Mohon tunggu...
Dana Pratiwi
Dana Pratiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional

Don't waste your time!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Cyber Defense Tiongkok dalam Menghadapi Ancaman Perang Siber

1 Desember 2021   08:44 Diperbarui: 1 Desember 2021   09:02 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

d. Penyerangan terhadap jaringan listrik. Para pelaku cyber warfare juga melakukan serangan dengan menyerang jaringan listrik lawan. Bentuk serangannya berupa pemadaman listrik sehingga berdampak terhadap aktivitas perekonomian. Selain itu, serangan ini dapat mengalihkan perhatian terhadap serangan militer lawan dan berakibat pada trauma nasional. Untuk mengendalikan infrastruktur listrik lawan, pelaku cyber warfare menggunakan serangan trojoan horse.

Mengenai pertanyaan mengapa perang siber berbahaya? Mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno menjelaskan bahwa perang siber dapat memberikan dampak yang lebih luas dari perang fisik yakni terganggunya ideologi, politik, budaya, ekonomi serta pertahanan dan keamanan negara.

Lebih lanjut, perang siber juga memiliki implikasi serta pengaruh dalam dinamika politik maupun keamanan Internasional kontemporer. Sebagai contoh, Israel yang menyerang siber Iran hingga mengakibatkan lumpuhnya fasilitas nuklir milik Iran. Iran melaporkan bahwa sistem pengendali pembangkit listrik yang menyokong laboratorium uranium dipadamkan paksa pada tanggal 4 November 2021. Hal ini kemudian berdampak terhadap sentrifuga IR-1 mengalami kerusakan. Selain itu, perang siber antara Rusia dan Georgia juga bisa kita jadikan acuan untuk melihat betapa kompleksnya dampak perang siber. Serangan siber Rusia berhasil mengacak-acak lebih dari 2.000 situs web Georgia. Serangan tersebut telah menggangu berbagai aktivitas di Georgia. Salah satunya, dua stasiun televisi utama Georgia tidak bisa menyiarkan siaran langsung (Michico, 2019).

Ancaman siber tidak hanya membahayakan individu tetapi juga dapat berdampak terhadap kedaulatan negara. Aktivitas transaksi ekonomi, perbankan, pengendalian persenjataan, penggunaan transportasi, sosial media semuanya menggunakan teknologi dan internet serta saling terkoneksi sehingga sangat rentan dari serangan siber.

Bagaimana menghalau ancaman perang siber?

Menyadari adanya bahaya cyber warfare dalam kehidupan global telah memunculkan cyber defense sebagai tameng pertahanan siber setiap negara. Cyber defense merupakan upaya guna menanggulangi serangan siber yang dapat mengganggu penyelenggaraan pertahanan negara. Sudah ada banyak negara yang membentuk berbagai pasukan khusus seperti cyber naval, cyber army, cyber air force, cyber force, cyber military, dan cyber troops. Negara memiliki unit khusus seperti Amerika Serikat yang punya (US CYBERCOM) United States Cyber Command. Israel juga diketahui memiliki Unit 8200 khusus menangani cyber warfare. Selain itu, ada juga Inggris memiliki (CSOC) atau Cyber Security Operations Centre (Soewardi, 2013).

Negara sebagai aktor utama harus mengembangkan pengamanan dan meningkatkan kekuatan di ruang siber dengan tujuan menghalau ancaman kejahatan siber. Dalam hal ini, penulis menggunakan Tiongkok dalam melihat strategi cyber defense.

Dari hasil laporan Lembaga Statistik China Internet Network Information Center (CNNIC), ditemukan bahwa pengguna internet di Tiongkok mencapai angka 1,011 miliar. Angka ini di dapat pada bulan Juni 2021 dan terus meningkat karna dampak pandemi. Pengguna media sosialnya pun beragam. Dari jumlah seluruh data, sebanyak 28% pengguna merupakan kategori usia sekitar 34-50 tahun ke atas. Pengguna internet di daerah pedalaman Tiongkok mencapai angka 297 juta dan untuk pengguna jaringan 5G berada di angka 392 juta (Clinten, 2021).

Pengguna media sosial di Tiongkok berdasarkan data dari CNNIC menghabiskan waktu di dunia maya selama 26,9 jam per minggu. Para pengguna media sosial yang memanfaatkan layanan pengantar online meningkat menjadi 469 juta. Pada layanan ride-hailing, pengguna meningkat hingga 395 juta. Selain itu, di layanan kesehatan online juga terjadi peningkatan pengguna hingga 239 juta.

Dalam penggunaan aplikasi hiburan seperti Douyin juga meningkat hingga 943 juta pengguna. Jumlah pengguna yang menikmati live streaming menyentuh angka 637 juta pengguna.Aplikasi WeChat pemegang tahta tertinggi dengan 983 juta pengguna. Dalam aktivitas ekonomi, jumlah pengguna yang memanfaatkan e-commerce meningkat hingga mencapai 812 juta pengguna yang diiringi dengan jumlah pengguna e-payment yang mencapai angka 872 juta pengguna.

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa adanya peningkatan dalam penggunaan teknologi dan internet di Tiongkok. Hal ini tentu semakin memperbesar peluang ancaman siber. Tiongkok memanfaatkan cyber warfare sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasionalnya sekaligus telah mengembangkan dan menyiapkan pertahanan agar terhindar dari serangan cyber warfare.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun