Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gebu di Singaparna, dari Universitas Siliwangi Pindah ke Ciakar

8 September 2019   21:59 Diperbarui: 8 September 2019   23:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Psikomotor juga sama pentingnya dengan aspek Kognitif, Dedi Nurjamil (Dokpri)

Tentu Anda pernah mendengar kata Gebu, bagi warga Tasikmalaya Gebu merupakan kepanjangan dari Gedung Bupati, Gebu adalah sebutan karib bagi lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya yang terletak di wilayah Kecamatan Singaparna. 

Tak jarang area di sekitar Gebu menjadi tempat bersosialisasi bagi warga Kabupaten Tasikmalaya di saat hari libur, terutama di waktu pagi dan sore hari, beragam even pun selalu diadakan di tempat ini seperti gelaran eksibisi, festival dan kegiatan lomba.

Gebu dilihat dari depan
Gebu dilihat dari depan
Barangkali Anda juga sering mendengar kata Gebu, namun dalam pengertian lain yang merupakan istilah dari sebuah gerakan kesadaran sosial dengan prinsip Sabilulungan atau gotong royong, dengan gotong royong, terbukti! 

Banyak sekali persoalan yang bisa diselesaikan tanpa merasa berat dan memberatkan, berat beban jadi enteng!

Para petani Ciakar, saat launching Gebu
Para petani Ciakar, saat launching Gebu
Gebu, gerakan seribu rupiah adalah satu upaya menuntaskan persoalan yang terjadi dalam masyarakat kita, mengikis sifat individualistis sedikit demi sedikit demi mewujudkan keshalihan sosial, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, seribu demi seribu lama-lama menjadi ratusan ribu dan berjuta-juta.

Lalu bermanfaat bagi yang membutuhkan, misalnya memberikan permodalan, santunan, membantu orang tak mampu yang hampir sekarat agar bisa berobat ke rumah sakit hingga nyawanya tertolong secara bergotong royong, dengan catatan asal mau mengaplikasikan dan kita peka pada kondisi lingkungan sekitar.

Ikut pameran di Gebu (Dokpri)
Ikut pameran di Gebu (Dokpri)
Menyadari hal tersebut,awal juli 2019 lalu masyarakat desa hutan yang tergabung dalam LMDH Galunggung Jaya, Kampung Ciakar, Desa/Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya mendeklarasikan penyelenggaraan Gerakan Seribu Rupiah perhari untuk melawan minimnya anggaran lembaga dan memberdayakan para anggotanya. 

Sebagai petani penggarap mandiri kebutuhan dalam bertani kopi membutuhkan banyak variable pendukungnya, alhasil pemikiran harus dikerahkan bagaimana caranya memenuhi semua itu.

"Gerakan seribu ini muncul dari sebuah kegalauan bagaimana caranya memberdayakan diri sebelum kita memetik hasil tanaman kopi yang sebagian baru ditanam," ungkap Tatang Haeruman, petani penggarap lahan Perhutani RPH Cisayong yang juga ketua LMDH.

"Kebutuhan kita sekarang adalah tertib administrasi dulu secara kelembagaan, kita harus ke notaris karena ada perubahan LMDH, ternyata di KPH masih tercatat LMDH yang lama tapi tidak aktif, dan kita terlanjur membentuk LMDH yang sekarang.

Selanjutnya dana yang terkumpul bisa dialokasikan untuk apa saja, seperti kebutuhan bibit, pupuk, atau ada anggota yang terkena musibah atau sakit dan lain-lain," sambung Tatang  (8/9/19) menjelaskan bahwa prioritas Gebu yang kedua adalah pembenahan Pasirlandak atau Pas Land sebagai daerah tujuan wisata minat khusus.

Psikomotor juga sama pentingnya dengan aspek Kognitif, Dedi Nurjamil (Dokpri)
Psikomotor juga sama pentingnya dengan aspek Kognitif, Dedi Nurjamil (Dokpri)
Dedi Nurjamil M.pd akademisi Universitas Siliwangi Tasikmalaya (Unsil) menyambut baik gerakan seribu rupiah yang dilakukan para petani tersebut. "Alhamdulillah, saya bersyukur jika Gebu ini juga dilakukan elemen masyarakat lainnya. 

Di Unsil sendiri Gebu sudah berjalan lebih dari satu semester, saya berharap gerakan ini menyebar kemana-mana, meski di tempat lain sebetulnya sudah terlebih dulu melakukan hal  serupa," ungkap dosen matematika FKIP Unsil ini (8/9/19), "Kebetulan saya juga sering ke Ciakar Galunggung bertemu ustadz Tatang dan kita sering berkomunikasi," sambung dia.

Dedi mengungkap awal terbentuk gerakan seribu di Unsil yang digagasnya terinspirasi dari esai mahasiswa Unsil mengenai Matematika Sedekah, penulis esai mengutip beberapa ayat dalam Al-Quran sehingga ada rumus mengenai hal itu.

"Secara teknis mahasiswa sendiri yang mengumpulkan dan menyalurkan hasilnya ke para lansia yang ada di sekitar Unsil, sementara ini alokasinya ke RW 07 dan 14 Kahuripan dan panti asuhan, kan ada istqomah tuh! 

Senin hingga Jumat dari 400-an mahasiswa diharapkan menyisihkan seribu rupiah setiap harinya, ada kencleng, Sabtu Minggu putus, mereka sendiri menyimpannya di rumah masing-masing agar gerakan seribu sehari full satu minggu, Istiqomah! 

Konsisten,jadi judulnya Matematika sedekah Seribu Per Hari" terang dia, dana yang terkumpul pun langsung disalurkan setiap harinya.

img20190903134027-5d751437097f361fcd51c822.jpg
img20190903134027-5d751437097f361fcd51c822.jpg
Dengan Gebu, menurut Dedi yang memberikan tugas tambahan kepada mahasiswa-siswinya dengan setor hafalan surat alkahf, diharapkan mampu membentuk kepekaan sosial mahasiswa semakin terasah "Jangan hanya melihat aspek kognitif, perkembangan psikomotor juga sangat penting! Mereka harus memiliki kemampuan penalaran matematik" pungkas dia.

Di beberapa daerah  gerakan serupa memiliki istilah yang berbeda, ada yang menyingkat gerakan seribu rupiah menjadi Geser, bahkan Geserah (Baca Geser ah).

Tetapi apapun namanya prinsip sabillulungan dalam gotong royong untuk menuntaskan ragam persoalan adalah alternatif yang patut diaplikasikan dalam berbagai sendi kehidupan karena pada dasarnya masyarakat kita adalah masyarakat yang peduli satu sama lain, senang berderma tanpa paksaan dan sukarela tanpa tekanan.

Jika anda penggemar Musik Tradisional Sunda bernama Degung, Anda tentu hafal dengan sebuah lagu dari mulai intro sampai outro lagu meskipun tanpa lirik, lagu ini seringkali dibawakan dalam berbagai acara terutama hajatan dengan tradisi Sunda, begini penggalan liriknya;

Melihat bentang alam Galunggung dari Pas Land
Melihat bentang alam Galunggung dari Pas Land
Sabilulungan, urang gotong-royong. Sabilulungan, urang silih rojong. Sabilulungan, genteng ulah potong. Sabilulungan, persatuan tembong. Tohaga, rohaka. Rempug jukung ngabasmi pasalingsingan. Satia, sajiwa. 

Rempug jukung ngabasmi pasalingsingan. Sabilulungan, hirup sauyunan. Sabilulungan, silih pikaheman. Sabilulungan, tulung tinulungan. Sabilulungan, kukuh persatuan. Santosa, samakta. Teuneung ludeung ngajaring kawibawaan. Saihwan, Safaham. Nagri nanjung berkah sabilulungan,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun