"Tapi jika kopi sudah tumbuh besar dan berumur seperti sekarang, otomatis lahan juga menjadi rimbun. Ruang kosong menjadi rapat oleh kopi," lanjutnya.
Dengan begitu potensi para petani untuk berbuat nakal tidak ada lagi, dan hutan akan semakin hijau dengan tanaman yang bisa memberikan nilai lebih bagi masyarakat desa hutan.
Menjadi petani kopi bagi Sandut dan Abah Dudung adalah respek terhadap alam. Mereka menyadari dirinya sebagai masyarakat desa hutan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengelola kawasan hutan. Selain mengambil manfaat, mereka juga perlu melestarikannya. Terlebih hingga tahun 2016 di kawasan tersebut masih sering terjadi kebakaran lahan akibat terbakarnya lahan.
"Lahan terbakar itu akibat kepanasan, cuaca dan iklim yang ekstrem, dari kawah juga kan bisa jadi pemantik api. Tapi di seberang itu yang masuk Kabupaten Garut, ladang-ladang palawija sekarang sudah mulai ditanami kopi juga," terang Andi Saputra (49) petugas Perhutani Kabupaten Tasikmalaya.
Kopi-kopi Karaha, kini sudah tumbuh subur dan berbuah lebat. Jerih payah petani selama ini akan terganti dengan manisnya rasa kopi di ujung lidah. Dua-tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dalam berupaya tetapi dengan menanam hari ini. Paling tidak, ada saat di mana kita akan memetik hasilnya. Plant something now, you will harvest later!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H