadap fasilitas dan materi, faktor lain yang juga berperan adalah lingkungan keluarga dan sosial. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang sejahtera dan berpendidikan umumnya memiliki keunggulan dalam hal perkembangan kognitif dan sosial. Mereka cenderung lebih termotivasi untuk belajar, memiliki akses lebih besar terhadap sumber informasi dan pengetahuan, serta mendapatkan dukungan yang lebih baik dari orang tua mereka. Sebaliknya, anak-anak dari keluarga pra-sejahtera seringkali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam belajar. Mereka mungkin tidak memiliki akses terhadap buku dan materi pembelajaran yang cukup, kurang mendapatkan dukungan dari orang tua mereka yang mungkin sibuk bekerja, dan hidup dalam lingkungan yang kurang kondusif untuk belajar. Akibatnya, kesenjangan dalam prestasi akademik antara anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi semakin besar.

Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam pendidikan menjadi sangat penting. Pemerintah dan semua pihak terkait perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa semua anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Hal ini mencakup penyediaan fasilitas dan materi pembelajaran yang memadai, peningkatan kualitas guru, serta pemberian dukungan kepada siswa dari keluarga pra-sejahtera. Selain itu, penting juga untuk mengatasi faktor-faktor di luar sekolah yang juga berkontribusi terhadap ketidaksetaraan, seperti kemiskinan, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan gizi, serta lingkungan keluarga dan sosial yang tidak mendukung. Dengan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan pendidikan dapat menjadi alat yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memberikan peluang yang sama bagi semua anak untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Langkah ke Depan

[3]
"The new paradigm: quality, autonomy, accountability, accreditation, and evaluation, represent the five pillars of the new paradigm in higher education management."

Kutipan di atas memperkenalkan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan tinggi, yang menekankan pada lima pilar utama: kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi. Paradigma ini menandai pergeseran signifikan dalam cara pendidikan tinggi dipandang dan dikelola. Kualitas menjadi fokus utama, bukan hanya dalam hal input, tetapi juga output dan outcome pendidikan. Otonomi memberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk mengembangkan diri dan berinovasi, namun harus diimbangi dengan akuntabilitas yang tinggi. Akreditasi dan evaluasi menjadi mekanisme untuk memastikan bahwa standar kualitas pendidikan tetap terjaga dan ditingkatkan secara berkelanjutan. Kelima pilar ini saling terkait dan memperkuat satu sama lain, membentuk suatu sistem yang holistik dan dinamis. Penerapan paradigma baru ini menuntut perubahan mendasar dalam berbagai aspek pengelolaan pendidikan tinggi, mulai dari perencanaan strategis, pengembangan kurikulum, manajemen sumber daya, hingga penjaminan mutu.

Kualitas pendidikan tinggi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor internal, seperti kualitas dosen dan fasilitas, tetapi juga faktor eksternal, seperti relevansi dengan kebutuhan pasar kerja dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu menjalin kemitraan yang erat dengan dunia industri dan stakeholders lainnya untuk memastikan bahwa lulusan yang dihasilkan memiliki kompetensi yang relevan dan berdaya saing. Otonomi memberikan ruang bagi perguruan tinggi untuk berkreasi dan berinovasi, namun harus disertai dengan mekanisme akuntabilitas yang jelas dan transparan. Akuntabilitas ini penting untuk memastikan bahwa otonomi tidak disalahgunakan dan perguruan tinggi tetap bertanggung jawab atas kualitas pendidikan yang mereka berikan. Akreditasi dan evaluasi merupakan instrumen penting untuk mengukur dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Proses akreditasi dan evaluasi yang baik akan memberikan informasi yang akurat dan komprehensif mengenai kinerja perguruan tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

Paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi ini menuntut komitmen dan kerjasama dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, dosen, mahasiswa, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan pendidikan tinggi, serta menyediakan dukungan kebijakan dan sumber daya yang diperlukan. Perguruan tinggi harus mampu mengelola otonomi yang diberikan dengan baik, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya lainnya. Dosen memiliki peran sentral dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan penelitian, serta mengembangkan inovasi-inovasi baru. Mahasiswa sebagai penerima manfaat pendidikan tinggi, juga memiliki tanggung jawab untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dengan kerjasama dan sinergi dari semua pihak, paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi ini diharapkan dapat mewujudkan sistem pendidikan tinggi yang berkualitas, relevan, dan berdaya saing global.

Penutup
Sebagai penutup, esai ini telah membahas tiga pesan penting yang disarikan dari makalah Prof. Satyro Soemantri Brodjonegoro. Ketiga pesan ini menyoroti tantangan dan peluang pendidikan tinggi di era globalisasi, serta pentingnya reformasi yang komprehensif dan berkelanjutan. Pendidikan tinggi tidak hanya berperan sebagai penyedia pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial dan motor penggerak pembangunan. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan tinggi merupakan investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa. Dengan menerapkan paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi yang menekankan pada kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi, diharapkan sistem pendidikan tinggi di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang kompeten, berdaya saing global, dan berkarakter kuat. Selain itu, upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses terhadap pendidikan tinggi juga perlu menjadi perhatian utama, sehingga semua anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang berkualitas dan menggapai masa depan yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun