Hidup yang terjerat dalam kesibukan sehari-hari dan tidak punya waktu luang untuk pengenalan diri sejati, atau hidup dalam berlimpahnya waktu luang yang dihambur-hamburkan dengan menikmati kesenangan-kesenangan indrawi, tidak akan pernah membawa manusia pada kebahagiaan sejati. Dalam buku ini, Seneca membantu kita memahami apa itu kebahagiaan sejati.
“Semua orang berhak bahagia.”
“Biarkan saja yang penting dia bahagia.”
Banyak orang yang mencari kebahagiaan, ada yang menjadi pribadi bahagia saat menyantap makanan-makanan lezat. Ada juga yang berbahagia saat sedang menghabiskan waktu luang bersama kawan-kawan. Bahkan para traveler mencari kebahagian dengan cara mengunjungi negeri-negeri yang jauh.
Apa sebenarnya kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan harus didapatkan dengan cara yang rumit? Banyak orang sudah yang mencari arti dari kebahagian. Salah satunya Lucius Annaeus Seneca, dalam bukunya Seni Hidup Bahagia Seneca mencoba memahami apa itu kebahagiaan, dari mana sumber kebahagiaan, dan yang tak kalah penting, bagaimana cara menjadi bahagia.
Buku Seni Hidup Bahagia dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang hidup bahagia dan bagian kedua membahas tentang singkatnya hidup.
Pada bagian awal Seneca mengatakan bahwa mencari kebahagiaan itu bukanlah hal yang mudah, mungkin saja saat mencari kebahagiaan malah akan tersesat menjauh dari kebahagian tersebut. Seneca lanjut menjelaskan bahwa mencari kebahagiaan bukan seperti mencari alamat, kita bisa bertanya dan belajar kepada siapapun untuk mendapatkan alamat, tapi untuk masalah kebahagiaan hal tersebut tidak bisa.
Seneca menerangkan bahwa kebahagiaan tinggi datang dari dalam, ini dikarenakan mensyukuri hal-hal yang dimiliki, tidak menerima kesenangan yang lebih besar, selain yang layak diberikan kepadanya (Hal. 9 dan 10)
Pertanyaan menarik dari Seneca adalah bahwa bagaimana orang baik dan orang jahat mencapai rasa bahagia. Kesenangan orang-orang jahat datang dari hal tercela, sedangkan kesenangan orang-orang baik datang dari hal-hal yang mulia. Ini adalah alasan mengapa kita diharuskan menuju kehidupan “tertinggi” bukan kehidupan “tersenang” (Hal. 15). Karena kesenangan bukanlah penuntun hidup manusia, tapi hanyalah sebagai penuntun saja. Saya menganggap bahwa Seneca mengatakan setiap kebahagiaan pada umumnya datang dari hal-hal yang baik. Bisa makan enak, traveling keluar negeri dari hasil korupsi tentu bukanlah kebahagian yang dimaksud Seneca.
Seneca tidak menyarankan gaya hidup ala Diogenes. Menjadi kaya bukan suatu dosa menurut Seneca, karena selama kekayaan tersebut tidak diperoleh dari mengorbankan orang lain, dan melalui cara tercela, maka itu bukanlah sebuah masalah. Orang bijak tidak membiarkan uang haram memasuki pundi-pundi kekayaannya
Seneca berkata “Orang baik menganggap kekayaan adalah budak, sedangkan orang-orang jahat menganggap kekayaan adalah tuan.” Orang baik seharusnya tidak pernah tunduk kepada harta, berbeda dengan orang jahat yang bisa diperbudak oleh harta (Hal. 51).
Inti dari bagian pertama buku ini adalah orang jahat tidak bisa mendapatkan kebahagian yang hakiki, mereka akan selalu dipusingkan dengan hartanya. Mereka juga akan mendapatkan masalah-masalah lain dari timbunan hartanya.
Dilain sisi rezeki dari hal-hal baik harus diterima dengan suka cita, jangan diperbudak oleh harta, dan tetaplah menerima jika harta yang telah dikumplkan sewaktu-waktu harus menghilang. Seneca percaya dengan melakukan hal ini maka kebahagian akan menghampiri orang tersebut.
Bagian kedua dalam buku ini adalah tentang singkatnya hidup. Seneca menjelaskan bahwa singkatnya hidup bukan karena masa hidup yang singkat, tapi karena banyaknya waktu yang dibuang untuk hal-hal kemewahan, dan tindakan tidak baik lainnya (Hal. 60). Tanpa disadari kehidupan telah sampai pada akhirnya. Seneca menganalogikannya dengan menganggap sama seperti harta bila dikasih kepada orang yang boros maka harta tersebut akan cepat habis, tanpa berasa sama sekali. Lain cerita kalau harta itu dipegang oleh orang hemat, maka harta tersebut akan digunakannya untuk hal-hal bijak.
Seneca mengingatkan para pembacanya untuk menggunakan waktu sebaik mungkin. Dituliskan orang-orang hebat adalah orang yang bisa menjaga waktunya dengan baik, dengan begitu orang tersebut memiliki waktu yang sangat panjang, waktu yang dia miliki hanya digunakan untuk kepentingannya sendiri, tanpa campur tangan orang lain (Hal. 72).
Dalam buku Seni Hidup Bahagia menunjukan bahwa Seneca adalah orang yang menghargai waktunya. Menurut Seneca mempertajam lagi nasihatnya yang intinya adalah jangan biarkan ritme waktu hidup kamu diperalat oleh orang lain (Hal. 101).
Intinya adalah dalam buku Seni Hidup Bahagia, Seneca mengajak para pembaca untuk refleksi diri. Tidak ada kesan menggurui, bahasannya juga santai, cocok untuk orang-orang sibuk. Hidup yang terjerat dalam kesibukan sehari-hari dan tidak punya waktu luang untuk pengenalan diri sejati, atau hidup dalam berlimpahnya waktu luang yang dihambur-hamburkan dengan menikmati kesenangan-kesenangan indrawi, tidak akan pernah membawa manusia pada kebahagiaan sejati. Dalam buku ini, Seneca membantu kita memahami apa itu kebahagiaan sejati.
Kelebihan buku Di dalam buku ini menggunakan contoh/ilustrasi sehingga pembaca tidak sulit memahaminya. Namun, di sini juga kita dituntun untuk menafsirkan hubungan antara kebajikan dan kebahagiaan, yang ternyata tidak dapat dimiliki oleh beberapa sifat mulia lainnya. Uniknya, Seneca tidak meminta kita menjadi orang yang mengingkari kemakmuran, kesenangan atau uang, melainkan bisa menjadi seseorang yang memiliki semuanya tanpa harus dimiliki dan diperbudak oleh mereka.
Kekurangan buku Di buku masih banyak terdapat pengulangan kata dan kurangnya gambar sehingga pembaca merasa bosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H