Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terjebak

16 November 2018   08:52 Diperbarui: 16 November 2018   11:01 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hutan itu terasa semakin menyeramkan ketika senja akan jatuh berganti malam. Rembulan belum juga datang, tapi matahari sudah siap untuk tenggelam meninggalkan singgasana, meninggalkan siang. 

Para wisatawan yang berada didalam bus bercengkerama dengan tenang, meski mereka berharap sopirnya bisa melaju lebih kencang. Alih -- alih menambah kecepatan, bus itu justru mogok ditengah jalan semua orang panik bukan kepalang.

"Biar saya cek sebentar" kata Her, pengemudi bus berusia lima puluh tahun yang tadi pagi sebenarnya disarankan untuk tidak ikut dalam perjalanan ini. Her, pria bertubuh tambun itu punya riwayat penyakit jantung yang bisa saja menyerangnya kapan saja.

"Bisa kau perbaiki?" kata Angga yang ikut turun menemani Her. Angga adalah pemandu jalannya wisata alam ini. Usianya masih dua puluh tujuh tahun, wajahnya tampan dengan badan atletis yang seringkali menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan wanita yang menggunakan jasanya. Dengan pahatan sempurna itu, siapapun bisa mengabaikan bahwa Angga sebenarnya adalah pemandu wisata amatiran. Bahkan, kali ini adalah untuk pertama dia membawa rombongan masuk kedalam hutan.

"Tidak... tampaknya kita harus meminta bantuan" Her menyerah. Walaupun adalah sopir berpengalaman, Her tidak begitu cakap dalam soal mesin mobil. Beberapa kali ayah dengan tiga anak itu gagal menemukan masalah yang terjadi pada kendaraan yang digunakannya.

Cukup lama bagi Her dan Angga berada diluar bus, sehingga penumpang lain ikut turun memastikan keadaan. Kepanikan luar biasa terpancar dari wajah Kanaya. Gadis itu tidak hanya takut pada tidak bisa kembali ke penginapan, dia juga tidak bisa menahan diri pada kehadiran gelap. Buktinya, masih pukul lima petang, Kanaya sudah sibuk menyalakan senter dari ponsel pintarnya.

"Ada masalah apa?" Fred yang akhirnya berkata, setelah semua orang hanya saling menatap.

"Kita harus menunggu jemputan dari desa datang, saya juga sudah menghubungi penjaga pintu di hutan ini untuk datang membantu" kata Angga mencoba menyembunyikan kecemasannya.

"Aku harus kembali kedalam" kata Fred. Turis asal Jerman itu mengatakan kalau dia harus buang air, dan dia akan meninggalkan jejak dari setiap jalan yang dilewati agar mempermudahnya untuk kembali nanti.

"Kau bawa ini" Angga menyerahkan satu pluit berwarna kuning, sekedar berjaga -- jaga kalau Fred nyasar didalam sana.

"Berapa lama jemputan akan datang?" Kata Anggi setelah memberi minuman kepada Her yang tidak bisa menutupi cemas dan lelah yang dia alami.

"Paling cepat setengah jam" Angga menjawab dengan nada getir "mobil dari desa akan sampai dalam waktu dua jam"

Anggi menatap Kanaya penuh penyesalan. Bagaimanapun, keberadaan Kanaya dihutan itu saat ini sedikit banyak karena Anggi. Anggi yang mengajak adik kelasnya itu untuk ikut berwisata ke hutan yang kata orang desa sedikit angker ini. Selain karena tertarik untuk berjalan bersama Angga, Anggi juga punya motifasi khusus. Dia harus memenuhi laman media sosialnya dengan photo -- photo menarik untuk meningkatkan jumlah pengikut dan komentar. Anggi menjalani bisnis yang sedang digandrungi banyak anak muda saat ini, yaitu menjadi selegram.

"Pah... Kevin mulai pucat sama keringat dingin" Prita, satu wanita lain yang ikut dalam perjalanan ini memanggil dari dalam bus. Aku dan Lukman suaminya bergegas untuk melihat kondisi Kevin, anak mereka. Memiliki penyakit ashma memang tidak seharusnya berada dalam posisi tertekan juga cemas. Lukman beberapa kali mencoba untuk menenangkan putra semata wayangnya itu, awalnya berhasil tapi denting waktu yang semakin lama berjalan membuat Kevin justru semakin khawatir.

Terdengar suara sepeda motor mendekati kami. Dua penjaga hutan siap mengevakuasi siapapun yang diputuskan untuk diselamatkan pertama kali. Butuh waktu bahkan untuk mempertimbangkan saja. Her bisa terkena serangan dadakan. Kanaya bisa histeris kapan saja. Kevin sudah harus segara diangkut.

"Biar Kevin dan Prita lebih dulu..." Angga akhirnya memberi keputusan. Sebagai seorang yang lebih dewasa, Her dan Kanaya setuju. Sedangkan Anggi dan Lukman sedari awal memang tidak ada masalah.

Prita naik keatas sepeda motor setelah memberi ponselnya kepada Lukman. Ponsel Prita adalah satu -- satunya yang terhubung ke Internet. Lewat ponsel Prita mereka mengirimkan lokasi kepada penjaga hutan dan penduduk desa yang akan menjemput. Lewat sambungan itu pula, Anggi bisa memberi update ke media sosialnya sepanjang perjalanan, sampai -- sampai daya ponselnya sendiri habis karenanya.

"Fred belum kembali?" Kata Lukman menyadarkan semua orang setelah kepergian Prita dan Kevin.

Angga mencoba menghubungi Fred, tapi tidak ada jawaban. Berulang kali, sampai -- sampai teleponnya sendiri yang bordering. Sebuah telepon dari penjaga pintu hutan memberi kabar bahwa hanya satu yang dapat kembali kedalam hutan. Satu lainnya harus berjaga, kalau -- kalau Kevin membutuhkan bantuan yang tidak mungkin dilakukan Prita seorang diri.

"Saya tidak bisa menghubungi Fred" Angga menyerah.

"Tadi pas kita didalam, dia bilang kalau ponselnya terjatuh" Her menyambar ucapan Angga.

Fred sebenarnya tidak terlalu dikhawatirkan sebab pria itu adalah seorang ahli biologi yang menghabiskan hamper seluruh hidupnya dialam hutan dan laboratorium. Tetap saja rombongan tidak mau kehilangan pria berusia tujuh puluh tahun itu.

Satu penjaga pintu hutan sudah kembali, berarti sudah lebih dua puluh menit Fred didalam sana. Kali ini penjaga pintu hutan membawa Kanaya yang tidak tahan lagi pada kegelapan mulai menyelimuti seisi hutan.

Kepergian Kanaya membuat yang tersisa harus memutuskan menyusul Fred atau tidak. Angga tidak mungkin masuk kesana sendirian, tapi pergi bersama Lukman meninggalkan Anggi bersama Her juga penuh resiko. Bagiamana bila Her mendapat serangan dan Anggi tidak bisa berbuat apa -- apa.

"kami akan baik -- baik saja" kata Her membuat lega Angga dan Lukman untuk kembali kedalam hutan menuju Fred.

***

"Fred..." Lukman berteriak

"Fred..." sambung Angga

Lalu terdengar suara pluit tidak jauh dari tempat mereka berada. Ternyata Fred terkena jerat yang dibuat orang desa untuk menangkap babi hutan. Jadilah Lukman dan Angga memapah Fred untuk kembali ke bus yang mogok itu.

***

Sudah satu jam sejak kepergian Kanaya, tidak ada yang kembali. Semua orang mulai cemas tidak terkira.

"Kita jalan kaki saja" kata Anggi seolah lupa kondisi Fred yang terluka.

"Menginap saja" kata Her

Lukman mengatakan bahwa mereka tidak mungkin menginap. Lukman dan keluarganya punya penerbangan pagi menuju Jakarta esok jam tujuh. Mereka semua harus menghadiri kompasianival yang juga dihadiri oleh pejabat tinggi Negara ini.

Sejurus kemudian, sebuah mobil jeep hadir menenangkan semua orang. Ternyata dua sepeda motor yang menjemput diawal kehabisan bensin tidak dapat melanjutkan perjalanan. Jadi mereka juga menanti kedatangan mobil ini.

Di pintu masuk hutan semua orang sudah berkumpul. Kaki Fred yang terluka sudah dibalut perban untuk menghentikan pendarahannya. Prita tampak sangat senang bisa kembali berkumpul bersama suaminya.

"saya sempat khawatir kalau kami tidak bisa kembali ke Jakarta besok"

"karena Kompasianival kan?" kata Angga mencoba menggoda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun