Adam baru saja meminta izin kepada sutradara untuk dapat meninggalkan lokasi syuting. Sebagai seorang pencatat adegan, keberadaannya sangat dibutuhkan untuk beberapa jam kedepan. Tapi pria berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah membuat janji dengan seseorang. Seseorang yang dia kenal lewat aplikasi kencan buta, dan akhirnya berpindah saling bertukar kata lewat aplikasi pesan singkat.
Dengan tinggi lima setengah kaki lebih, Adam melangkah menjauhi lokasi syuting mengumpulkan keberanian yang dia punya. Pakaian yang dikenakannya kotor akibat adegan di danau buatan yang membuatnya tak luput dari kecipratan air saat para actor bermain. Hari ini pria itu tidak mengendarai mobilnya tempat biasanya Adam membawa sebuah tas besar berisi baju ganti , bagaimanapun pertemuan ini mendadak. Adam tidak mempersiapkan apapun.
Seseorang disana, menghubunginya sejam sebelum Adam memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya itu. Tidak mau kehilangan kesempatan, Adam menyetujui pertemuan ini. Butuh waktu setengah jam untuk membujuk sutradara dan beberapa kru dilapangan untuk mengizinkannya pergi lebih awal.
Akhirnya Adam mendapatkan sebuah angkutan umum yang akan mengantarkannya dari daerah Jagakarsa menuju stasiun kereta api Pasar Minggu. Untuk pertama kalinya sejak sekian lama, Adam bisa menikmati hijau pohon -- pohon yang bertebaran di jalanan. Kawasan ini memang lebih rindang dari kebanyakan wilayah lain di Jakarta, Adam sendiri sedang menabung untuk bisa membeli rumah berharap bisa tinggal di sini.
Tiga puluh menit lainnya berlalu, Adam sudah berada di stasiun pasar minggu. Menurut estimasi waktu, commuterline menuju stasiun Jakarta Kota kini sudah berada di Stasiun Lenteng Agung, artinya masih ada sekitar lima menit bagi Adam untuk menanti.
"Mau ketemu dimana?" kata Adam mengirimkan pesan pada orang disana.
"Aku di Fatahilah sekarang..." jawaban itu hadir dalam hitungan detik "Tapi bentar lagi mau balik kok"
"sama siapa?" balas Adam kemudian.
"sendiri"
Setelah berada didalam kereta, Adam berharap cemas. Laju kereta itu cukup lambat, bagi Adam yang sedang dikejar waktu. Pria yang kini hanya mengenakan kaos oblong putih itu berulangkali menatap ponselnya, menanti kabar terbaru dari teman janjinya.
"Aku balik ya, ketemuannya next time aja" pesan dari orang disana menyerah, tak mau menanti lebih lama.
Adam semakin panik, kini dia keretanya sudah akan melintasi Gambir, hanya beberapa stasiun lagi untuk bisa sampai di Stasiun Kota. Adam mengabarkan.
"Aku udah naik kereta, udah di Jayakarta" jawab dari seberang sana.
Akhirnya Adam memutuskan untuk bertemu di Stasiun Juanda. Tepat ketika kereta berhenti, Adam segera berlari menuruni tangga, untuk pindah ke sisi lain stasiun.
"Aku tunggu di Juanda ya" kata Adam "gerbong berapa?"
"7" balas orang itu singkat.
Adam yang terengah akhirnya melihat sebuah kereta mendekat dari arah Stasiun Sawah besar. Berusaha bertindak senormal mungkin, Adam menghitung satu persatu gerbong kereta yang melintas dihadapannya. Pada hitungan ke enam, Adam melihat seseorang yang dia kenal, sedang berdiri didekat pintu, bersandar. Sejurus, keduanya saling berpandangan, tapi Adam berusaha mengabaikan. Kereta berhenti, pintu otomatis terbuka. Adam, masuk ke gerbong tujuh, dia tahu orang itu tidak ada disana. Atau, mungkin saja dia hendak menghindar.
Dalam ragu, Adam berjalan di gerbong kereta itu, bersamaan dengan lajunya yang melanjutkan mengantarkan penumpang pada tujuan masing -- masing.
"Romeo..." kata Adam menyapa, setelah berada didekat pria itu.
