Mohon tunggu...
Danang Satria Nugraha
Danang Satria Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Universitas Sanata Dharma

Selain mengajarkan ilmu bahasa dan meneliti fenomenanya di ruang publik, penulis gemar mengamati pendidikan dan dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Deep Learning & Definisi Pentingnya dalam Pedagogi

30 November 2024   13:38 Diperbarui: 30 November 2024   13:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Credit: Yu, S. & Lu, Y. 2021. An Introduction to Artificial Intelligence in Education. Routledge)

"It would be possible to describe everything scientifically, but it would make no sense; it would be without meaning, as if you described a Beethoven symphony as a variation of wave pressure."
Albert Einstein

Dalam dua bulan terakhir, wacana implementasi "deep learning" mengemuka dan menjadi bahan perbincangan publik. Sekurang-kurangnya, media ternama seperti Kompas menerbitkan beberapa kolom tentang wacana tersebut, khususnya dalam bingkai berita. Dikutip dari Kompas.com, pada acara Pameran Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2024, Senin (28/10/2024) di Jakarta, Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan, "Deep learning itu bukan kurikulum. Itu pendekatan belajar." (Lebih lanjut, baca: https://www.kompas.com/tag/deep-learning#).

Deep Learning, yang populernya dikenali dengan kemampuannya dalam mengolah data kompleks karena hanya dipandang dari sudut "teknologinya" saja, kini mulai merambah (kembali) dunia pendidikan dan (cepat atau lambat) akan mentransformasi lanskap pedagogi karena terstimulasi oleh perkembangan teknologi-informasi. Esai ini secara sederhana mengeksplorasi definisi dari Deep Learning dalam konteks pedagogi, melampaui sekadar penggunaan algoritma canggih. Fokus utama kita adalah bagaimana Deep Learning dapat mendefinisikan ulang praktik mengajar dan belajar, serta implikasinya terhadap pengembangan strategi pembelajaran.  Dengan memahami definisi ini,  kita dapat membuka potensi Deep Learning untuk menciptakan kembali pengalaman belajar yang lebih personal, adaptif, dan efektif,  sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mendalam bagi setiap siswa.

Definisi Utama
Sebagai konteks dalam esai ini, kita mencoba mengenali Deep Learning secara historis. Dalam karyanya Deep Active Learning, Matsushita (2018: 8) menjelaskan, "Deep learning may be mostly recognized as the idea behind the artificial intelligence <...> However, the concept of deep learning has been present in the field of learning theory since the 1970s. The main issue was how to cross active learning, which focuses on the formats for learning, with deep learning, which focuses mainly on the quality and content of learning." Matsushita (2018) menyoroti adanya kesenjangan pemahaman yang menganggap Deep Learning sebagai konsep baru yang lahir dari perkembangan kecerdasan buatan. Padahal, akar deep learning dalam teori pembelajaran sudah ada sejak tahun 1970-an. Tantangan utamanya terletak pada  bagaimana mengintegrasikan  active learning  yang berfokus pada format  dan  deep learning yang menekankan kualitas  serta konten pembelajaran. Dengan kata lain, bagaimana menciptakan  pengalaman belajar yang  tidak hanya  mendalam  dalam  pemahaman  konsep  (deep learning), tetapi juga  aktif  melibatkan  siswa dalam proses pembelajaran  (active learning).  Integrasi ini menjadi kunci  untuk  mencapai pembelajaran yang  bermakna dan  memberdayakan siswa.

Lebih lanjut, Hermida (2014: xix) dalam bukunya Facilitating Deep Learning, memberikan uraian: "Deep learning is a committed approach to learning where learners learn for life and can apply what they learn to new situations and contexts. Surface learning is a super- ficial approach to learning where students use knowledge that they acquire for writing exams or papers and soon forget it. Deep learners discover and construct their own knowledge by negotiating meanings with peers and by making connections between existing and new knowledge. Surface learners receive knowledge passively from their teachers or books. We can learn deeply, write deeply, read deeply, and engage in any academic task in a deep way. Similarly, we can approach any academic task in a surface way."

Dari uraian tersebut, paling tidak dapat diketahui bahwa Deep Learning adalah pendekatan pembelajaran yang berkomitmen untuk memosisikan pemelajar agar mampu belajar seumur hidup dan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh pada situasi dan konteks baru.  Surface Learning merupakan pendekatan pembelajaran superfisial. Dalam konteks superfisial, pemelajar menggunakan pengetahuan yang mereka dapatkan hanya untuk mengerjakan ujian atau tugas tulis dan kemudian melupakannya. Pemelajar yang menerapkan deep learning  menemukan dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan menegosiasikan makna bersama rekan-rekan dan membangun koneksi antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru. Sebaliknya, pemelajar yang menerapkan surface learning menerima pengetahuan secara pasif dari guru atau buku.  Kita dapat belajar secara mendalam, menulis secara mendalam, membaca secara mendalam, dan terlibat dalam setiap tugas akademik secara mendalam. Demikian pula, kita dapat  mendekati setiap tugas akademik secara superfisial (surface).

Secara eksplisit, Ohlsson (2011: 21) dalam bukunya yang diterbitkan Cambridge University Press (CUP), Deep Learning: How the Mind Overrides Experience, menyatakan The Deep Learning Hypothesis: "In the course of shifting the basis for action from innate structures to acquired knowledge and skills, human beings evolved cognitive processes and mechanisms that enable them to suppress their experience and over- ride its imperatives for action." Dijelaskan lebih detail olehnya, "...to articulate the deep Learning Hypothesis into specific theories for three types of cognitive change, called creativity, adaptation and conversion. The three theories postulate different mechanisms to account for these three types of change, but they share a focus on the non-monotonic aspect of cognitive change."

Dari Ohlsson, kita dapat memetik pemahaman tentang evolusi kognitif manusia. Manusia, dalam perjalanannya menggeser dasar tindakan dari struktur bawaan ke pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, mengembangkan proses dan mekanisme kognitif yang memungkinkan mereka untuk menekan pengalaman dan mengesampingkan imperatif tindakan yang muncul dari pengalaman tersebut. Dengan kata lain,  Deep Learning memungkinkan manusia untuk  melampaui batasan pengalaman dan menciptakan pengetahuan baru yang  berbeda, bahkan bertentangan dengan  apa yang telah dialami sebelumnya.  Ohlsson  menguraikan  Hipotesis Deep Learning ini  ke dalam  tiga jenis perubahan kognitif, yaitu kreativitas, adaptasi, dan konversi. Kreativitas memungkinkan  munculnya ide dan solusi baru yang  belum pernah ada sebelumnya.  Adaptasi  memungkinkan  penyesuaian  pengetahuan  dan  keterampilan yang  sudah ada dengan  situasi baru.  Sedangkan konversi  melibatkan  perubahan  mendasar dalam  cara pandang dan  pemahaman  terhadap suatu konsep. Meskipun  ketiga teori tersebut  memiliki mekanisme yang berbeda,  mereka  memiliki  fokus yang sama pada aspek non-monotonik dari perubahan kognitif. Artinya,  perubahan kognitif  dalam Deep Learning  tidak selalu  bersifat  linear  atau  bertahap, melainkan  dapat  melompat,  berubah arah,  bahkan  mengalami  kemunduran  sebelum  mencapai  tingkat  pemahaman  yang  lebih  mendalam.  Ohlsson  menekankan  bahwa  kemampuan  untuk  mengesampingkan  pengalaman  inilah  yang  membedakan  Deep Learning  dari  bentuk  pembelajaran  lain  yang  lebih  sederhana.

Definisi Terkait
Berpijak pada fondasi akademik yang lebih praktikal namun tetap berkaitan dengan tiga definisi sebelumnya, Popenici (2023: 33) dalam karyanya Artificial Intelligence and Learning Futures menampilkan definisi deep learning dalam konteks AI sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun