Mohon tunggu...
Danang Satria Nugraha
Danang Satria Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Universitas Sanata Dharma

Selain mengajarkan ilmu bahasa dan meneliti fenomenanya di ruang publik, penulis gemar mengamati pendidikan dan dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

3 Pesan Penting (dari) Prof. Satryo

31 Januari 2025   22:51 Diperbarui: 31 Januari 2025   22:51 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.''
___________Nelson Mandela

Tulisan ini akan membahas tiga pesan utama yang disarikan dari sebuah makalah penting, yang ditulis oleh Prof. Satyro Soemantri Brodjonegoro, berjudul "Higher Education Reform in Indonesia". Makalah ini menyajikan analisis komprehensif mengenai tantangan dan peluang dalam reformasi pendidikan tinggi di Indonesia, dan menawarkan wawasan berharga bagi para pemangku kepentingan. Tiga poin utama yang akan dibahas dalam esai ini mencakup visi ideal pendidikan tinggi di Indonesia, analisis komparatif mengenai pendidikan tinggi di Indonesia dan negara-negara lain, serta rekomendasi kebijakan yang ditujukan untuk perbaikan sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Ketiga pesan ini akan dianalisis secara sederhana, dengan merujuk pada data dan argumen yang disajikan dalam makalah tersebut, serta menghubungkannya dengan konteks dan tantangan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini. Dengan memahami dan menginternalisasi ketiga pesan ini, diharapkan kita dapat berkontribusi pada upaya kolektif untuk mewujudkan sistem pendidikan tinggi yang lebih berkualitas dan relevan bagi kemajuan bangsa.

Konteks

[1]
"Globalization's risks of inequality are likely to be greatest in the next decade, as developing countries undergo to the difficult transition to more competitive, transparent, and rule based market systems. <...> Higher education could not be exclueded from the above mentioned concern and therefore it is necessary for the higher educaton institutions to develop institutional credibility through restructuring the nation wide system as well as the university system"

Globalisasi, dengan segala kompleksitasnya, menghadirkan tantangan dan peluang unik bagi negara-negara berkembang, terutama dalam dekade mendatang.  Masa transisi menuju sistem pasar yang lebih kompetitif, transparan, dan berbasis aturan, berpotensi memperlebar jurang ketidaksetaraan.  Kutipan di atas secara jelas menyoroti risiko ini, menekankan bahwa ketidaksetaraan sebagai dampak globalisasi kemungkinan akan mencapai puncaknya dalam periode ini.  Proses transformasi ekonomi dan sosial yang sedang berlangsung menuntut adaptasi yang cepat dan tepat, dan kegagalan untuk mengelola transisi ini dengan baik dapat berujung pada polarisasi yang lebih besar.  Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai dinamika globalisasi dan dampaknya terhadap berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi, menjadi krusial.  Pendidikan tinggi, sebagai pilar penting pembangunan sumber daya manusia, tidak dapat mengabaikan realitas ini.  Justru sebaliknya, institusi pendidikan tinggi memiliki peran sentral dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Implikasi dari risiko ketidaksetaraan globalisasi terhadap pendidikan tinggi sangat signifikan.  Institusi pendidikan tinggi tidak hanya berfungsi sebagai penyedia pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial.  Dalam konteks globalisasi, pendidikan tinggi harus mampu membekali mahasiswa dengan kompetensi yang relevan dengan tuntutan pasar kerja global, sekaligus menanamkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial.  Kesenjangan dalam akses terhadap pendidikan tinggi berkualitas dapat memperburuk ketidaksetaraan yang ada, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.  Oleh karena itu, upaya untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung, serta meningkatkan kualitas pendidikan secara merata, menjadi sangat penting.  Selain itu, kurikulum pendidikan tinggi perlu dirancang agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berubah, serta membekali mahasiswa dengan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan bekerja sama.  Dengan demikian, pendidikan tinggi dapat berperan sebagai motor penggerak mobilitas sosial dan mengurangi ketidaksetaraan.

Kutipan di atas dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan tinggi tidak dapat dikecualikan dari kekhawatiran terkait dampak globalisasi.  Oleh karena itu, pengembangan kredibilitas institusional menjadi suatu keniscayaan.  Kredibilitas ini dapat dicapai melalui restrukturisasi sistem pendidikan tinggi, baik di tingkat nasional maupun universitas.  Restrukturisasi ini harus mencakup berbagai aspek, mulai dari tata kelola dan manajemen, hingga kurikulum dan proses pembelajaran.  Reformasi sistem pendidikan tinggi harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat.  Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi yang berkualitas, relevan, dan akuntabel, yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing global.  Selain itu, reformasi juga harus memperhatikan aspek inklusi dan kesetaraan, memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan tinggi berkualitas.  Dengan demikian, pendidikan tinggi dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan nasional dan mengurangi dampak negatif globalisasi.

Menyoal Sistem

[2]
"In many developing countries, education is still a vehicle that reinforces rather than compensates for initial differences across households in income and wealth."

Kutipan di atas dengan jelas menggambarkan permasalahan krusial dalam sistem pendidikan di banyak negara berkembang, di mana alih-alih menjadi penyeimbang, pendidikan justru memperkuat ketidaksetaraan yang telah ada sebelumnya. Alih-alih memberikan peluang yang sama bagi semua anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi keluarga, pendidikan seringkali menjadi kendaraan yang melanggengkan perbedaan pendapatan dan kekayaan antar rumah tangga. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Akses terhadap pendidikan berkualitas, misalnya, seringkali sangat ditentukan oleh kemampuan ekonomi keluarga. Anak-anak dari keluarga sejahtera memiliki akses lebih besar terhadap sekolah-sekolah yang baik, fasilitas yang memadai, dan materi pembelajaran yang berkualitas. Sebaliknya, anak-anak dari keluarga pra-sejahtera seringkali harus bersekolah di sekolah-sekolah yang kekurangan fasilitas, dengan kualitas guru yang kurang memadai, dan tanpa dukungan materi yang cukup. Akibatnya, kesenjangan dalam kualitas pendidikan yang diterima oleh anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi semakin melebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun