Mohon tunggu...
Agustinus Danang Setyawan
Agustinus Danang Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Wulangen lakumu, lakoni piwulangmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musik: Dicerahkan dan Mencerahkan

11 Mei 2021   23:58 Diperbarui: 12 Mei 2021   00:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia. Didirikan oleh Raja Wisnu dari Wangsa Syailendra pada tahun 770 Masehi dan selesai pada tahun 842 Masehi. 

Candi Borobudur tidak sekedar unik dan sakral, tetapi juga masih menyimpan misteri yang belum terpecahkan. Berbagai macam studi ilmiah dilakukan untuk mengurai makna dari candi ini. Tentunya saat ini Candi Borobudur tidak sekedar menjadi monumen tetapi sekaligus menjadi tempat suci untuk memuja sang Buddha.

Berbagai macam kasanah religi dan budaya dapat diselami dari berbagai macam penelitian yang telah dibuat. Candi Borobudur seakan masih akan terus bercerita tentang kedalaman makna kehidupan di balik relief yang terpahat unik di candi tersebut. 

Gamabaran realitas kehidupan manusia dan bagaimana perjuangannya ditampakkan di dalam setiap relief-relief yang ada, sekalipun manusia zaman sekarang masih terus harus berefleksi saat menginterpretasikannya.

Inilah yang menjadikan Indonesia disegani oleh dunia. Candi Borobudur menjadi salah satu kearifan yang diakui dan diyakini masih akan terus menginspirasi dunia. Indonesia kuat karena masih ada keuinikan kerarifan lokal seperti ini. Wonderful Indonesia !

Sound of Borubudur sebagai tema unik lahir dari keyakinan tersebut. Tema ini seakan ingin menjelaskan kepada dunia bahwa Candi Borobudur masih akan terus memberikan sumbang sih dan berkomitmen dalam segala hal, terutama demi menjaga dan memurnikan tatanan moral dan keharmonisan di dunia ini.

Banyak hal dapat kita pelajari dari kearifan Candi Borobudur. Tetapi secara spesifik, penulis akan mengkerucutkan pada satu hal yang istimewa, yaitu jejak musik dalam relief Candi Borobudur. 

Sekalipun jejak relief yang menggambarkan tentang kehidupan/perkembangan musik sangatlah minim (hanya ada sepuluh panil pada relief cerit Karmawibhangga yang memuat gambaran tentang berbagai instrumen musik 'waditra', yaitu panil relief nomor 1, 39, 47, 48, 52, 53, 72, 101, 102, dan 117), Candi Borobudur masih layak untuk disebut sebagai Borobudur Pusat Musik Dunia. Karena itulah, judul artikel ini adalah "Musik: Dicerahkan dan Mencerahkan". 

Yang menjadi pertanyaan penulis adalah 'Mengapa relief kehidupan dan perkembangan tentang musik berada/diletakkan di tingkat paling bawah (Kamadhatu)?' Untuk itu, mari kita cermati dahulu makna dari tingkatan Candi Borobudur.

Tingkatan Candi Borobudur

Bentuk dasar bangunan Candi Borobudur berupa punden berundak dengan tiga tingkatan yang melambangkan kosmologi Buddha Mahayana. Tiga tingkatan tersebut adalah Kamadhatu (kaki candi), Rupadhatu (tubuh candi), dan Arupadhatu (atas candi).

Kamadhatu

Tingkatan paling bawah disebut dengan kamadhatu. Tingkatan ini menggambarkan kehidupan manusia di dunia yang penuh keburukan, nafsu, dan bergelimang dosa. Bagian ini sebagian besar tertutup tumpukan batu yang diduga digunakan untuk memperkuat konstruksi candi.

Rupadhatu

Rupadhatu atau bagian tengah melambangkan kehidupan manusia yang telah terbebas dari hawa nafsu, namun masih terikat dengan hal-hal bersifat duniawi. Bagian ini terdiri dari empat undak teras berbentuk persegi yang dindingnya dihiasi relief.

Arupadhatu

Arupadhatu atau tingkatan atas melambangkan kehidupan religius dan spiritual tertinggi yang mengagungkan perdamaian penuh keselamatan jiwa. Tingkatan ini menggambarkan kehidupan Sang Buddha yang telah mencapai kesempurnaan karena berani meninggalkan kehidupan dunia untuk mencapai pencerahan. Tidak ada relief di dinding tingkatan ini.

Yang menjadi pokok permasalahan di dalam artikel ini adalah relief musik yang berada di tingkat paling bawah (Kamadhatu) sementara dalam tingakatan ini menggambarkan kehidupan manusia yang penuh dengan nafsu, keburukan, dan bergelimang dosa. Pokok inilah yang menarik, apakah musik pada zaman itu menjadi sumber terjadinya kekacauan moral atau sebaliknya, melalui musik, tatanan moral manusia hendak dimurnikan kembali.

Borobudur Pusat Musik Dunia

Para peneliti arkeologi telah banyak mengemukakan temuan intelektual mereka tentang perkembangan musik pada zaman itu. Relief yang ada di tingkat dasar, yang menggambarkan kehidupan para pemusik, berasal dari ide atau gagasan para pemahat dalam mencermati dinamika dunia di sekitarnya.

Musik mampu mencuri perhatian para pemahat sehingga mereka mampu menciptakan relief musik untuk diceritakan kepada orang-orang zaman sekarang. 

Dari sekian banyak model dan jenis alata musik yang tergambar di setiap relief yang ada, sudah dapat disimpulkan bahwa pada zaman itu, Wangsa Syailendra mengalami perkembangan yang signifikan tentang musik. Tak pelak bahwa para sejarawan akhirnya mampu membuat kesimpulan bahwa Borobudur memberi bukti tonggak berkembangnya musik pada zaman itu.

Dalam konteks inilah, penulis ingi membuat suatu gagasan bahwa dengan meletakkan relief musik pada tingkat Kamadhatu, para pemahat (mungkin) ingin menjelaskan bahwa musik masih berada pada ranah profan dan duniawi. Bisa jadi, musik sekedar menjadi sarana hiburan yang kemungkinan juga malah menadi sumber keterikatan duniawi.

Berbeda konteks jika relief musik berada di dua tingkat di atasnya (Rupadhatu atau Arupadhatu). Pemahat pastinya akan menceritakan dengan konteks dan teks yang berbeda pula.

Pahatan itu adalah suatu bukti perkembangan suatu gagasan atau ide atau peristiwa yang terjadi pada zamannya. Di balik setiap pahatan relief pasti memiliki pesan atau makna yang tersirat.

Musik yang Dicerahkan

Garis hidup sang Buddha adalah mencapai pencerahan batin. Setiap laku tapa yang tampak adalah gambaran proses dan dinamika jatuh bangun setiap individu dalam mencapai pencerahan.

Membayangkan menjadi pemahat pada zaman itu sangatlah menarik. Mempersonifikasi diri menjadi seorang pemahat seakan-akan memberi gambaran jelas tentang bagaimana menawarkan nilai moral tertentu dari setiap karyanya.

Relief musik yang berada di tingkat Kamadhatu masih berada di tingkat yang profan dan terikat dengan hal-hal duniawi. Musik dalam konteks Kamadhatu ini bisa jadi masih menjadi sarana rekreatif belaka.

Seperti halnya jalan seorang Buddha dalam mencapai pencerahan, jati diri 'musik' juga harus mengalami 'pencerahan' pula. Kiblat musik harus berubah, dari sekedar sarana rekreatif berubah menjadi sarana penyucian diri.

Musik harus mengambil peran itu. Aritinya, melalui musik, setiap orang yang sedang menjalani laku tapa akan dapat terbantu untuk mencapai pemurnian diri. Dalam situasi inilah, musik mampu menjadikan dirinya sebagai sarana yang mencerahkan jalan rohani setiap orang.

Saatnya nanti, musik memilki arti spiritual. Gagasan inilah yang sejatinya ingin digiatkan oleh orang-orang zaman sekarang. Gagasan bagaimana menciptakan musik yang mampu membatu orang untuk mencapai pencerahan hidup. Dengan kata lain mau dikatakan bahwa, mampukah musik zaman ini menolong setiap orang untuk menemukan pencerahan diri.

Musik bukan lagi menjadi hal yang membelenggu. Musik menjadi cara bagaimana menjadi 'Buddha' (yang dicerahkan). Sampai akhirnya, musik mampu mencerahakan kehidupan manusia yang sedang kacau dalam menata kehidupan moralnya.

Menghargai musik berarti menghargai proses kehidupan. Di dalam musik itu ada kehidupan. Dan denga musik, seseorang dapat menghidupkan sesamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun