Kereta itu melaju kurang dari empat jam, mengantarkan Adam dan Romeo pada Surabaya yang sudah menanti akan menghadirkan indahnya kenangan. Di Stasiun Gubeng, Diana, salah satu adik perempuan Romeo sudah menunggu disebuah mobil sedan berwarna merah milik suaminya. Romeo yang segera mengenali mobil itu, menarik tangan Adam, segera bergegas untuk memasuki mobil. Pria itu terburu -- buru, hari sudah senja, oranye sebentar lagi menjadi kelam.
"kenapa sih?" kata Adam yang terpaksa mempercepat langkahnya.
"yang jemput kita..." Romeo terengah "bawel" katanya memperingatkan sikap adiknya itu nanti ketika bertemu.
Adam dan Romeo sudah berada didekat mobil ketika Diana keluar dari sana, menyerahkan kunci kepada Romeo. Diana menatap Adam, lalu Romeo, meminta untuk segera diperkenalkan.
"oh... ini Adam..." kata Romeo, membiarkan Adam menjabat tangan Diana.
"Diana" kata wanita itu menggenggam tangan Adam.
Ketiganya kemudian berharap untuk masuk kedalam mobil, Adam menjadi salah tingkah ketika dia kebingungan harus duduk dibangku depan atau belakang. Sesuai aba -- aba Diana, Adam akhirnya mengambil kursi disebelah Romeo.
Perjalanan menuju rumah Romeo tidak terlalu jauh. Tapi cukup untuk Diana melihat keakraban abangnya dengan pria lain, bukanlah sesuatu yang biasa. Diana tersudut sendiri dibelakang, membiarkan kedua pria itu saling berbincang, tertawa bersama.
"Masih ada orang loh disini..." kata Diana akhirnya, mengingatkan Romeo "jadi mas Adam kenal sama mas Romeo dimana?" lanjut Diana setelah dua pria sepantaran itu terbisu akibat tegurannya.
Adam sekali lagi kebingungan, dia mencari kata yang tepat untuk menjadi jawaban. Bagaimanapun, jawaban berkenalan di media sosial bukanlah jawaban bagus. Apalagi, sebelumnya Romeo sudah mengatakan kalau mereka berdua sudah menjadi dekat sejak sebelum pria itu bekerja di Jepang. Dan itu, tiga tahun lalu.
"facebook" jawab Romeo tidak nyaman.
Diana adalah seorang wanita dengan gelar master dibidang hukum. Keahliannya mencari kebenaran, tidak akan pernah menjadi pertanyaan bagi Romeo dan keluarga. Ketika Diana mulai bertanya, maka semua orang seharusnya menjawab dengan kenyataan. Sebab, wanita itu bisa saja hadir dengan kebenaran yang sudah dia ketahui sebelumnya.
"Eh..." kata Adam terkejut mendengar jawaban Romeo.
"Jadi kalian..." kata Diana menduga -- duga, dan sebenarnya sudah mengetahui kalau dugaannya itu benar.
"nggak..." Adam dengan cepat menjawab sebelum ditimpal Romeo.
"belum..." kata Romeo seolah mematahkan perkataan Adam.
"hah?" Adam sekali lagi terperanjat.
"Nyantai aja mas, satu keluarga juga udah tau kok mas Romeo itu gimana" kata Diana mencoba menenangkan Adam "Cuma emang ga pernah bawa orang ke rumah aja sih..."
Adam tersipu, menatap Romeo yang tersenyum padanya. Tapi Adam benar -- benar tidak tahu kalau yang dikatakan Diana itu memang sebuah kebenaran. Akhirnya disibukkannya dirinya dengan ponsel, berusaha menyingkirkan pikiran -- pikiran lain yang menghantui ketika bertemu dengan keluarga Romeo nanti.
***
Jarum jam sudah berpijak diangka tujuh ketika Romeo menginjak rem, menghentikan mobil didepan sebuah rumah bercat putih milik orang tuanya. Ada dua mobil lain terparkir didepan rumah itu, serta satu sepeda motor yang berada dibalik pagar yang mengasingkan rumah dari jalan didepannya.
"ada siapa saja?" kata Romeo bertanya pada Diana yang kini sibuk menambalkan lipstick dibibirnya.
"ada semua" Jawab Diana santai.
"Semua?!!!" Tanya Adam tidak percaya.
Adam sudah tahu kalau Romeo adalah anak pertama dari lima bersaudara. Diana yang menjemput mereka adalah anak kedua, dua adik setelah Diana, Laura dan Kimmy juga adalah perempuan. Baru kemudian Tombak, si bontot. Satu -- satunya diantara saudara -- saudaranya yang diberi nama dengan karifan lokal.
"katanya Tombak lagi di Vietnam" keluh Adam menatap Romeo "Laura, bukannya suaminya tugas di..."
"Mas Adam kayaknya udah kenal dekat sama keluarga kita ya" ledek Diana memotong, tak kuasa menahan isi pikirannya "Tombak udah pulang dari bulan lalu, Laura sama Kimmy emang lagi ada disini, kelamaan pandemi orang -- orang pada WFH" Diana menjelaskan.
Adam semakin panik, pembicaraan singkat dengan Diana sudah membuatnya yakin, kehadirannya kali ini, untuk pertama kalinya. Bukan sebagai sahabat, apalagi teman. Dia adalah calon menantu bagi keluarga, yang akan segera memiliki tiga ipar perempuan dan satu laki -- laki.
Nasi sudah menjadi bubur, bagaimanapun dia sudah berada disini. Akan segera berhadapan dengan tujuh anggota keluarga Romeo menanti siding wawancara yang akan terjadi cukup panjang. Adam tidak kebertan kalau saja bukan karena tubuhnya sudah berharap bertemu ranjang, kelelahan.
Ketika pintu rumah dibuka, semua orang sudah berada di ruang keluarga menanti. Adam membuntuti Romeo, memberi salam takjim pada ayah dan ibunya. Lalu satu persatu adik -- adik Romeo memperkenalkan diri pada tamu yang baru saja hadir dihadapan mereka.
"udah lama loh Romeo nggak bawa temen kerumah" kata Amira, ibu Romeo.
"terakhir waktu masih SMP kayaknya ya" Doni, ayah Romeo menimpali.
"om... tante..." kata Adam menyahut tidak tahu harus berkata apa.
"terus mas tidur dimana" kata Romeo menyelamatkan Adam yang kehabisan kata -- kata.
"dikamar adeklah... mau dimana lagi?" Tombak merungut kesal "adek tidur di sana" katanya menunjuk pada sebuah karpet hijau berhadapan dengan Televisi berukuran enam puluh inci.
Adam menoleh, memperhatikan satu persatu anggota keluarga itu. Romeo baru saja beranjak, hendak meletakkan ranselnya di kamar Tombak setelah mendapat izin adik bungsunya. Adam merasakan kehangatan yang tidak pernah didapatkannya dalam sebuah keluarga, dia tertegun pada canda yang diujar Laura. Kemudian teralihkan pada tingkah seorang anak laki -- laki berusia tiga tahun yang hadir, menggemaskan diruangan itu. Percakapan sederhana dibangun dalam keluarga ini, sesuatu yang tidak pernah terjadi dirumah Adam sendiri.
"Jadi mas Adam kerja di Jakarta, katanya ya?" Hendra, suami Diana, membuyarkan lamunan Adam.
"Hah? Iya..." jawab Adam berharap Romeo segera kembali, agar dia tidak perlu berlama -- lama diruangan ini sendiri.
Kali ini giliran Amira bersama Laura dan Kimmy yang pamit dari percakapan, hendak mempersiapkan makan malam katanya. Diana masih sibuk dengan anaknya, bocah laki -- laki yang sedari tadi berlari kian kemari, cucu pertama keluarga ini.
"Udah berapa lama sama Romeo?" Doni tidak sabar pada keingintahuannya.
"Maksudnya om?" Adam ragu, konteks pertanyaan ayah Romeo itu.
"udah berapa lama?" kata Tombak sambil memperagakan sesuatu dengan tangannya.
Adam semakin tidak nyaman, dia kehilangan kendali. Baru lima belas menit berada dirumah ini, tapi terasa terlalu lama untuk menemukan jawaban untuk diberikan. Adam membisu menatap pada sebuah photo keluarga ini, cukup besar menghiasi ruangan itu. Romeo berdiri diapit Laura dan Kimmy, sedangkan Tombak dan Diana duduk bersebelahan diantara ayah dan ibu mereka. Adam sekali lagi terpesona pada Romeo yang masih berusia dua puluh lima di photo itu.
"are you okay..." kata Romeo yang akhirnya datang, setelah melihat Adam terpaku disana seperti merasa asing di lingkungan keluarganya.
"Ayah tanya, kalian udah berapa lama jadiannya..." kata Doni yang mengambil jatah Adam untuk berbicara "malah diem..."
"lagian ayah pertanyaannya aneh..." kata Romeo "dia mah nggak bakal berani ngajak mas jadian"
Adam menatap empat pria yang kini sudah berada dihadapannya itu. Pernah sekali Adam berhadapan dengan majelis hakim di persidangan, tapi rasanya tidak semengerikan ini. Namun, Adam melihat keterbukaan dalam keluarga yang akhirnya membuatnya merasa diterima dan mencoba untuk beradaptasi dengan calon keluarga barunya ini.
"Yuk makan, udah siap tuh" kata Diana sambil menggendong anaknya "lagian Mas Adam keliatannya udah capek, pengen cepat -- cepat istirahat" seolah perempuan itu berhasil membaca pikiran Adam.
Di meja makan, semua santapan sudah siap dihidangkan. Semua orang sudah duduk, Adam bersebelahan dengan Romeo, mencoba membuatnya seperti berada dirumah sendiri. Romeo menaruh dua centong nasi pada piring Adam sebelum membuat porsi yang sama pada dirinya sendiri.
"perhatian banget kayaknya..." kata Kimmy yang geli melihat tingkah abangnya itu.
"Ehmm... sebenernya..." Adam memberanikan diri berbicara. Berharap waktunya tepat. Berharap keluarga ini mengizinkannya.
"kenapa?" kata Romeo menghentikan sendokannya.
Tiba -- tiba semua orang berhenti di meja makan itu. Adam menyesali keputusannya berbicara. Tapi sudah terlanjur, daripada hanya basah saja, mending mandi sekalian, pikir Adam.
Dirogohnya sesuatu dari saku celana jeansnya. Sesuatu yang sudah berada disana, sejak Adam dan Romeo masih berada di Jakarta, kemarin. Adam menyadari, semua mata sedang menanti, semua telinga sedang ingin mendengar. Adam berhasil meraih barang itu. Digenggamnya. Tangannya diletakkannya ditas meja.
"sebenarnya..." kata Adam mengumpulkan keberanian. Tapi Romeo sendiri sudah menantangnya tadi saat percakapan di ruang keluarga. Adam tidak akan mundur kali ini.
"Would you accept me as your partner, to going through happiness and sadness, health and sick, for the rest of our life" kata Adam akhirnya menatap Romeo penuh harap, membuka genggaman tangannya dengan sebuah cincin perak disana. "With your family permission of course" katanya lagi menatap pada seluruh anggota keluarga yang ada disana.
Laura dan Kimmy mengangguk gemas. Sedangkan Diana menyandarkan kepalanya pada Hendra tak kuasa menatap kemanisan suasana itu. Amira, tangannya bersedekap, berharap jawaban yang akan diperdengarkan anaknya. Tombak, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Sedangkan Doni, mengetuk -- ketukkan sendoknya pada gelas, tidak sabar menanti.
"ayah ini apa sih?" bisik Amira yang menganggap tingkah suaminya menganggu suasana tersebut.
"Romeo jawabnya lama banget..." Doni membela diri "ayah udah laper"
"Would you?" tatapan Adam kembali pada mata Romeo, yang kini basah menatap keberaniannya berbicara seperi itu dihadapan seluruh keluarga.
"iya..." jawab Romeo terbata, menyerahkan jari manis kanannya untuk diisi cincin perak yang ditawarkan Adam kepadanya.
"Akhirnya..." kata Doni tidak menutupi kebahagiannya "kita bisa makan sekarang?" lanjutnya, mengundak tawa seluruh keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H