Romeo mengenakan kemeja kotak -- kotak dibalut sebuah jaket loreng, berpadu dengan celana jeans dan sepatu berwarna biru. Dipundaknya pria dengan tinggi yang sama dengan Adam itu membawa ransel hitam, nyaris tanpa isi.
"Aku pikir sengaja menghindar..." kata Romeo langsung mengeluarkan isi hatinya.
Adam menggeleng, tersenyum menatap Romeo dengan dalam. Setelah percakapan singkat itu, Romeo mengeluarkan sebuah buku dari ransel hitamnya, Adam menebak buku itu satu -- satunya penghuni tas Romeo saat ini.
"Kalau mau belajar, kenapa malah jalan -- jalan?" tegur Adam.
"Besok ada ujian" jawab Romeo singkat.
Romeo memperisapkan dirinya untuk bekerja di Jepang. Sudah beberapa bulan terakhir dia hidup di asrama dengan orang lain yang memiliki tujuan sama dengannya. Adam tahu, kalau empat bulan sejak pertemuan ini, dia akan terpisah dari pria yang usianya lebih muda delapan belas hari dari Adam itu.
Kau begitu rapuh, indah tapi lemah pikir Adam yang mengamati Romeo yang sibuk dengan pelajarannya.
Dalam perjalanan, Adam dan Romeo nyaris tidak mengucapkan sepatah katapun lagi. Keceriaan keduanya yang ditunjukkan ketika saling berbalas pesan, ternyata tidak sama dengan nyata. Keduanya justru menyepi dalam diam masing -- masing.
Kereta itu berhenti di Stasiun Manggarai, dan seperti biasa, pada akhir pekan seperti ini, akan banyak penumpang yang merengsek masuk kedalam gerbong tanpa perhitungan. Saling berdesak -- desakan. Ketika ramai mulai menghangatkan suasana, kedua tangan Adam tanpa disadarinya melindungi Romeo yang sedang berusaha memasukkan bukunya kembali kedalam ransel. Entah kenapa, Adam tidak ingin pria itu tersenggol oleh penumpang lain, yang mungkin saja membuat bukunya terjatuh dan bisa saja terinjak. Romeo menatap mata Adam, pria itu tersenyum padanya.
"Mau turun dimana?" kata Romeo setelah kepadatan yang menggila nyaris membuat tidak ada jarak diantara dirinya dengan Adam.
"Kamu turun dimana?" Adam bertanya balik.
"Lenteng Agung"
"Yaudah, aku ikut"
Lima stasiun terakhir, Adam dan Romeo kembali terjebak bisu. Kepadatan berangsur hilang, tapi jarak keduanya masih belum menjauh. Romeo segera bergegas turun, ketika kereta itu berhenti di stasiun tujuannya. Adam mengekor dari belakang, tidak ingin ketinggalan.
"Aku naik ojek" kata Romeo ketika sampai diujung gang bersebalahan dengan musholla berwarana kuning disana.
"yaudah, aku tunggu sampai ojeknya datang" jawab Adam tidak mau meninggalkan.
"Setelah ini kamu mau kemana?"
Adam kemudian menunjuk satu buah restoran cepat saji yang berada didepan mereka. Adam memang belum menyantap satu butirpun nasi sejak bangun tadi pagi.
"Mau ikut?" tawar Adam.
"Gerbang asrama tutup jam satu..." Romeo tampaknya kecewa "I wish I could"
"Next time?" Adam tidak menyerah, Romeo mengangguk tersenyum.
Sebuah sepeda motor, pengemudinya menggunakan jaket berwarna hijau hadir menghentikan percakapan keduanya.
"Romeo?" kata pengemudi itu, yang kemudian diiyakan oleh Romeo, dan buru -- buru naik sepeda motor.
"See you..."
"Take care" kata Adam menjawab.
Kau adalah keindahan yang diciptakan semesta
Ingin aku bertanya apakah hatimu masih terluka
Kau adalah harapan bagi semua cinta di dunia
Bagaimana mungkin saat ini kau masih bertahan dengan kesendirian yang merana?
-030219-
Terkait :
- Not Official Yet
- Kita Bukan Backpacker
- Would You
- Dunia Daun Kelor
- Bertarung Dengan Kebenaran
- Love You No Matter What
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H