Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kedai Kopi, Ruang Diskusi & Obrolan Solutif

5 Oktober 2023   09:36 Diperbarui: 5 Oktober 2023   09:36 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Halo, jika saya diizinkan mentraktirmu secangkir kopi, apakah Anda akan mengizinkan saya pula untuk duduk dekat satu meja selama beberapa jam dan kita saling bicara? Lalu anggap ini adalah era 90-an di mana setiap orang tidak terkoneksi dengan internet dan sibuk dengan gadgetnya masing-masing, boleh?"

Apakah Nongkrong Itu Perlu?

Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika telinga Anda mendengar kata nongkrong?  Apakah selalu identik dengan kegiatan buang-buang waktu dan unfaedah? Atau dianggap sebuah kegiatan pelarian bagi orang-orang yang tak punya kesibukan.

Mungkin bisa benar tapi juga bisa salah karena dalam nongkrong ada sebuah diplomasi, apalagi jika nongkrongnya di kedai kopi maka aktivitas nongkrong akan berubah menjadi diplomasi kopi.

Nongkrong di kedai kopi tak semata hanya duduk-duduk untuk menikmati kopi, bahkan ketika kita datang sendiri sekalipun, selanjutnya kita akan menemukan kawan dan lawan bicara. Setidaknya itu yang sering sebagian orang alami.

Foto Fahmi Muzaki, Facebook
Foto Fahmi Muzaki, Facebook
Di kedai kopi terjalin komunikasi, ada yang bersedia menjadi pendengar, dari cerita yang dikisahkan terbangun empati, bahkan menimbulkan kesadaran demokrasi dengan kata setuju atau tidak setuju dari sebuah pernyataan.

Di lingkungan tongkrongan pun jarang kita temukan orang-orang yang mengedepankan ego dan menonjolkan status. Selanjutnya, aktivitas nongkrong pun membuka peluang kita berinteraksi yang lebih intens dengan siapa saja, menemukan teman dan sahabat baru bahkan kita bisa mengumpulkan inspirasi yang bertebaran di sana, mungkin juga menimba ilmu, bukankah masyarakat adalah juga sumber ilmu?

Namun bila kita tanyakan pada pegiat diplomasi di kedai kopi, apakah nongkrong itu perlu? Tentu jawabannya akan semakin beragam.

Nongkrong adalah Mencari Peluang, Kata Yaya (Dokpri)
Nongkrong adalah Mencari Peluang, Kata Yaya (Dokpri)
"Perlu banget! Apalagi mereka mau nongkrong di kedai saya hahaha. Tapi, gini! Nongkrong dianggap perlu atau tidak tergantung orangnya juga, maksudnya apa yang memotivasi yang bersangkutan untuk nongkrong," kata Robby (32) pemilik Angkringan Kopi Lodaya, Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.

Beda halnya dengan Robby, Yaya Nurjaman (53), pengrajin handycraft dari bahan kayu di Kabupaten Tasikmalaya mengatakan bahwa Nongkrong diperlukan ketika ada project yang harus difollow-up atau ketika dirinya mengincar sebuah project.

"Saya kira orang perlu nongkrong, meskipun saya termasuk nu tara nongkrong. Kecuali kalau ada proyekan, tujuannya bisnis ya perlu banget," kata salah satu pengrajin yang pernah terkumpul di Jabar Juara ini.

Bicara nongkrong, menurutnya tergantung masing-masing individu dan memiliki tujuan berbeda pula, "Kan ada juga yang datang ke cafe atau kedai kopi cuma buat hura-hura, tapi banyak juga yang datang dengan tujuan bisnis," imbuhnya.

Hebatnya lagi, di lingkungan nongkrong ini pun mengalir bahasan-bahasan aktual, baik itu isu politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang pada akhirnya selalu menghasilkan sesuatu seperti peluang dan ilmu baru.

Walau demikian, terlalu banyak nongkrong pun bisa menguras budget bagi sebagian orang karena pengeluaran auto bertambah,

Fahmi, Kiri ( Dokpri)
Fahmi, Kiri ( Dokpri)
"Saya suka banget kerja di luar, nyari workspace yang nyaman dan ngasih inspirasi bagus buat mood kerja, tapi ya itu tadi. Budget pasti nambah,nongkrong kelamamaan tak cukup dengan segelas kopi, apalagi jika saya nongkrong sendiri sambil kerja, hampir tiap hari," kata Aliawan (45), karyawan swasta.

Namun, Teddy (32) Guru di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Cisayong, mengatakan bahwa nongkrong bukan soal budgeting karena nongkrong adalah mencari Fun untuk bertemu kolega dan teman-temannya,

"Kalau masalah bajet kan relatif! Tapi, buat saya nongkrong itu perlu banget untuk melepaskan diri dari rutinitas weekday. Untuk hiburan yang lebih bermanfaatlah bersosialisasi dengan teman-teman." Kata dia. Dari sendirian di sebuah sudut ruangan kedai menjadi lebih dari satu, nampaknya perkara nongkrong ini pun berubah menjadi kegiatan kolektif.

Kedai Kopi Ruang Diskusi dan Berbagi

Tak kalah Sama Kaum Pria (Dokpri)
Tak kalah Sama Kaum Pria (Dokpri)
Pada suatu malam, di Batara Coffee perempatan Jalan Cisinga, Nyalindung, Kecamatan Sukaratu beberapa meja terisi penuh di mana anak-anak muda yang tergabung dalam Karang Taruna dan beberapa orang  lainnya adalah praktisi dunia pendidikan tampak duduk melingkar sambil berbicara serius menanggapi lawan bicaranya.

Sepertinya isu yang dibahas cukup menawan sesuai dengan passion mereka, bicara dunia pendidikan, kesejahteraan, peluang, UMKM dan ide-ide cemerlang. Sesekali tampak ada yang menyesap kopi hitamnya sambil manggut-manggut lalu tertawa dan menimpali obrolan.

Jelas sudah! Apa yang tadi disebutkan di atas bahwa hebatnya nongkrong di kedai kopi terdapat isu-isu aktual yang dibahas dan melahirkan sesuatu.

 

Fahmi Muzaki ( Facebook Fahmi Muzaki)
Fahmi Muzaki ( Facebook Fahmi Muzaki)
"Sok, ku saya disumbang tah sakitu untuk hadiah! Sebagai awalan saja. Tinggal nanti kalian cari sponsor lainnya, bikin acara mau seperti apa teknis dan bentuknya, yang jelas kita ingin mendorong pelaku usaha di Kecamatan Sukaratu maju, kita kenali potensinya, syukur-syukur bisa mensejahterakan," kata Fahmi Muzaki, mantan Ketua Karang Taruna Kecamatan Sukaratu yang kini menjadi anggota DPRD Pergantian Antar Waktu sisa masa jabatan 2019-2024 Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Tasikmalaya.

Nongkrong di Kedai Kopi, Tak hanya ngobrol ngalor-ngidul tentang tema-tema receh, nyatanya siapapun sudah tak segan lagi berbicara atau berdiskusi di tuang ini dengan tema yang lebih beragam bahkan lebih berat

Merujuk sejarahnya,  dalam sebuah literatur diceritakan bahwa fenomena kedai kopi hadir sebagai tempat terjadinya percakapan intelektual, ternyata  sejatinya telah terjadi sejak abad ke-17. Bahkan, percakapan-percakapan bernuansa kafein itulah yang menjadi cikal bakal terjadinya dua revolusi besar dunia, yaitu Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis.

Kofie Huis ( Dokpri)
Kofie Huis ( Dokpri)
Semua diperkirakan berawal dari abad ke-17, tatkala minum kopi menjadi tren di kalangan masyarakat Eropa, terutama di Paris. Kedai kopi menjadi lokasi yang dipilih para pemuda untuk menghabiskan waktu berjam-jam. Voltaire, Benyamin Franklin, dan Napoleon (Bonaparte), adalah beberapa di antaranya. Ditemani masing-masing secangkir kopi, mereka tak jarang membahas tentang filosofi, hak-hak pribadi, hingga monarki, dalam percakapannya (Validnews/Laksono, 2013). 

Seandainya saja remaja-remaja sekarang mengetahui historical kedai kopi, tak sekedar menjadikannya sebagai tongkrongan gaul dan menampakan ekssistensi diri di wilayah kolektif saja, atau jauh dari kata sekedar makan minum dan memanfaatkan fasilitas wifinya saja untuk kebutuhan game online, pasti mereka akan lebih cakap dan berpikir cerdas dalam bertingkah dan bertindak. 

Yuk, anak-anak muda kita ngopi! Nongkrong asyik sambil ngobrolin apa yang ada dalam pikiran untuk lebih solutif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun