Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Desa Bolang, Kabupaten Cilacap Ingin Mengembangkan Kopi Organik

2 Oktober 2019   13:39 Diperbarui: 2 Oktober 2019   13:55 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi M-bio merubah kompos di Puncak Kompos

Salah satu produk teknologi tepat guna yang kini mulai dilirik oleh para petani di beberapa daerah di Indonesia adalah teknologi M-bio. M-bio merupakan cairan organik kultur campuran mikroba yang menguntungkan, antara lain berupa bakteri pelarut fosfat dan lainnya yang bisa mengurai zat padat seperti kotoran kambing, dedaunan, dedak, batang pisang, kompos dan sejenisnya sehingga menjadi jenis pupuk organik yang bisa memberikan nilai tambah bagi para petani yang membutuhkan pupuk altetnatif dan ramah lingkungan. 

Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Dengan teknologi sederhana petani pun bisa memproduksi sendiri.Berbekal ilmu pengetahuan para putra daerahnya, para petani di Desa Bolang, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah,  mulai menerapkan teknologi M-bio tersebut.

Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Pada Minggu (29/9), bertempat di Puncak Kompos Desa Bolang terlihat puluhan petani dengan seksama menyimak dan mempraktekan apa yang disampaikan para mahasiswa asal daerah yang kuliah di Universitas Siliwangi, mereka tergabung dalam Himada akronim dari Himpunan Mahasiswa Asal Dayeuhluhur, kembali ke desa mereka untuk mengabdi dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah didapat.

Penerapan teknologi m-bio
Penerapan teknologi m-bio
"Pupuk organik berbahan baku limbah seperti yang hijau-hijau, limbah kandang kotoran kambing kemudian difermentasi oleh M-Bio dalam sebuah wadah selama duapuluh delapan hari. Dan ini bisa membantu para petani meningkatkan hasil pertanian," jelas Eko Yulianto, dosen muda kandidat doktor yang meneliti konsep zikir dalam tasawuf menurut perspektif filsafat matematika. Baginya, kopi bukan sekedar komoditi bisnis melainkan mengandung penuh makna semiotik yang juga menarik diteliti. 

"Sebelum diaplikasikan ke tanaman kopi nanti, kita akan coba ke beberapa komoditas palawija dulu," imbuh dia, Rabu (2/10).

Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Ihwal pembuatan pupuk organik melalui pemanfaatan m-bio, Menurut Eko, adalah tahapan selanjutnya dari rencana penanaman kopi di Puncak Kompos yang sebelumnya merupakan lahan tidur dan tidak pernah disentuh oleh pupuk kimia, sehingga bisa diidentifikasi bahkan melalui test lab menunjukan tanah Puncak Kompos tidak tersentuh kimia.
Dengan keuntungan tanpa melakukan proses sterilasasi tanah yang membutuhkan waktu hingga tiga tahun menuju tanah layak untuk pengembangan tanaman organik, maka Desa Bolang berkeinginan mengembangkan kopi organik.
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
"Di Puncak Kompos belum pernah ada yang menanam sayuran atau apapun menggunakan pupuk kimia, jadi tanah ini tak perlu rekondisi. Masih pure, masih perawan lah!" Ucap Eko.

Selain mengbangkan kopi organik, Bukit Kompos juga dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata berbasis kopi.

Puncak Kompos (Dokpri)
Puncak Kompos (Dokpri)
(Baca juga: Ngabolang) 

Untuk menunjang hal tersebut beberapa mahasiswa Fakultas Pertanian Unsil diberi tanggung jawab mengolah Puncak Kompos di bidang pertanian diantaranya Trismoyo dan Devi yang merupakan mentor dalam workshop pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan teknologi m-bio. 

Tak tanggung-tanggung beberapa proyeksi pengembangan pun dicanangkan, yaitu pengembangan komoditas kopi, stroberi dan kesesuaian lahan.


"Untuk ketiga proyeksi tadi ada keterlibatan Kang Wawan, sebetulnya bukan cuma mahasiswa pertanian saja yang kemarin hadir, ada sekitar lima belas orang dari Unsil, tigapuluh petani dari dua desa, Bolang dan KutaAgung," tegas Eko.

Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)
Mengolah Kompos dengan kompos (Dokpri)

Jika langkah Himada memperkenalkan pupuk organik ini berhasil diterima oleh para petani di dua desa itu, secara umum di Kecamatan Dayeuhluhur, maka gerakan pupuk organik desa akan segera dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia dalam mengolah lahan pertanian.

"Maklum orang desa mah, teu langsung percaya. Rek diujicoba dulu kana komoditas sayuran, nah jika ini berhasil. Baru ada gerakan bersama" pungkas Eko.

Ada banyak alasan, pupuk kimia harus dihindari untuk produktivitas pertanian, selain mengganggu unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman, jika dilakukan secara berlebihan, penggunaan pupuk kimia bisa menimbulkan dampak yang justru merusak kesuburan tanah itu sendiri, cacing tanah mati! padahal jika tanah masih banyak terdapat cacing adalah satu indikasi tanah tersebut masih subur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun