Mohon tunggu...
Agustinus Danang Setyawan
Agustinus Danang Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Vortiter In Re, Sauviter In Modo || Teguh dalam Prinsip, Lentur dalam Cara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musik: Dicerahkan dan Mencerahkan

11 Mei 2021   23:58 Diperbarui: 12 Mei 2021   00:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari sekian banyak model dan jenis alata musik yang tergambar di setiap relief yang ada, sudah dapat disimpulkan bahwa pada zaman itu, Wangsa Syailendra mengalami perkembangan yang signifikan tentang musik. Tak pelak bahwa para sejarawan akhirnya mampu membuat kesimpulan bahwa Borobudur memberi bukti tonggak berkembangnya musik pada zaman itu.

Dalam konteks inilah, penulis ingi membuat suatu gagasan bahwa dengan meletakkan relief musik pada tingkat Kamadhatu, para pemahat (mungkin) ingin menjelaskan bahwa musik masih berada pada ranah profan dan duniawi. Bisa jadi, musik sekedar menjadi sarana hiburan yang kemungkinan juga malah menadi sumber keterikatan duniawi.

Berbeda konteks jika relief musik berada di dua tingkat di atasnya (Rupadhatu atau Arupadhatu). Pemahat pastinya akan menceritakan dengan konteks dan teks yang berbeda pula.

Pahatan itu adalah suatu bukti perkembangan suatu gagasan atau ide atau peristiwa yang terjadi pada zamannya. Di balik setiap pahatan relief pasti memiliki pesan atau makna yang tersirat.

Musik yang Dicerahkan

Garis hidup sang Buddha adalah mencapai pencerahan batin. Setiap laku tapa yang tampak adalah gambaran proses dan dinamika jatuh bangun setiap individu dalam mencapai pencerahan.

Membayangkan menjadi pemahat pada zaman itu sangatlah menarik. Mempersonifikasi diri menjadi seorang pemahat seakan-akan memberi gambaran jelas tentang bagaimana menawarkan nilai moral tertentu dari setiap karyanya.

Relief musik yang berada di tingkat Kamadhatu masih berada di tingkat yang profan dan terikat dengan hal-hal duniawi. Musik dalam konteks Kamadhatu ini bisa jadi masih menjadi sarana rekreatif belaka.

Seperti halnya jalan seorang Buddha dalam mencapai pencerahan, jati diri 'musik' juga harus mengalami 'pencerahan' pula. Kiblat musik harus berubah, dari sekedar sarana rekreatif berubah menjadi sarana penyucian diri.

Musik harus mengambil peran itu. Aritinya, melalui musik, setiap orang yang sedang menjalani laku tapa akan dapat terbantu untuk mencapai pemurnian diri. Dalam situasi inilah, musik mampu menjadikan dirinya sebagai sarana yang mencerahkan jalan rohani setiap orang.

Saatnya nanti, musik memilki arti spiritual. Gagasan inilah yang sejatinya ingin digiatkan oleh orang-orang zaman sekarang. Gagasan bagaimana menciptakan musik yang mampu membatu orang untuk mencapai pencerahan hidup. Dengan kata lain mau dikatakan bahwa, mampukah musik zaman ini menolong setiap orang untuk menemukan pencerahan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun