Yang dapat dicermati adalah kesengajaan diri (manusia) untuk menganonimkan dirinya ketika menjadi sorang netizen. Ini berarti bahwa ia sengaja menyembunyikan identitas real dirinya. Akar permasalalahnya dapat diurai dari berbagai sudut pandang. Ia bisa jadi tidak nyaman dengan diri real nya lalu membuat sebuah account yang wow / heboh. Atau kemungkinan berikutnya, ia menyembunyikan identitasnya supaya privasinya tidak diganggu netizen yang lain.
Media sosial memungkinkan manusia mengamini budaya kepura-puraan secara langsung ataupun tidak langsung. Seseorang hadir sebagai netizen bukan sebagai dirinya sendiri. Inilah kepura-puraan. Dalam dunia nyata, kepura-puraan adalah sebuah pantangan. Tetapi dalam dunia internet, kepura-puraan adalah sebuah 'kelaziman'. Netizen negatif ini sangat menikmati perannya karena adanya berbagai kepentingan yang terselubung di balik kepura-puraannya itu.
Budaya anonimitas ini seakan-akan melegalkan bahwa hedonitas adalah hak yang harus diraih setiap orang. Manusia tidak lagi (harus) bertanggung jawab atas kehidupan orang lain. Manusia cukup dengan dirinya sendiri. Ia tak butuh orang lain. Aku adalah aku. Aku adalah asosial.[2]Â
Efek negatif pengaruh perkembangan media masa yang disikapi secara negatif ini adalah ketika ia (setiap orang) harus hadir secara nyata di kehidupan real sesuai dengan kepribadian aslinya.Â
Cara pandang manusia terhadap perkembangan media masa tentunya sangat berpengaruh pada cara sikap dan cara hidup seseorang dalam kehidupan nyatanya. Kepura-puraan yang dibangun sebagai netizen pasti berimplikasi pada kenyataan kehidupannya. Kepura-puraan itu pasti ada muatan motivasinya. Jika kepura-puraan itu dibangun atas dasar karena ingin lari dari kenyataan real hidupnya, maka ia akan menghadapi beratnya kenyataan kehidupan.
Keadaan inilah yang saat ini menjadikan media masa sebagai sara pelarian atas kenyataan pahit kehiduapan seseorang. Segala persoalan kehidupan sengaja 'dihilangkan/dilupakan' dengan mencari kesenangan semu melalui media masa. Bahkan tidak jarang, kejahatan dapat tumbuh melalui media masa ini.
 Â
Keterasingan dengan Dirinya
Suatu ketika di sebuah cave, ada sekelompok pemuda yang sedang nongkrong barang. Mereka tampak seperti kelompok yang solid, dan friendly. Dengan gaya bahasa dan bahasa tubung mereka, terlihat bahwa mereka adalah 'produk' zaman ini. Gadget ditangan, dan tidak perduli dengan sekitarnya. Yang aneh adalah, kelompok ini begitu asik dengan dirinya sendiri. Badan mereka bersama-sama ada di tempat yang sama, tetapi pikiran dan perhatian mereka pergi jauh, entah kemana.
Mereka tampak tersenyum sendirian, kadang muncul raut muka yang berubah-ubah. Kadang diam, tiba-tiba tertawa sendirian. Mereka asyik dengan HP dan medsosnya, tetapi lupa dengan sesamanya. Mereka nyaman dengan dirinya sendiri, tetapi asing terhap orang yang ada di depannya. Sesekali, beberapa orang melepaskan perhatiannya dari HP atau gadgetnya. Dan yang terjadi adalah ketidaktahuan mau berbuat apa. Segalanya menjadi asing dan aneh.
Sikap seperti inilah yang salah ketika kita berhadapan dengan perkembangan teknologi (medsos). Seakan-akan manusia tidak lagi memilki kendali atas apa yang ia pikirkan dan apa  yang ia lakukan. Dunia nyata menjadi hambar dan seakan tidak berarti. Berelasi dalam dunia nyata seakan menjadi tanpa makna. Semua tertutupi oleh hedonitas dirinya dalam menikmati tawaran semu media masa. Apakah dalam hal ini media masanya yang salah? Tidak! Persoalan ada pada kedewasaan seseorang dalam mensikapi perkembangan teknologi.