Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Kopi hingga Jalan Tol

10 Februari 2019   12:20 Diperbarui: 16 Februari 2019   20:06 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memangnya di Galunggung ada kopi?

Geliat petani kopi dalam beberapa tahun belakangan ini di kawasan Gunung Galunggung mulai nampak, satu persatu para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kubang Koak, Linggajati, Galunggung Putra dan Tani Mukti Ciakar, Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya melirik tanaman kopi sebagai salah satu komoditas tanaman yang dikembangkan di lahan milik perhutani.

Kini, bagi sebagian orang bertani kopi cukup menjanjikan meski butuh waktu yang cukup lama untuk berhasil, tetapi setelah tanaman kopi bisa berbuah, belasan hingga puluhan tahun petani dapat memetik hasil usahanya.

Selain karena menjamurnya kedai dan warung kopi atau kafe yang siap menampung biji kopi untuk dijadikan varian minuman ekstraksi buah ini, para penikmat kopi baru (bukan sachet) pun jumlahnya bertambah cukup signifikan dari semua kalangan, menambah keseruan budaya ngopi di Indonesia, para penjual alat-alat penyeduh kopi secara online pun terkena dampak naiknya omset , sebab meminum kopi kini lebih dari sekedar menyeruputnya saja dari cangkir atau gelas.

"Awalnya, agak sulit mengajak kawan-kawan petani untuk menanam kopi, sering kali saya kena ledekan dengan pertanyaan berkali-kali, kapan panen kopi teh, Jang?"  jelas Tatang Haeruman (34), salah seorang petani Ciakar penggarap lahan di Kawasan hutan lindung mengungkap ihwal asal muasal pergerakan petani kopi, mengingat bertanam kopi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil.

Lain halnya dengan cerita Nanang (43), petani kopi di Kubangkoak yang sudah bertahun-tahun menanam kopi di wilayah Gunung Galunggung, 

"Kalau saya sudah hampir lima tahun aya di Gunung, Alhamdulillah kopi mah udah buahan meski hasilnya belum memuaskan, karena waktu itu pas nanam teh hanya berbekal pengalaman ketika saya masih di Lampung ikut mertua nanam kopi, untuk biaya hidup sehari-hari saya bikin gula kawung dan gula semut" kenang Nanang 

"Jeung saya niatna ge hayang ngahejokeun gunung, bagaimana caranya gunung ini hijau kembali, da sayah mah senang ada di leuweung" Imbuhnya sambil menunjukan masih ada lahan yang tampak gundul betapa sudah terlalu luas lahan di kaki Gunung Galunggung  yang kini berubah menjadi tambang pasir terutama di Desa Sinagar dan sekitarnya semenjak dampak letusan dahsyat Gunung Galunggung tahun 1982 dianggap aman.

dokpri
dokpri
Semangat menjaga alam seperti yang Nanang miliki adalah modal besar bagi kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem yang baik, tapi berapa banyakkah orang yang memiliki spirit seperti dia? "Saya mah nanam aja secara swadaya, bibitnya juga rabutan dari mana saja ngga mikirin hasil waktu itu, nu penting gunung hejo!" kata dia.

Dan sekarang, bila ada yang bertanya "Memangnya di Galunggung ada kopi?" jawabannya jelas ada.

Tersesat di ladang kopi

Dokpri
Dokpri
Dalam rangka ngabolang dan mengenalkan lingkungan diluar tempat saya tinggal saya asruk-asrukan dengan menggunakan sepeda motor matic melalui jalanan kampung demi kampung, dari desa ke desa hingga tiba di kaki Galunggung melewati jalanan yang berpasir dan terjal dan sangat cocok untuk kegiatan offroad, Cross Country atau downhill. Kami berniat pulang ke rumah karen hari mulai gelap dan senja segera datang, hingga saya memasuki ke area Perhutani di daerah perbukitan Gunung dan tiba di Kubangkoak.

Ketika saya melihat tanaman kopi tumbuh dan berbunga, saya termasuk orang yang berkata; Oh! Ternyata di Galunggung ada kopi, saya sangat senang! Dalam batin berkata inilah komoditas yang bisa diandalakan jadi salah satu unggulan ketika berbicara Galunggung apa yang bisa dibawa oleh para wisatawan sepulang dari sana? Sebab nyaris tak ada sesuatu yang berkarakter lokal yang bisa diandalkan sebagai oleh-oleh kecuali jenis lalaban dan sayuran khas gunung dan pisang ranggap.

Dokpri
Dokpri
Dalam keadaan tersesat mencari jalan pulang, rasa khawatir perlahan surut karena saya meyakini ada orang lain di sini, pasti ada pondok petani. Betul saja, akhirnya saya menemukan pos Kelompok Tani Kubangkoak yang dihuni Nanang bersama keluarganya tempat dimana mereka memproduksi gula kawung, dari sini saya mengenal Mang Nanang dan ia bercerita banyak ihwal dirinya tanaman kopi yang ia kembangkan.

Minim fasilitas pengolahan dan tehnik pasca panen.

Dokpri
Dokpri
Untuk menjadi secangkir espresso, americano atau kopi tubruk dan varian minuman kopi lainnya, buah kopi telah melalui mata rantai yang panjang dan cukup lama melalui berbagai macam metode pengolahan yang umumnya dikenal dengan proses natural, semi wash dan full wash, mulai dari pemetikan ceri, washing, hulling, fermentasi, pengeringan hingga roasting dan bahkan sentuhan tangan barista, jadilah secangkir kopi yang nikmat.

Sayangnya, keterbatasan pengetahuan, tehnik pengolahan pasca panen, alat-alat pendukung pengolahan kopi pasca panen masih sangat minim dimiliki para petani. Bahkan, penulis mendapati kuintalan buah kopi yang sudah kering menumpuk begitu saja dalam tersimpan karung, ketika dichek sudah mulai korosif dan menurun kualitasnya.

"Maklum kang, Selama ini belum punya pendamping, perhatian dari pihak lain minim, saya juga ngga tamat SD, yang saya tahu kopi yang disimpan lebih lama katanya akan semakin bagus," Nanang beralibi ketika sangat disayangkanya kesalahan fatal dalam mengolah hasil panen. "Itu buah yang kami panen tahun lalu, kalo ngga salah" lanjutnya, padahal ia menanam harapan akan masa depannya bisa terbantu dari tanamn kopi yang sudah mulai berbuah.

Profile Nanang, mungkin hanya salah satu dari sekian banyak para petani kopi pemula yang menemukan informasi secara otodidak, berbekal pengetahuan dan teknologi seadanya dalam mengolah kopi, sehingga nilai jual yang mereka dapat hanya berakhir di level pengepul dengan harga pasar kopi asalan.

Gayung bersambut

Dokpri
Dokpri
Para pecinta kopi yang kian banyak adalah aset dalam kebangkitan kopi nasional yang di masa sekarang disebut-sebut sebagai era ketiga kebangkitan kopi nasional. Para pecinta kopi cukup rajin mencari single origin alias kopi yang memiliki karakter khas dan hanya bisa didapat dari daerah tertentu.

Pecinta kopi (tidak hanya penikmat) selalu mencari varian atau jenis yang baru untuk disesap, baik itu robusta atau arabika, perburuan kopi pun dilakukan hingga ke Gunung Galunggung dan akhirnya bertemulah para pecinta kopi yang merupakan akademisi, pelaku usaha cafe, penikmat kopi, aktivis lingkungan dengan masyarakat desa hutan yang menggarap lahan Perhutani.

Perjumpaan tak disengaja tersebut membuahkan komunikasi, interaksi dan dialog tentang bagaimana menjadikan kopi sebagai produk unggulan yang digarap dari hulu ke hilir dengan serius dan menguntungkan semua pihak terutama lingkungan, perbaikan ekonomi para petani dan pelaku usaha.

Semua yang berawal dari informasi yang baik, disampaikan dengan baik, ditanggapi dengan baik akan mewujudkan sesuatu yang baik.

Sabilulungan Metik Kopi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Saat panen raya belumlah tiba, sekira bulan Maret buah kopi yang kini masih berwarna hijau akan segera memerah dan menjadi ceri yang siap petik. Tetapi, pada Sabtu (09/02/2019) setelah melakukan rangkaian dialog bersama Safari Agustin Staff Ahli Bidang Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya mengenai integrasi berbagai sektor untuk pengembangan kawasan wisata terutama Agro Foresty di Priangan Timur, bertempat di lahan kopi garapan anggota kelompok tani Kubangkoak nampak tangan-tangan kekar dari puluhan pria sedang memetik kopi yang sudah merah, buah kopi yang tidak matang serentak biasa disebut buah panyelang atau buah perantara yang merah sebelum masa panen, jika dibiarkan buah-buah tersebut akan menghitam dan jatuh kemudian tumbuh menjadi bibit baru yang disebut bibit rabutan.

Para pria tersebut adalah anggota kelompok tani Kubangkoak Linggajati, Galunggung Putra dan Tani Mukti Ciakar Sukaratu bersama-sama dengan Kepala Desa Sukaratu, Kepala Desa Linggajati, Ketua OPM Linggajati, Para pengurus LMDH Sinagar-Sukaratu dan Linggajati, petugas BPP Kecamatan Sukaratu serta IPPC Ciakar.

Dalam kesempatan dialog, Safari Agustin memaparkan pandangannya mengenai potensi Galunggung yang harus didentifikasi, dirawat, dikelola dan dikembangkan sebaik-baiknya demi kemaslahatan dan bermanfaat bagi masayarakat terutama dalam perbaikan dari sisi ekonomi.

"Dengan adanya kopi, mulai dari penanaman hingga pengolahan di Galunggung ini mudah-mudahan bisa menambah daya tarik wisata, karena beda rasanya ngopi di cafe dalam kota dengan ngopi di tempat asalnya kopi, maka kami antusias untuk silaturahmi dan berharap ada progress yang cepat, realisasinya tahun ini bisa terlaksana" ungkap Safari Agustin.

Lebih lanjut ia mengatakan, bisa saja di kawasan Galunggung dikembangkan wisata Jeep seperti yang ada di Sleman, Yogyakarta. "Bapak-bapak tahu tidak yang turut mengembangkan wisata jeep di Sleman? Itu pan urang Sukaratu," terangnya. Kontur tanah Galunggung yang berpasir akibat letusan berkali-kali di tahun 1982 memiliki kemiripan dengan daerah sekitar Gunung Merapi,Yogyakarta.

Pemerintah tengah gencar membangun infrastruktur jalan dan lain-lain termasuk jalan tol Cigatas,  jalan yang disebut-sebut akan menghubungkan gerbang tol Cileunyi, Garut, Tasikmalaya, Ciamis hingga Banjar. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menurut Safari Agustin kini tengah mempersiapkan Pangandaran sebagai "Hawai"-nya Indonesia.

Jujun, sebagai penggagas Sabilulungan Metik Kopi punya mimpi indah, ketika pergerakan petani bersama para pecinta kopi, masyarakat dan stakeholder bahu membahu menjadikan Kabupaten Tasikmalaya terutama daerah Gunung Galunggung membuahkan hasil kopi yang unggul dan bisa mensejahterakan petaninya.

"Jangan dulu bicara ekspor, kita garap aja dulu pangsa pasar lokal, regional dan nasional! Saya yakin ketika kopi Galunggung ini sudah booming, stok kita pasti kurang! Karena kopi Galunggung ini bagus, sangat bagus! Tadi Arabik yang dari Pak Soni itu mantap banget." Kata dia.

Miskin Platform

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Fungsi tol tidak hanya sebagai jalan lintas yang berfungsi mengurai kemacetan lalu lintas, arus lalu lintas di jalan utama Bandung-Tasikmalaya-Banjar kini sudah sangat padat dan membutuhkan sarana untuk mempercepat arus terutama saat masa libur PHBN dan PHBA, terlebih pada  masa liburan Idulfitri dan Tahun Baru, tol juga berfungsi mempercepat waktu tempuh jika populasi kendaraan tak sepadat di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Pembangunan Bandara Kertajati Majalengka dan dibukanya Lanud Cibeureum Tasikmalaya menjadi Bandara Komersil, membuat Pemda dan masyarakat di Priangan harus berpikir bagaimana menyediakan daerah tujuan yang menarik, berkarakter, khas dan unik yang memiliki daya jual,  mampu bersaing dengan daerah lain yang sudah lebih dulu menyediakan platform, entah sebagai smart city, daerah tujuan wisata, pusat kebudayaan dan lain-lain.

"Terus terang, Kabupaten tasikmalaya ini adalah yang paling tertinggal di Priangan Timur," tutur Safari, untuk itu Safari rajin menyambangi berbagai komunitas untuk mendengarkan aspirasi, terjun ke lapangan mengenali potensi dan berkomunikasi dengan berbagai elemen masyarakat agar mampu mengembangkan potensi daerah sehingga mampu mengejar ketertinggalan dari daerah lain.

Meski demikian, dari dialog yang disampaikan Kang Ucu sesepuh pemuda Desa Linggajati berharap masing-masing sektor berjalan di jalurnya dan fokus pada garapan utamanya, apapun yang akan dilakukan oleh para pemegang keputusan, masyarakat siap men-support dengan sebaiknya, asalkan tidak hanya sekedar wacana namun ada kelanjutannya dan berakhir pada tahap realisasi."Tapi saya setuju, nanti tentu ada integrasi dari masing-masing sektor dan bekerjasama" kata dia.

Persoalannya, sudahkah masing-masing daerah menyediakan platform ketika infrastruktur dibangun  besar-besaran dan sudah siapkah kita melayani kunjungan? "Gini pak, saya akhirnya batal membawa tamu dari luar negeri ketika disurvey ternyata di kanan-kiri tangga gunung Galunggung banyak sampahnya" cerita salah seorang yang hadir dalam dialog Sabililungan Metik Kopi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun