"The deep learning AI is defined as a branch of machine learning that has its roots in mathematics, computer science, and neuroscience. Deep networks learn from data the way that babies learn from the world around them, starting with fresh eyes and gradually acquiring the skills needed to navigate novel environments. The origin of deep learning goes back to the birth of artificial intelligence in the 1950s, when there were two competing visions for how to create an AI: one vision was based on logic and computer programs, which dominated AI for decades; the other was based on learning directly from data, which took much longer to mature."
Dapat ditandai bahwa kecerdasan buatan berbasis deep learning berakar dari matematika, ilmu komputer, dan neurosains. Jaringan dalam Deep Learning  memproses informasi  dengan cara yang menyerupai proses belajar pada bayi: dimulai dengan  observasi  dan  secara bertahap  memperoleh  kemampuan  untuk  menavigasi  lingkungan  baru. Sejarah Deep Learning  berawal dari  kelahiran  kecerdasan buatan pada tahun 1950-an, di mana terdapat dua visi yang  berbeda. Visi pertama  berfokus pada  logika  dan  program komputer,  yang mendominasi  pengembangan AI  selama beberapa dekade.  Visi kedua, yang menjadi dasar Deep Learning, menekankan  pembelajaran  langsung dari data. Meskipun  perkembangannya  lebih  lambat,  visi  kedua  inilah  yang  akhirnya  membawa  pada  kemajuan  pesat  dalam  Deep Learning.  Kemampuan  untuk  memproses  data  dalam  jumlah  besar  dan  mengekstrak  pola  kompleks  membuat  deep learning  menjadi  salah  satu  pendekatan  paling  menjanjikan  dalam  pengembangan  kecerdasan buatan  saat  ini.
Sementara itu, Yu dan Lu (2021: 13 & 71) dalam An Introduction to Artificial Intelligence in Education memberikan contoh implementasi pembelajaran berbasis AI dengan pendekatan deep learning. Mereka menyatakan, "With the continuous development of deep learning technologies, all kinds of deep neural network algorithms have been developed and applied to authentic educational scenarios. <...> Specifically, deep learning algorithms can be used to identify students' pronunciation and correct false pronunciation; speech synthesis technology can be used for students to have dialogs; computer vision technology can be used to identify and classify natural plants; Chinese classical literary corpus can be processed to automatically create poetries; the massive data of human painting in the process of human--computer interaction can be analyzed to predict what is drawn. Furthermore, visualization technology can be used to display all kinds of statistical information of ancient poetry, so that students can understand the background and social environments of ancient poetry from a broader perspective. In addition, intelligent tools can understand the problems of students and visualize answers to their questions through analyzing and calculating a large amount of information with semantic analysis technology."
Dengan detail, mereka memberikan contoh-contoh yang boleh jadi dapat kita adaptasi. Perkembangan pesat teknologi Deep Learning telah melahirkan berbagai algoritma deep neural network yang diaplikasikan dalam skenario pendidikan autentik.  Algoritma Deep Learning dapat mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahan pengucapan siswa,  sementara teknologi speech synthesis memungkinkan  dialog interaktif. Di bidang sains,  teknologi computer vision  mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tumbuhan secara akurat.  Deep Learning juga  mentransformasi  studi  sastra,  di mana  korpus  sastra klasik  dapat  diproses  untuk  menciptakan  puisi  secara otomatis. Lebih  lanjut,  analisis  data  lukisan  melalui  interaksi  manusia-komputer  memungkinkan  prediksi  objek  yang  digambar,  membuka  dimensi  baru  dalam  apresiasi  seni.  Teknologi  visualisasi  juga  memiliki  peran  penting,  menyajikan  informasi  statistik  mengenai  puisi  kuno  secara  komprehensif,  sehingga  siswa  dapat  memahami  konteks  sosial  dan  latar  belakang  penciptaan  karya  sastra  tersebut. Tidak  ketinggalan,  peran  artificial intelligence dalam  bentuk  alat  cerdas  yang  dapat  memahami  pertanyaan  siswa  dan  menyajikan  jawaban  melalui  analisis  semantik  dari  sejumlah  besar  informasi.  Implementasi  deep learning  ini  menciptakan  pengalaman  belajar  yang  lebih  personal,  interaktif,  dan  mendalam,  mentransformasi  paradigma  pendidikan  tradisional  ke  arah  yang  lebih  inovatif  dan  adaptif.
Â
Penutup
Esai ini, paling tidak, telah menyajikan wacana untuk eksplorasi  definisi Deep Learning dalam konteks pedagogi, serta mengungkapkan  potensi  transformatifnya  yang melampaui  sekadar  penerapan  algoritma  canggih.  Deep Learning  menawarkan  lebih dari sekadar  peningkatan  efisiensi  dalam  proses  belajar-mengajar;  ia  merupakan  paradigma  baru  yang  mendorong  pembelajaran  mendalam,  kreatif,  dan  bermakna. Melalui  analisis  berbagai  perspektif,  termasuk  pandangan  Ohlsson  (2011)  dan  Matsushita  (2018),  kita  memahami  bahwa  Deep Learning  memungkinkan  siswa  untuk  melampaui  batasan  pengalaman,  mengkonstruksi  pengetahuan  secara  aktif,  dan  menghasilkan  pemahaman  yang  holistik. Integrasi  Deep Learning  dalam  pedagogi  menuntut  redefinisi  peran  guru,  pengembangan  kurikulum  yang  adaptif,  dan  penciptaan  lingkungan  belajar  yang  merangsang  eksplorasi  dan  penemuan. Dengan  demikian,  Deep Learning  bukan  hanya  sebuah  teknologi,  tetapi  sebuah  filosofi  pembelajaran  yang  memberdayakan  siswa  untuk  menjadi  pembelajar  seumur  hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H